Banjir Jakarta
Menteri PUPR Basuki Adu Argumen dengan Gubernur Anies Baswedan soal Penanganan Banjir Jakarta
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono beradu argumen dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan penanganan banjir
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono beradu argumen dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait penanganan banjir Jakarta.
Basuki mengatakan selain curah hujan yang tinggi, normalisasi sungai Ciliwung yang tidak dilakukan secara maksimal oleh Pemerintah Porvinsi DKI Jakarta menjadi penyebab banjir di awal tahun 2020.
Menurutnya ada sekitar 17 kilometer sungai Ciliwung belum mendapat perhatian dari Gubernur Anies.
"Mohon maaf Bapak Gubernur, dalam penyusuran kali Ciliwung, nyata dari panjang sungai 33 km yang sudah di tangani dengan normalisasi 16 km."
"Di 16 km kita lihat Insya Allah aman dari luapan. Yang belum dinormaliasi tergenang," ujar Basuki dikutip dari channel YouTube KompasTV, Kamis (2/1/2020).
Basuki menambahkan dalam waktu dekat, Kementerian PUPR akan melakukan koordinasi dengan Pemporv DKI Jakarta perihal normalisasi aliran sungai Ciliwung.
"Dengan Bapak Gubernur akan didiskusikan membuat program itu," tegasnya.
Baca: BERITA POPULER- Banjir di Jakarta, Anies Baswedan Minta Jajarannya Tak Saling Cari Kambing Hitam

Secara halus, pernyataan Menteri PUPR disanggah oleh Gubernur Anies.
"Mohon maaf Pak Menteri saya harus perpandangan," tuturnya.
Mantan Kemendikbud ini menilai, langkah pertama untuk mengatasi banjir di wilayah Jakarta adalah dengan cara membuat penampungan air.
Lanjut Anies, selama air yang datang dari kawasan hulu bagian selatan Jakarta dibiarkan tanpa ada pengendalian, maka program penangan banjir di wilayah pesisir akan percuma.
"Kalau tidak ada pengendalian dari selatan, apapun yang kita kerjakan di Jakarta tidak akan bisa mengendalikan air," kata Anies.
Disinggung normalisasi sungai Ciliwung, Anies menegaskan progam tersebut belum cukup untuk mengatasi banjir di wilayahnya.
Ia mencontohkan kawasan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur meskipun telah dilakukan normalisasi, tetap saja mengalami banjir ekstrim pada bulan Maret tahun 2019.
"Kuncinya ada dipengendalian air sebelum masuk ke kawasan pesisir," Anies kembali menegaskan.
Dalam kesempatan tersebut, Anies juga berterimakasih kepada Kementrian PUPR yang tengah menyelesaikan dua buah bendungan.
Dirinya berharap dengan keberadaannya mampu mengendalikan volume air yang mengalir ke kawasan hilir, seperti DKI Jakarta.
"Insya Allah kita akan terbebas dari banjir," ungkap Anies.
Baca: Viral Postingan Anjing Dipukul dan Boleh Dibakar untuk Acara Tahun Baru, Ini Tanggapan Dog Lovers
Penjelasan BMKG

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hingga sepekan ke depan wilayah Jabodetabek akan diguyur hujan dengan intensitas hujan dari menengah hingga lebat.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menjelaskan kondisi tersebut diakibatkan kondisi Monsoon Asia yang bertiup dari arah utara timur laut dari Samudra Pasifik yang masuk menuju kepulauan Indonesia.
Monsoon Asia kemudian membelok di sekitar Pulau Kalimantan, Jawa, dan Sumatera bagian selatan.
Selain kondisi Monsoon Asia, juga terdapat tiupan angin dari Samudra Hindia.
Kedua angin di atas bertemu di atas wilayah Jabodetabek.
"Pertemuan dua arah angin yang mengakibatkan penumpukan udara yang mengandung uap air yang membentuk awan-awan hujan," ungkap Dwikorita dikutip dari tayangan Breaking News KompasTV, Rabu (1/1/2020).
Guyuran hujan di wilayah Jabodetabek juga diperparah dengan naiknya suhu muka laut di perairan Indonesia yang meningkatkan proses penguapan.
Baca: Jakarta Banjir, Firdaus Ali: Kita Dikasih 'Anugerah' dengan Curah Hujan Mendekati 400 Milimeter
Dwikorita memperdiksi intensitas hujan secara umum di wilayah Jakarta akan mereda.
"Hanya di Jakarta Utara masih ada hujan dengan intensitas rendah, bukan hujan yang lebat dan mengganggu," tegas Dwikorita.
Menurutnya, hujan intensitas tinggi tidak akan terjadi selam 24 jam non stop, namun ada tengang waktunya.
"Ada penuruan intensitas setelah hujan lebat, untuk memberikan waktu bagi atmosfer mengumpulkan uap air lagi di udara," kata Dwikorita.
Dwikorita menambahkan, bulan Januari sebetulnya bukan puncak musim penghujan.
Puncaknya akan terjadi di bulan Februari hingga akhir Maret 2020.
"Ini merata di wilayah Sumatera bagian selatan, kemudian Jabodetabek , Jawa tengah, Jawa Timur, DIY."
"Menerus ke arah timur Bali, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat. Serta Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi," tambahnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)