Pilpres 2019
Gus Nadir Anggap Tes Baca Alquran bagi Jokowi-Prabowo Tidak Perlu, Ini Penjelasannya
Tokoh organisasi NU, Nadirsyah Hosen menganggap, tes baca Alquran untuk kedua capres, tak perlu. Ini penjelasan Gus Nadir.
TRIBUNNEWS.COM - Tokoh organisasi Nahdlatul 'Ulama (NU), Nadirsyah Hosen atau yang karib disapa Gus Nadir menganggap, tes baca Alquran untuk kedua calon Presiden RI (capres), tak perlu.
Hal ini ia sampaikan saat menanggapi rencana Ikatan Dai Aceh yang mengundang dua kandidat capres untuk uji baca Alquran.
Satu alasannya lantaran dua capres, yaitu Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto sama-sama beragama Islam.
Serta penting bagi umat Islam untuk tahun kualitas calon presidennya.
Namun, usulan tersebut dianggap tak perlu oleh Gus Nadir lewat cuitan di akun Twitter, @na_dirs, Minggu (30/12/2018).
Menurutnya, masyarakat membutuhkan pemimpin yang mampu mengadministrasikan keadilan sosial dalam programnya.
"Dengan segala hormat dan mengapresiasi niat baik penyelenggara, saya berpendapat tes baca al-Qur’an untuk Jokowi dan Prabowo tidak perlu."
"Kita membutuhkan pemimpin yang mampu mengadministrasikan keadilan sosial dalam programnya," tulis Gus Nadir mengawali rangkaian utasnya.

Gus Nadir yang merupakan Rois Syuriah, pengurus cabang istimewa NU di Australia itu berkisah tentang sejarah kepemimpinan pada masa Khilafah.
Dulu, saat Khilafah, ada pemimpin yang tidak fasih membaca Alquran atau keliru menjalankan tata cara salat.
"Jangankan di Republik Indonesia, dulu pada masa Khilafah pun kita juga dapati pemimpin yg tidak fasih membaca al-Qur’an ataupun keliru menjalankan tata cara shalat."
"Ini contoh fakta sejarahnya," sambung Gus Nadir.

Kisah ini terjadi pada 3 Maret 893, yaitu saat Khalifah al-Mu’tadidh menjadi imam salat Iduladha.
Namun, ada yang aneh saat peristiwa tersebut, lanjut Gus Nadir.
Imam Thabari dan Imam Suyuthi melaporkan, al-Mu’tadhid mengucapkan takbir enam kali pada rakaat pertama dan hanya sekali takbir di rakaat kedua.
Khalifah al-Mu’tadhid juga tidak terdengar menyampaikan khotbah.
"Pada 3 Maret 893 M, Khalifah al-Mu’tadidh jadi imam shalat Idul Adha.
Tapi ada yg aneh.
Imam Thabari & Imam Suyuthi melaporkan bhw al-Mu’tadhid mengucapkan takbir 6 kali pada rakaat pertama, dan hanya sekali takbir di rakaat kedua.
Dan tidak terdengar dia menyampaikan khutbah," cuit Gus Nadir.
Selanjutnya, Khalifah al-Muqtadir mengangkat Ali bin Abi Syekhah sebagai ulama kerajaan.
Imam Suyuthi kembali mengabarkan, Ali menyampaikan khotbah dengan membaca teks.
Tak hanya itu, Ali juga salah membaca ayat sehingga perbedaan artinya sangat fatal.
"Khalifah al-Muqtadir mengangkat Ali bin Abi Syekhah sebagai ulama kerajaan."
"Imam Suyuthi mengabarkan bagaimana saat naik khutbah, Ali menyampaikan khutbah dengan membaca teks, dan itupun dia salah membaca ayat sehingga sangat fatal perbedaan artinya," lanjutnya.
Lebih lanjut kata Gus Nadir, contoh masa lalu tersebut menyadarkan kita untuk berhenti politisasi agama.
Menurut Gus Nadir, kealiman pemimpin terlihat saat dirinya bertindak adil.
Juga saat ia menyejahterakan rakyat, tidak bisa tidur lantaran memikirkan rakyatnya yang kelaparan, hingga pemberantasan korupsi.
"Contoh masa lalu itu menyadarkan kita utk stop politisasi agama."
"Kealiman pemimpin itu dg bertindak adil."
"Kefasihan pemimpin itu dg menyejahterakan rakyatnya.'
"Tahajud pemimpin itu dg tdk bisa tidur mikirin rakyatnya yg kelaparan."
"Sedekahnya pemimpin itu dg berantas korupsi," pungkas Gus Nadir.
Selain Gus Nadir, Ridlwan Habib peneliti radikalisme dan gerakan Islam pun angkat bicara terkait usulan tes baca Alquran dari Ikatan Dai Aceh ini.
"Tes baca Alquran bagi seorang calon pemimpin yang beragama Islam sangat wajar dan sangat demokratis."
"Justru publik makin tahu kualitas calonnya," ujar Ridlwan di Jakarta.
Ridlwan menjelaskan, jika seorang beragama non-muslim lalu dipaksa tes membaca Alquran barulah bisa disebut melanggar Pancasila dan asas demokrasi.
Namun baik Jokowi maupun Prabowo sama-sama muslim.
"Membaca Alquran adalah ibadah harian yang sangat lazim dilakukan oleh jutaan muslimin setiap hari di Indonesia."
"Saya yakin Pak Jokowi dan Pak Prabowo tidak ada masalah dengan itu," ujar Ridlwan.
Justru, tambahnya, kemampuan membaca Alquran menambah trust atau rasa percaya dari masing masing voter atau kelompok pemilih.
"Misalnya Pak Prabowo kan diusung oleh ijtima ulama, tentu sangat wajar kalau umat ingin tahu dan ingin mendengar bacaan Alquran pak Prabowo," katanya.
Tes baca Alquran juga akan mengakhiri perdebatan soal kualitas beragama masing-masing calon .
"Ini justru peluang emas bagi masing masing kubu untuk mendapatkan simpati dari kelompok pemilih Islam, "kata Ridlwan.
(Tribunnews.com/Sri Juliati)