Senin, 6 Oktober 2025

Jadi Jawara All Together Now Italia 2020, Cahayadi Eki Kam Awali Karier Bermusik dari Pengamen

Di balik kesuksesannya jadi juara All Together Now Italia 2020, jejak karier Cahyadi Eki Kam dimulai dari bawah. Jadi pengamen pun pernah dilakoninya

Youtube Happy Didan
Cahayadi Kam, pengamen asal Indonesia, jadi juara di kontes nyanyi di Italia bertajuk All Together Now 2020. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di balik kesuksesannya jadi juara All Together Now Italia 2020, jejak karier Cahayadi Eki Kam dimulai dari bawah. Jadi pengamen pun pernah dilakoninya

Lahir di Jakarta pada 24 November tahun 1986. Eki mengaku lahir dan besar di sebuah gang di Jatinegara, Jakarta Timur.

"Aku anak gang, tinggal di gang. Besar dan lahir di gang kecil di Jatinegara. Saya besar di sana," tutur Eki saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Senin (14/6).

Eki sudah tak memiliki ibu saat masih remaja, tepatnya saat dia berusia 12 tahun.

Baca juga: Cahayadi Eki Kam Jadi Jawara Kontes Nyanyi di Italia, Sebelumnya Mengaku Sempat Pesimis

Baca juga: Juara Kontes dan Nyanyi Pakai Bahasa Italia, Cahayadi Kam Ungkap Kesulitannya: Pusing Sekali

Selepas kepergian ibundanya, Eki lantas hidup dan dibesarkan oleh kakak kandungnya.

Bakat menyanyi Eki telah terlihat sejak dia masih kecil. Saat masih kecil, Eki telah mengikuti banyak sekali lomba menyanyi.

"Dan kebetulan juara terus. Dan akhirnya papa aku juga nyuruh sekolah musik. Sekolah vokal," kenang Eki.

Diskusi virtual Cahayadi Eki Kam bersama Tribunnews, bertajuk 'Nama Indonesia Harum di Italia', Senin (14/6/2021)
Diskusi virtual Cahayadi Eki Kam bersama Tribunnews, bertajuk 'Nama Indonesia Harum di Italia', Senin (14/6/2021) (tangkapan layar)

Eki mulai suka menyanyi saat dirinya banyak menghabiskan waktu bersama seorang sepupunya.

Sepupu Eki memiliki mesin karoke, dan mereka kala itu sering menghabiskan waktu dengan bernyanyi bersama.

"Kebetulan saya dapat ilham untuk bernyanyi dari sepupu saya. Sepupu saya di rumahnya punya mesin karoke, karena saya itu dari keluarga kurang mampu. Jadi saya tidak punya TV, tidak punya mesin karoke. Karena sepupu aku punya, aku ke situ setiap hari nonton mereka karoke," jelas Eki.

Saat memasuki jenjang perguruan tinggi, Eki telah aktif sebagai seorang musisi.

Di masa kuliah, Eki telah memiliki sebuah grup band. Bersama grup bandnya, Eki kerap manggung di berbagai event. Selain itu

Eki juga ternyata pernah menjadi backing vokal bagi sederet artis ternama.

"Aku juga sempat jadi backing vokal Ayu Akeh Ragate, sebelum pindah ke Italia pun aku masih dengan beliau, dengan Kang Iwa K. Sempat jadi backing vokal beberapa artis," tutur Eki.

Namun pada tahun 2013, pertemuan Eki dengan seorang perempuan asli Italia mengubah hidupnya.

"Aku ketemu dengan istri aku ketika nyanyi di salah satu mal di Serpong. Dia lagi liburan di Indonesia, dia dari Italia. Waktu itu tahun 2013," kenang Eki.

Setelah pertemuan itu, Eki menjalin hubungan erat dengan perempuan asal Italia yang kelak menjadi istrinya.

"Bolak-balik seperti itu terus, akhirnya aku putuskan pindah ke Italia. Istri aku pun bilang kemari saja, kita nikah. Kita nikah di sini. Saya sampai di sini bulan Juli, menikahnya bulan Oktober tahun 2019," kata Eki.

"Saya kebetulan menikahnya di Milan. Saya sampai di Milan, setelah tiga bulan memutuskan untuk menikah. Setelah menikah tidak balik lagi ke Indonesia, saya stay di sini," sambung dia.

Dilema Saat Hijrah ke Milan

Eki kini telah hidup di Kota Milan selama kurang lebih dua tahun. Awal memutuskan hijrah ke Italia, Eki sempat dilanda perasaan dilematis yang mendalam. Itu dikarenakan dia harus meninggalkan berbagai kehidupannya di Indonesia.

"It is a tough life. Sebenarnya saya dilema. Saya mau berangkat apa engga sebelumnya. Di Jakarta kan saya sudah menyanyi, punya grup band, jadwal tetap. Saya berangkat ke Italia mau kerja apa. Saya lepas kehidupan saya sebagai penyanyi di Indonesia, saya tinggalkan," tutur Eki.

Saat awal hijrah ke Kota Milan, Eki mengaku sangat kesulitan mencari pekerjaan dikarenakan kemampuannya berbahasa Italia belum terlalu baik.

"Saya ikut istri, saya cari kerjaan di sini mungkin jadi pekerja restoran atau apa segala macam. Nyari pekerjaan di sini sulit sekali, karena kendala bahasa Italia saya," tutur Eki.

Namun suatu hari Eki berjalan di alun-alun Kota Milan. Saat itu melihat ada begitu banyak pengamen.

Dari pengamatan Eki, penghasilan para pengamen di Kota Milan tersebut cukup banyak. Hal tersebut lantas membuat Eki, yang memang seorang musisi, juga ingin mengamen di kota Milan.

"Akhirnya saya cari tahu, saya Googling, nonton mereka ngamen, saya tanya-tanya penghasilan mengamen mereka itu berapa," kenang Eki.

Mengamen di Kota Milan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Eki mengungkapkan, untuk mengamen di kota Milan, seorang musisi wajib memiliki lisensi resmi dari pemerintah daerah setempat.

"Aku langsung coba ngamen. Dan ternyata ada audisinya, banyak sekali deh. Banyak yang harus dilakukan untuk dapat lisensi dari Pemda Kota Milan. Masing-masing kita ada," kata Eki.

"Jadi ngamen di sana itu tidak sembarang," imbuh Eki.

Untuk memperoleh lisensi mengamen di Kota Milan, Eki terlebih dulu menjalani audisi layaknya akan mengikuti ajang pencarian bakat. Eki juga harus menjelaskan konsep mengamen yang akan dia terapkan di Kota Milan.

"Tes berupa menyanyi. Ditanyakan konsepnya seperti apa mengamen di lokasi itu, ada yang main gitar, bass. Dan dia harus dengan sound yang 50 Watt. Tidak boleh kencang-kencang," tutur Eki.

"Sampai kantornya aku sampaikan konsepnya, aku nyanyi, bawa sound untuk presentasi. Setelah itu dikategorikan, ditulis di lisensi itu. Tiap nyanyi juga selalu ada polisi yang mengecek, apakah sesuai lisensi atau tidak," sambung dia.

Menurut Eki, ada begitu banyak calon pengamen yang bahkan gagal audisi. "Banyak sekali. Kalau yang tidak bagus tidak diberikan lisensi. Jadi benar-benar kayak audisi Indonesian idol gitu," ujar dia.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda Italia, penghasilan Eki dari mengamen cukup banyak. Rata-rata Eki bisa memperoleh 30-50 euro. "Itu sekitar 600-700 ribu per dua jam. Dan begitu saya mengetahui tempat-tempat ramai, akhirnya naik. Lebih dari 100 euro," kata Eki.

"Sampai pernah dapat 300-500 euro dalam dua jam. Itu benar-benar rekor aku. Apalagi kalau long weekend. Banyak turis. Summer time juga bagus untuk ngamen karena dapatnya lebih gede. Seperti kerjaan," lanjutnya. (tribun network/lucius genik)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved