Senior Pesantren Aniaya Santri hingga Tewas, Pelaku Beri Hukuman Fisik karena Korban Tidak Piket
Polisi ungkap kronologi kasus tewasnya santri di Sragen. Santri mengalami penganiayaan hingga tewas karena dihukum tidak piket.
TRIBUNNEWS.COM - Polisi mengungkap kronologi dan motif santri tewas di Kabupaten Sragen pada Minggu (20/11/2022) pukul 04.00 WIB.
Diketahui, seorang santri berinisial DWW (14) meninggal dunia diduga karena dianiaya oleh seniornya di pondok pesantren di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Polres Sragen telah menetapkan santri berinisial M (16) sebagai tersangka.
Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama melalui Kasi Humas Polres Sragen, Iptu Ari Pujiantoro menjelaskan kejadian berawal ketika tersangka M mengumpulkan para santri pada Sabtu (19/11/2022) pukul 22.45 WIB.
Tersangka M memberikan hukuman kepada santri yang melanggar namun hukuman yang ia berikan berupa kekerasan fisik.
Baca juga: Kronologi Santri di Sragen Tewas Diduga Dianiaya Senior, Orang Tua Curiga Ada Luka Lebam di Dada
"Senior mengumpulkan santri yang melakukan pelanggaran, setelah kumpul, senior mungkin melakukan tindakan yang kurang pas sehingga berakibat pada salah satu santri tersebut pingsan di tempat," jelasnya pada Rabu (23/11/2022) dikutip dari TribunSolo.com.
Korban mendapat hukuman dari tersangka M karena tidak melakukan piket kamar.
Hukuman fisik yang diberikan oleh tersangka M dilakukan dalam keadaan emosi dan membuat korban pingsan di tempat.
Para santri lain yang melihat korban pingsan segera melaporkan kejadian tersebut ke pengurus pesantren.
Korban sempat dilarikan ke IGD salah satu klinik.
"Tapi klinik tersebut tidak sanggup menangani, dan langsung di rujuk ke RS PKU Muhammadiyah," terangnya.
Dalam perjalanan menuju RS PKU Muhammadiyah Sragen korban dinyatakan sudah meninggal dunia.
"Namun dalam perjalanan ke rumah sakit korban meninggal dunia, pihak Ponpes akhirnya memberitahu keluarga pada malam itu juga," tambahnya.
Baca juga: Viral Video Penganiayaan Siswi SD di Ternate, Diduga karena Tak Memberi Jawaban ke Teman saat Ujian
Iptu Ari mengatakan jika tersangka tidak memiliki motif dendam terhadap korban dan aksi kekerasan ini niat awalnya adalah menegakkan disiplin.
"Tersangka ini warga Karanganyar, maka bukan karena dendam atau apa, tapi murni niatnya tindakan disiplin."
"Namun demikian, karena tindakannya kurang pas dalam melaksanakan tindakan sehingga berakibat fatal," jelasnya.
Penetapan tersangka

Kasus ini awalnya dilaporkan oleh orang tua korban yang curiga jenazah anaknya ada luka lebam.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Polres Sragen menetapkan santri berinisial M (16) sebagai tersangka.
Tersangka merupakan senior korban dan terbukti melakukan penganiayaan hingga korban tewas.
Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama melalui Kasi Humas Polres Sragen, Iptu Ari Pujiantoro membenarkan penetapan tersangka ini.
"Setelah dilaporkan, anggota kepolisian langsung ke lokasi, olah TKP dan pemeriksaan saksi-saksi, setelah itu Polres Sragen melakukan gelar perkara, dari hasil gelar perkara menetapkan pelaku sebagai tersangka," ujarnya pada Rabu (23/11/2022) dikutip dari TribunSolo.com.
Baca juga: Nenek Korban Penganiayaan 6 Pelajar di Tapanuli Selatan Diserahkan ke Dinsos, Kapolres Sempat Suapi
Dalam kasus ini Polres Sragen memeriksa 11 saksi yang terdiri dari pengurus Ponpes, santri yang ada di lokasi kejadian hingga orang tua korban.
Meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, polisi belum melakukan penahanan terhadap M.
Hal ini karena M masih di bawah umur dan tersangka wajib lapor ke Polres Sragen.
"Meski begitu, kita tetap sesuai prosedur hukum, langkah-langkah hukum tetap koordinasi ke kejaksaan, supaya kasus tersebut segera bisa kita limpahkan, karena ini UU anak seharusnya lebih cepat diselesaikan," tambahnya.
Pihak pondok pesantren telah mengeluarkan M dan mengembalikannya ke orang tua karena kasus ini.
M disangkakan pasal 80 ayat 3 Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Kecurigaan ayah korban
Ayah korban, Dwi Minto Waluyo menjelaskan kecurigaannya saat diberi kabar anak tunggalnya meninggal dunia di pondok pesantren.
Ia mengaku terkejut ketika kabar duka itu disampaikan oleh pimpinan pondok yang mendatangi rumahnya pada Minggu (20/11/2022).
Baca juga: Kronologi Perundungan di SMP Plus Baiturrahman, Berawal Main Tebak-tebakan, Korban Alami Trauma
Padahal ia sempat menjenguk anaknya pada Jumat (18/11/2022) dan saat itu kondisi anaknya sehat.
“Pimpinan pondok datang ke rumah hari Minggu, tanya ananda punya bawaan penyakit apa,” ungkapnya pada Selasa (22/11/2022) dikutip dari Kompas.com.
Setelah mendapat kabar anaknya yang sudah tiga tahun sekolah di pondok pesantren meninggal, Dwi segera mendatangi pesantren untuk menjemput jenazah anaknya.
Namun ketika melihat jenazah anaknya, ia melihat ada luka lebam di dada.
“Saya lihat ada luka lebam pada bagian dada (jenazah), gosong,” terangnya.
Ayah korban berharap kasus ini dapat diusut tuntas dan pelaku mendapatkan hukuman setimpal.
"Harapannya minta tolong diusut siapa yang bertanggung jawab," ujar Dwi.
(Tribunnews.com/Mohay) (Kompas.com/Sukoco) (TribunSolo.com/Septiana Ayu Lestari)