Seorang Ayah Mencoba Bunuh Diri setelah Tusuk Anaknya, Ini Kata Psikolog agar Kasus Tidak Terulang
Seorang ayah di Tangerang membunuh anaknya lalu berusaha mengakhiri hidupnya sendiri. Psikolog sebutkan hal-hal penting agar kasus ini tidak terulang.
TRIBUNNEWS.COM - Seorang ayah di Tangerang, Ardiansyah (30), tega membunuh anaknya, AC (5), di kontrakannya yang berlokasi di Neglasari, Tangerang, Senin (16/12/2019).
Dikutip Tribunnews.com dari TribunJakarta.com, bocah lima tahun itu mendapat luka tusuk di leher dan perut.
Setelah mengetahui anaknya meninggal, menurut keterangan Kapolsek Neglasari, Kompol Manurung, pelaku mencoba mengakhiri hidupnya.
"Pelaku berusaha untuk membunuh dirinya dengan cara menggorok lehernya sendiri dan menusuk perutnya sendiri dengan menggunakan sebilah pisau," terang Menurung.
Hingga saat ini, kepolisian belum bisa memeriksa pelaku lebih dalam lantaran alasan kesehatan.
"Pelaku belum bisa dimintai keterangan karena kondisinya sekarat," jelas Manurung, seperti yang diberitakan TribunJakarta.com.
Psikolog Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi, menuturkan kekejaman tersebut dapat terjadi karena kondisi kehidupan yang sulit.
"Orang berani melakukan itu karena kondisi kehidupannya sulit, baik sulit karena beban-beban psikologis ataupun kondisi ekonominya yang sulit," tutur Adib saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (17/12/2019).
Adib juga menyebut kasus ini merupakan fenomena yang menunjukkan bahwa masyarakat sedang dalam kondisi psikologis yang sakit.
"Yang jelas, ini adalah fenomena bahwa masyarakat kita dalam kondisi psikologis yang sakit," kata Adib.
Lebih lanjut, psikolog dari praktekpsikolog.com itu menyampaikan beberapa hal penting agar tidak lagi terjadi kasus bunuh diri.
1. Pola Asuh Orangtua
Adib menyampaikan pola asuh yang baik dari orangtua terhadap anaknya akan sangat mempengaruhi perilaku sang anak.
Dalam mengasuh anak, menurut Adib, orangtua harus mau memperjuangkannya.
"Anak ini kan titipan, artinya, cobalah berjuang untuk anak karena berjuang untuk anak itu sesuatu yang berharga," kata Adib.
Psikolog dari Bintaro, Jakarta Selatan itu menambahkan, jika orangtua mau berusaha berjuang untuk anaknya, ketika sang anak tumbuh dewasa, anak tersebut akan mengingat orangtuanya.
Selain itu, hal ini akan berdampak pula pada kemampuannya memecahkan masalah.
"Ketika anak ini diperjuangkan, sudah pasti suatu saat anak ini akan ingat orangtuanya," tutur Adib.
"Tentunya ,anak-anak yang diperjuangkan dengan baik oleh orangtuanya juga akan mampu memecahkan masalah," lanjutnya.
2. Pendidikan
Adib menegaskan bahwa pendidikan sangat penting.
"Dalam arti, pendidikan yang melatih siswa untuk bicara, melatih siswa untuk mengungkapkan sesuatu," terangnya.
Menurut Adib, dengan pendidikan yang demikian, seseorang akan mampu mengungkapkan keluh-kesahnya atau masalah yang ia miliki pada teman maupun keluarganya.
Dengan begitu, ketika memiliki masalah, seseorang akan tetap merasa memiliki dukungan.
"Seandainya tidak ada dukungan dari keluarga, seseorang bisa mendapat dukungan dari teman-temannya," jelas Adib.
3. Kehadiran Tokoh Masyarakat
Atas banyaknya kasus serupa, menurut Adib, ketokohan masyarakat harus bisa menyentuh masyarakat yang sedang dalam kondisi tidak baik.
"Tokoh masyarakat harus bisa menyentuh masyarakatnya yang sedang galau seperti ini," ungkap Adib.
Adib menambahkan, beberapa masyarakat merasa tidak memiliki tokoh karena menganggap tokoh-tokoh yang ada tidak dapat dijadikan panutan.
"Harus diciptakan tokoh-tokoh yang memang bisa memayungi masyarakat, artinya dia bisa menasihati," kata Adib.
"Misalnya, ketika masyarakat sulit, dia bisa berkeluh kesah atau meminta tolong," sambungnya.
4. Psikolog di Puskesmas
Selain itu, Adib mengatakan, kehadiran psikolog sesungguhnya diperlukan di puskesmas-puskesmas.
"Perlu psikolog di puskesmas supaya mereka (masyarakat) bisa akses ini (bantuan psikolog), mereka bisa cerita," tutur Adib.
Menurut Adib, saat ini kesehatan seringkali hanya dilihat dari sisi medis saja.
Padahal, menurutnya, kesehatan psikologis dapat berdampak lebih parah.
"Sekarang kadangkala kesehatan dilihatnya dari segi medis saja, orang nggak mau lihat kesehatan dari segi psikologis," ungkapnya.
"Padahal, dampak kesehatan psikologis ini sangat tinggi," sambung Adib.
Dengan demikian, Adib mengatakan, kesehatan psikologis masyarakat perlu menjadi perhatian bersama.
5. Keimanan
Menurut Adib, dalam kasus ini, tingkat keimanan sangatlah diperlukan.
Ia menjelaskan, dalam pendekatan agama, manusia akan dianjurkan untuk bersyukur sehingga tidak mudah mengambil keputusan mengakhiri hidupnya sendiri karena menganggap hidup sebagai beban.
"Karena di situ (gama) mengajarkan pentingnya bersyukur sehingga orang akan berpikir untuk mengakhiri hidup," terang Adib,
Belajar dari Kasus Ini
Dari kasus ini, Adib menyampaikan ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai pelajaran.
Beberapa pelajaran tersebut di antaranya:
1. Tolong Menolong dalam Keluarga Sangat Diperlukan
Satu di antaranya yaitu mengambil pelajaran bahwa tolong menolong dalam keluarga memang sangat diperlukan.
"Kedekatan antar keluarga itu sangat penting, bagaimana orang bekerjasama, bagamana orang saling mendukung," tutur Adib.
Adib menambahkan, sejak kecil anak perlu dilatih untuk dapat berempati dan peka.
"Jangan sampai anak sejak dini sama keluarga berantem dibiarin," kata Adib.
Ia menjelaskan, seorang anak yang dibiarkan berkelahi atau bermusuhan dengan saudaranya akan menjadi tidak saling mengenal dengan saudaranya.
Akibatnya, ketika sudah menikah, anak itu akan tetap merasa hidup sendirian.
Adib menekankan bahwa peran keluarga sangat penting untuk meminimalisir permasalahan keluarga yang berujung pembunuhan seperti dalam kasus ini.
"Kalau keluarga kecil itu kuat, keluarga besar itu kuat, tentunya masalah-masalah keluarga ini bisa dipecahkan dalam keluarga kecil ataupun keluarga besar sehingga ada kepedulian di sana," tuturnya.
Menurut Adib, jika tidak ada kedekatan dalam keluarga, seseorang akan merasa buntu saat mengalami masalah.
2. Pentingnya Menguatkan Iman
Poin kedua menurut Adib, seseorang perlu meningkatkan keimanannya.
Pasalnya, seseorang yang jauh dari agama akan mudah menganggap hidup sebagai beban.
"Orang kalau tidak dekat agama akan menganggap hidup ini beban karena merasa hidup harus mencari materi, hidup dituntut ini-itu,
harga-harga barang naik, akses kesehatan yang naik, ini kan membuat dia merasa tertekan," jelas Adib.
Sebaliknya, psikolog dari praktekpsikolog.com itu menuturkan seseorang dengan keimanan yang kuat dan memiliki rasa syukur yang tinggi akan lebih kecil kemungkinannya melakukan bunuh diri.
"Kalau orang bersyukur ini kan tanpa disadari akan mensyukuri apa yang dia miliki," kata Adib.
"Walaupun juga dilatih dengan usaha, tapi paling tidak pelajaran untuk bersyukur akan menghindarkan masyarakat dari pikiran bunuh diri,
karena orang merasa dia diberikan hidup maka tidak boleh mengakhiri hidupnya," sambung Adib.
3. Kepedulian dalam Masyarakat Diperlukan
Lebih lanjut, Psikolog dari Bintaro, Jakarta Selatan itu menyampaikan, peran tokoh masyarakat juga dibutuhkan dalam menanggulangi kasus seperti ini.
"Peran-peran lingkungan RT, lingkungan tokoh masyarakat, itu harus benar-benar peduli juga," tutur Adib.
Menurut Adib, saat ini budaya tolong-menolong dan kepedulian antar masyarakat sudah luntur.
Kini, sifat-sifat individual dinilai sudah mulai muncul di masyarakat.
"Sifat-sifat individual sudah mulai muncul, padahal ketika masyarakat itu mau tolong-menolong, bantu-membantu, ya seseorang akan merasa ada, merasa didukung, sehingga keinginan untuk bunuh diri menjadi berkurang," terangnya.
Dalam kasus ini, Adib menilai pelaku merasa tidak memiliki ruang komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
"Dalam arti, ruang komunikasi dengan istri sudah sulit, ruang komunikasi dengan mertua, orangtua, saudara, mungkin juga sudah sulit," kata Adib.
Adib menekankan, kepedulian antar keluarga maupun antar masyarakat harus dijangkau.
"Kepedulian ini harus benar-benar dijangkau, didalami, artinya bagaimana seseorang itu peduli pada yang lain," tuturnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (TribunJakarta.com/Ega Alfreda)