Sudah 7 Bulan Petani Garam di Desa Purwakerti Karangasem Meliburkan Diri
Petani garam di Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Karangasem, Bali meliburkan diri selama tujuh bulan, mulai Desember 2019 hingga Juni 2020 mendatang.
TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA - Petani garam di Desa Purwakerti, Kecamatan Abang, Karangasem, Bali meliburkan diri selama tujuh bulan, mulai Desember 2019 hingga Juni 2020 mendatang.
Aktivitas pembuatan garam untuk sementara ditutup, dan dibuka Juli 2020.
Peralatan seperti palungan dan tinjungan dibiarkan sementara.
Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Gram Bali, Nengah Suanda menjelaskan, petani garam yang tergabung dalam MPIG, libur.
Pemicunya yakni cuaca alam yang tidak bersahabat.
Ombak pantai keras, sehingga petani garam tak berani mengambil air laut untuk pembuatan garam.
"Ombak dan gelombang masih kencang. Angin juga kencang. Makanya diliburkan sementara sampai Juni 2020. Setelah itu petani (garam) kembali beraktivitas seperti semula, buat garam. Yang libur pembuatan garam. Kalau penjualan garam tetap beroperasi," kata Suanda, Minggu (19/1/2020).
Baca: Teror Pamer Kelamin Resahkan Siswi SMA di Denpasar, Pelakunya Lebih dari Seorang
Baca: Kisah Pedih Sopir Truk Lintas NTB Antri Panjang di Pelabuhan Padang Bai, Rela Dua Hari Tidak Mandi
Ditambah, cuaca mendung juga jadi pemicu petani berhenti membuat garam.
Mengingat cuaca di Karangasem hingga kini belum menentu.
Kadang hujan, beberapa menit kemudian panas.
Matahari merupakan energi utama mambuat garam.
Terik matahari sangat dibutuhkan untuk mengeringkan.
"Tiap musim hujan, seperti sekarang, petani pasti libur membuat garam. Setiap tahunnya petani hanya bekerja buat garam selama 4 sampai 5 bulan. Selama 7 bulan petani garam istirahat sementara," jelas Suanda.
Kondisi ini tidak berdampak ke penjualan dan pendistribusian ke konsumen.
Baca: Motor Listrik Merek Veda di Permasalahkan Masyarakat Bali, Pengini Etikat Baik Produsennya
Baca: Bisnis Properti Mewah di Bali dengan Harga Terjangkau
Ditambahkan, produksi Garam Amed meningkat.
Petani garam MPIG mampu memproduksi sekitar 1.500 kilogram selama bekerja.
Meningkatnya produksi garam karena tingginya permintaan garam.
Terutama dari luar Bali, seperti Hotel dan Restaurant di Badung, Jakarta, Tangerang, serta Depok.
Pihaknya memprediksi, produksi garam Amed kemungkinan akan terus meningkat.
Mengingat garam Amed kembali dikenal, serta semakin gencar dipromosikan oleh warga dan wisatawan yang berkunjung ke Pantai Amed.
Baca: Mall Berstandar Internasional Akan Hadir di Nusa Penida
Baca: Wisatawan Asal India Tabrak Motor Terparkir, Kasusnya Berakhir Damai dengan Ganti Rugi Rp 2,5 Juta
Rasa garam Amed memiliki kekhasan dibanding yang lain.
Harga garam Amed masih tetap, belum ada peningkatan dan penurunan.
Harga garam per kilogram sekitar Rp 35.000, itu harga garam curah alias belum dikemas.
Kalau garam kemasan harganya berbeda yaitu satu bungkus isi 100 gram bisa capai Rp 25 -30 ribu, dan harganya tergantung dengan isi.
MPIG serta warga berharap, pemerintah daerah (Pemda) Karangasem juga terlibat dalam mempromosikan garam Amed.
Sehingga permintaan dan produksi garam Amed terus meningkat setiap bulannya.
"Pembuatan garam Amed adalah warisan leluhur sejak abad ke 15," tambah Suanda.
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Petani Garam di Desa Purwakerti Istirahat Selama Tujuh Bulan, Ini Alasannya