Guru Rudapaksa Santri
Kejati Jabar Pertimbangkan Hukum Kebiri Herry Wirawan, Ahli: Itu Bukan Hukuman, Justru Pengobatan
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mempertimbangkan hukum kebiri bagi oknum guru yang rudapaksa 12 santriwati. Ahli justru sebut hal ini.
TRIBUNNEWS.COM - Terkait hukuman bagi Herry Wirawan, oknum guru yang rudapaksa 12 santriwati, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat pertimbangkan hukuman kebiri.
Kepala Kejati Jabar, Asep Mulyana mengatakan, hukuman kebiri untuk Herry Wirawan ini dipertimbangkan karena korban yang cukup banyak.
"Nanti kita lihat akan kita pelajari dan kita kaji lebih lanjut kepada yang bersangkutan, karena korban cukup banyak," ucap Asep di kantor Kejati Jabar, Jumat (10/12/2021), dikutip dari Kompas.com.
Dalam dakwaannya, Hery Wirawan melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primairnya.
Baca juga: Ibu Korban Kejang Tahu Anaknya Dirudapaksa, YY: Kalau Istri Saya Mati, Saya Tak Segan Bunuh Pelaku
Baca juga: Soal Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Rudapaksa Santri, Ahli Sebut Kebiri Bukan Hukuman, Justru Pengobatan
Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Asep mengatakan, kejahatan Herry terbilang amoral, ia bahkan menegaskan sebagai tenaga pendidik, hukuman Herry bahkan diperberat dari 15 tahun menjadi 20 tahun.
"Karena dia sebagai tenaga pendidik sehingga hukumannya menjadi 20 tahun," tegas Asep.
Terkait hukuman kebiri tersebut, Ahli Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan, hukuman kebiri ini justru salah kaprah.
Dikutip dari Tribunnews.com, Reza menyebut kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan untuk penanganan therapeutic.

Baca juga: Pelaku Rudapaksa Dihukum Kebiri, Apakah Masalah Selesai? Ada Kemungkinan Muncul Masalah Baru
Baca juga: 5 Hari Menghilang, Gadis di Wonogiri Jadi Korban Rudapaksa, Korban Ditemukan di Teras Minimarket
Sehingga, kebiri ini bukan hukuman menyakitkan bagi pelaku, malah menjadi pengobatan.
"Itu jelas salah kaprah. Kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic. Jadi, bukan menyakitkan, kebiri justru pengobatan," terangnya.
Lebih lanjut, Reza menyebut jika masyarakat ingin pelaku diberi hukuman yang sesakit-sakitnya, maka lebih baik dihukum mati.
Namun sebelumnya harus ada revisi terlebih dahulu terhadap UU Perlindungan anak.
"Kalau masyarakat mau predator dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi perlu revisi dulu terhadap UU Perlindungan Anak," pungkasnya.
Herry Wirawan Larang Santri Berbicara ke Tetangga

Warga Kompleks Sinergi Antapani, Kota Bandung, Rizal (42) mengatakan, sejak Herry menyewa rumah untuk dijadikan panti, ia melarang santriwati untuk keluar rumah.
Bahkan, menurut Rizal, jika santriwati hendak berbelanja, mereka akan diantar Herry.
"Anak-anak yang ada di situ usia SD dan SMP. Masih bisa bermain di luar padahal."
"Ini kalau mereka keluar untuk belanja saja, harus diantar Herry. Mereka dilarang bicara sama tetangga."
"Ada sekitar 15 sampai 20 anak di situ yang tinggal, semuanya perempuan," beber Rizal saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).
Kendati demikian, selama ini aktivitas di panti Herry tersebut terlihat normal dari luar.
Pada waktu-waktu tertentu, anak-anak mengaji di lantai utama rumah tersebut.
"Warga juga sempat heran, kok yang di panti yatim itu perempuan semua, tidak ada laki-lakinya."
"Ya, laki-lakinya Herry saja. Apa boleh begitu secara agama atau bagaimana, warga percaya saja," katanya.
(Tribunnews.com/Whiesa/Faryyanida Putwiliani/Pravitri Retno W) (TribunJabar.id/Muhamad Syarif Abdussalam) (Kompas.com/Kontributor Bandung, Agie Permadi)