Pemuda Kepergok Curi Pakaian Dalam Wanita, Psikolog Sebut Idap Fetitisme, Apa Itu Fetitisme?
Psikolog menyebut pelaku pencurian pakaian dalam wanita di Tangerang Selatan mengidap gangguan fetitisme. Berikut penjelasan psikolog soal fetitisme.
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pemuda berinisial WR (27) di bilangan Perumahan Kemang, Tangerang Selatan kepergok mencuri celana dalam wanita.
Sebelumnya, foto pemuda tersebut viral di media sosial.
Ratusan orang pun berkomentar atas fotonya yang diunggah akun @seputartangsel dengan keterangan yang menunjukkan pria tersebut mencuri celana dalam wanita.
Dilansir dari TribunJakarta.com, seorang tokoh masyarakat di wilayahan tersebut, Didi, mengungkapkan kronologinya, Rabu (8/1/2020).
Didi menceritakan, WR bergelagat aneh dengan berjalan kaki mengelilingi kawasan perumahan Didi pada Selasa (7/1/2020) sekitar pukul 07.00 WIB.
Suatu ketika, ada seorang warga yang berteriak 'maling!'.
Warga lainnya pun berdatangan mengerubungi WR.
Didi lantas mendatangi pos tempat WR dikerubungi warga.
Warga mengadukan WR yang tertangkap mencuri pakaian dalam di sebuah jemuran milik warga pada Didi.
WR pun kemudian mengaku telah mengambil tiga celana dalam dari jemuran yang berbeda.
Menurut Didi, pelaku menyebut motifnya melakukan tindakan tersebut adalah untuk memuaskan hasrat seksualnya.
Didi bahkan mengatakan, WR sendiri mengakui bahwa dirinya memiliki kelainan seksual.
Tanggapan Psikolog
Psikolog Anak dan Keluarga Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi., menyebut perilaku WR termasuk dalam kategori gangguan jiwa yang biasa disebut fetitisme.
"Ini termasuk kategori gangguan jiwa, namanya fetitisme," ungkap Adib saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (9/1/2020).
Adib menjelaskan, fetitisme merupakan kelainan yang menjadikan seseorang berfantasi dengan bantuan alat atau benda-benda untuk mencapai kepuasan.
Menurut psikolog dari praktekpsikolog.com ini, fetitisme biasa terjadi pada orang-orang yang cenderung pendiam
"Ini biasanya ya terjadi pada orang-orang yang cenderung pendiam, terus pergaulannya kurang," terangnya.
Menurut Adib, kurangnya pergaulan bisa menjadi penyebab pelaku atau penderita fetitisme tidak mampu melampiaskan hasrat seksualnya secara normal.
Adib menambahkan, fetitisme juga dapat timbul karena pengaruh masa lalu.
"Bahkan bisa terjadi pada orang-orang yang barangkali pernah mendapatkan istilahnya tekanan atau kekerasan ketika kecil," tutur Adib.
Lebih lanjut, untuk menghindari kejadian tersebut terulang, Adib menyampaikan bahwa sebaiknya pakaian dalam dijemur di tempat yang lebih tertutup.
"Kalau bisa menjemurnya jangan di tempat yang bisa dicuri orang, untuk ibu-ibu dan remaja, karena itu kan termasuk privasi," kata Adib.
Selain itu, menurutnya, kontrol sosial dari tetangga maupun satpam kompleks juga diperlukan untuk mengawasi orang-orang tak dikenal yang bergelagat mencurigakan.
Adib menambahkan, efek jera untuk pelaku juga diperlukan supaya ia tidak mengulanginya lagi.
"Memang harus ada efek jera, mungkin dengan surat pernyataan atau dibawa ke kantor polisi supaya dilakukan proses lebih lanjut," ujar Adib.
"Penegakan hukum juga penting," sambungnya.
Adib menyampaikan seseorang yang mengalami fetitisme semestinya dibawa ke psikolog.
Hal ini diperlukan untuk dilakukannya terapi pada penderita fetitisme.
"Ini harus dibawa ke psikolog untuk diterapi dan dihilangkan trauma masa lalunya," terang Adib.
Adib menambahkan, jika seseorang yang mengalami fetitisme dibawa ke psikolog, orang tersebut juga akan dilatih berkomunikasi dengan orang lain.
Dengan begitu, diharapkan pengidap fetitisme mampu menjalin komunikasi ataupun mendekati lawan jenis sebagaimana mestinya.
Tak hanya itu, menurut Adib, pengidap fetitisme semestinya juga dilatih untuk memiliki keahlian, yang kemudian bisa dijadikan sebagai bekalnya mendapat pekerjaan.
"Karena kalau dia mampu berkomunikasi, punya keahlian, artinya punya pekerjaan, nah dia kan akan cenderung berani mendekati perempuan," terang Adib.
Menurut Psikolog Adib, fetitisme kerapkali terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keahlian atau pekerjaan.
"Ini (fetitisme) kan juga sering terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keahlian, istilahnya pengangguran begitu," ucap Adib.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (TribunJakarta.com/Jaisy Rahman Tohir)