Banjir di Jakarta
3 Kritik Pedas untuk Anies Baswedan dari Ade Armando, dari Gagal Atasi Banjir hingga Peluang 2024
3 Kritik Pedas untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dari Ade Armando, dari Gagal Atasi Banjir hingga tidak memiliki kesempatan di pilpres 2024
TRIBUNNEWS.COM - Di awal tahun 2020 yang lalu sejumlah wilayah di DKI Jakarta dan sekitarnya terendam banjir.
Namun tidak hanya ramai tentang bagaimana penangan banjir, kejadian tersebut juga tidak lepas dari bumbu-bumbu politik yang ada.
Seiring berjalannya waktu, kubu pro dan kontra bermunculan.
Satu sisi ada yang membela kerja keras Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menyelesaikan masalah banjir.
Namun adapula di sisi lainya memberikan berbagai kritikan atas kegagalan Anies.
Seperti kritik yang dilontarkan Aktivis sekaligus Dosen Universitas Indonesia (UI), Ade Armando dalam Program AIMAN bertajuk Mendadak Politik di Banjir Ibu Kota yang tayang di channel YouTube KompasTV, Minggu (19/1/2020).
Berikut tiga kritikan dari Ade untuk Anies:
Baca: Viral Video Anjing Kejar Pengendara Motor yang Bawa Bayi hingga Jatuh, Dog Lovers Beri Imbauan
1. Politisasi dan gagal atasi banjir

Menurut Ade banjir di DKI Jakarta adalah bentuk buruknya pemerintahan Anies Baswedan.
Anies dinilai telah gagal menuntaskan permasalahan banjir padahal dirinya dibantu oleh 73 tim percepatan pembangunan.
Tidak berhenti di situ, Ade mengatakan tim ini mendapat kucuran dana miliaran untuk menjalankan tugasnya.
"Seharusnya Anda (Anies, red) bekerja dengan baik karena ini uang rakyat," ujar Ade.
"Dan ini dilakukan dengan tidak baik, memang perlu dikritik," tambahnya.
Selain itu, yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, termasuk mengatasi masalah banjir tidak bisa lepas dari politik.
"Kemudian kalau ditanya apa ini memang ini politis, iya dong, itu nggak usah dibantah," kata Ade.
Baca: Tes Kepribadian: Pilih Satu Nyala Api Berikut Ini dan Lihat Masa Depanmu yang Akan Terjadi
2. Aksi nyata

Dalam kesempatan tersebut, Ade juga mengkritik kebijakan penutasan masalah banjir antara langkah normalisasi dan naturalisasi.
Diketahui sebelumnya Anies pernah silang pendapat dengan Kementerian PUPR, Basuki Hadimuljono soal kedua konsep menyelesaian banjir ini.
Ade perpandangan titik permasalahannya bukan mana yang lebih baik antara normalisai atau naturalisasi.
Tapi yang terpenting adalah langkah nyata yang diambil oleh Anies.
"Kalau Anies percaya jawabannya naturalisasi, mestinya ada bukti-bukti yang ditunjukkan proses naturalisasi dilakukan dengan baik," beber Ade.
"Buktinya adalah normalisasi sudah berhenti, naturalisasi tidak dilakukan," lanjutnya.
Ade menjelaskan tim yang dibentuk Anies untuk mengatasi masalah di Jakarta termasuk banjir menjadi berantakan.
"Timnya Anies tidak bisa menjelaskan kepada publik, apa yang mereka lakukan untuk mencegah banjir terjadi," tegas Ade.
Baca: Apa Penyebab Maraknya Kerajaan Fiktif seperti Keraton Agung Sejagat? Ini Jawaban Versi Sandiaga Uno
3. Tidak memiliki kesempatan di tahun 2024

Ade melanjutkan sekarang ini masyarakat kehilangan kepercayaan kepada Anies.
Ini dikarenakan mantan Mendikbud ini tidak melakukan pekerjaanya dengan baik.
Bahkan menurutnya Anies juga menyalahkan masalah banjir ke wilayah lain dan pemerintahan sebelumnya.
Terakhir, Ade menambahkan Anies sebut tidak memiliki kesempatan untuk maju di Pilpres tahun 2024.
"Kalau kualitasnya seperti Anies, hancur. Jakarta saja sudah hancur apalagi Indonesia, harus diingatkan kepada publik," tutup Ade.
Baca: Jadwal Salat 20 Januari 2020, Mulai dari Jakarta, Surabaya, Semarang, Jogja, hingga Medan
Komentar Pendukung Anies

Aktivis Pendukung Anies Baswedan, Geisz Chalifah mengatakan membahas soal permasalahan banjir di Ibu Kota di awal tahun harus menggunakan data yang ada.
Geisz memandang banjir di tahun 2020 tersebut tidak lebih parah dari banjir-banjir sebelumnya.
"Itu jauh lebih rendah dibanding 2007 dibanding 2012 maupun 2017 kemarin dari segi titik yang tergenang," kata Geisz.
Namun, dirinya tidak menampik jika banjir di DKI Jakarta jauh dipolitisasi
"Komoditas politiknya jauh lebih besar, artinya apa antara opini dengan data, jauh lebih besar opininya daripada data," tandasnya.
Geisz menilai cara terbaik untuk mengkritik Anies berdasarkan data yang ada.
Bukan menggunakan opini-opini seseorang.
"Kalau itu kritik, harus berdasar data. Tapi ini kebencian berdasarkan opini," tutur Geisz.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)