Rusuh di Papua
Dugaan Pemicu Kerusuhan di Manokwari Papua, Rasisme di Surabaya hingga Spanduk di Semarang
Dugaan Pemicu Kerusuhan di Manokwari Papua, Rasisme di Surabaya hingga Spanduk di Semarang
TRIBUNNEWS.COM - Kerusuhan dan protes besar-besaran terjadi di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019).
Kerusuhan ini menyebabkan kantor DPRD Papua Barat terbakar.
Data sementara, selain kantor DPRD Papua Barat, massa juga membakar tiga mobil dan dua sepeda motor.
Sejumlah ruas jalan juga ditutup.
Terbaru, aksi penjarahan dilaporkan juga terjadi.

Haji Syahruddin Makki (56), warga dan pedagang di Pasar Manokwari, kepada Tribun, pukul 13.00 WIT, melaporkan, massa kian tak terkendali.
“Toko, warung yang ada di pinggir jalan sudah dijarah, lalu banyak yang dibakar,” kata Syahruddin Makki, melalui sambungan telepon selular.
Baca: Muncul Petisi Hentikan Pengepungan Mahasiswa Papua
Kerusuhan di Manokwari bermula dari aksi protes atas terjadinya dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
Berikut laporan tentang dugaan pesekusi dan rasisme terhadap mahasiswa di Surabaya tersebut:
1. Asrama Mahasiswa Papua Didatangi Sekelompok Massa
Pada Jumat (16/8/2019), sejumlah kelompok organisasi masyarakat (ormas) mendatangi asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur.
Massa memadati halaman depan asrama mahasiswa sejak siang hingga malam hari.
Kedatangan mereka karena ada kabar mahasiswa Papua di asrama tersebut yang diduga mematahkan tiang bendera Merah Putih dan membuangnya ke selokan.
Muhammad, salah satu perwakilan massa mengatakan, di grup-grup WhatsApp beredar foto oknum mahasiswa Papua diduga mematahkan tiang bendera merah putih.
Namun saat massa datang, bendera Merah Putih terlihat terpasang di halaman asrama.
Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya Dorlince Iyowau mengatakan, pada pukul 15.20 WIB saat asrama dipadati ormas, aparat keamanan diduga merusak pagar asrama dan mengeluarkan kata-kata rasisme.
"Tentara masuk depan asrama disusul lagi Satpol PP lalu merusak semua pagar. Mereka maki kami dengan kata-kata rasis," kata Dorlince.
Baca: Kronologis dan Duduk Perkara Dugaan Persekusi Mahasiswa Papua di Jatim hingga Kerusuhan di Manokwari
Akibatnya, kata dia, sejumlah kelompok ormas yang memadati asrama turut bersikap reaksioner dengan melemparkan batu ke dalam asrama.
"Kami terkurung di aula. Ormas, tentara, dan Satpol PP masih di luar pagar, belum masuk," ujar dia.

Dorlince Iyowau juha memastikan bahwa penghuni asmara mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, tidak merusak bendera merah putih yang terpasang di depan asrama.
"Sebenarnya kalau pengerusakan bendera itu tidak. Karena tadi pagi sampai tadi siang, (bendera merah putih) itu masih terpasang," kata Dorlince dihubungi melalui telepon, Jumat (16/8/2019).
Kesalahpahaman itu, tutur Dorlince, berawal saat beberapa mahasiswa Papua, termasuk dirinya, keluar asrama untuk membeli makanan pada siang hari.
Namun, saat kembali ke asrama, tiang beserta bendera Indonesia sudah tidak ada di asrama tersebut.
"Soal itu kami tidak tahu. Karena kami dari luar, masuk, ada beberapa kawan juga masuk, kami tidak tahu apa-apa. Kami kaget tiba-tiba kok benderanya gini-gini (patah)," tutur dia.
Dorlince berupaya mengklarifikasi kejadian tersebut pada ormas yang mengepung asrama mahasiswa Papua namun mendapat penolakan dari massa.
"Kami pakai metode negosiasi ataupun pendekatan hukum untuk bicara baik-baik soal ini. Kami klarifikasi bersama, tapi mereka menolak itu. Mereka menunjuk kami. Mereka menuntut kami untuk keluar adu fisik," ujar dia.
2. Polisi Tembakkan Gas Air Mata dan Jebol Pintu Asrama
Pada Sabtu (17/8/2019), situasi asrama mahasiswa Papua kembali mecekam.
Negosiasi antara mahasiswa Papua dengan pihak kepolisian, camat, serta tokoh masyarakat, menemui jalan buntu.
Polisi pun meminta mahasiswa Papua segera keluar dari dalam asrama karena rencananya mereka akan dibawa ke Polrestabes Surabaya untuk dimintai keterangan soal dugaan perusakan bendera Merah Putih.
"Sekali lagi kami imbau kepada adik-adik di dalam untuk segera keluar. Atas nama undang-undang, kami dari Kepolisian RI mengimbau penghuni Jalan Kalasan nomor 10 menyerahkan diri," kata salah seorang polisi menggunakan pengeras suara.
"Jika tidak, akan kami tindak tegas," lanjut dia.
Namun, imbauan polisi tak direspon dan mahasiswa Papua tetap bertahan di dalam asrama.
Sekitar pukul 14.45 WIB, polisi menembakkan gas air mata sebanyak sepuluh kali ke dalam asrama.
Sejumlah polisi yang menggunakan perisai kemudian menerobos masuk dengan mendobrak pagar dan menjebol pintu pagar asrama Papua tersebut.
Polisi masuk ke dalam asrama dan membawa paksa 43 mahasiswa Papua dengan menggunakan tiga mobil truk.
Sementara itu Wakapolrestabes Surabaya AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, mahasiswa Papua tersebut dibawa untuk kepentingan pemeriksaan.
"Saat ini (mereka), kami ambil keterangan di Polrestabes Surabaya, seluruhnya ada 43 (mahasiswa Papua yang ditangkap)," kata Leo, di Asrama Mahasiswa Papua, Sabtu.
Baca: Gedung DPRD Hingga Bekas Kantor Gubernur Papua Barat Dirusak Pendemo
Leo mengatakan, 43 mahasiswa Papua tersebut terdiri dari 40 mahasiswa laki-laki dan tiga orang perempuan.
Ia memastikan, mahasiswa Papua akan dikembalikan setelah kepentenginan pemeriksaan selesai.
"Setelah selesai kami akan kembalikan. Kami perlakukan (mereka) dengan sangat baik, kami berikan juga waktu mau ke belakang, mau minum dan lain-lain, tetap kami berikan. Hak-haknya tetap kami berikan semuanya," ujar dia.
3. Dipulangkan
Minggu (18/8/2019) dini hari, 43 mahasiwa Papua dipulangkan ke asrama setelah menjalani pemeriksaan di Polrestabes Surabaya.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho memastikan akan mendalami kasus tersebut dan mengevaluasi secara menyeluruh keterangan 43 mahasiswa Papua tersebut.
"Dari hasil pemeriksaan (43 mahasiswa Papua) mengaku tidak mengetahui ( perusakan bendera). Jadi kami pulangkan sementara," kata Sandi, Minggu.
Ia juga mengatakan akan mempelajari sejumlah alat bukti yang ditemukan di asrama mahasiswa papua.
"Kami masih pelajari keterangan 43 mahasiswa Papua. Karena itu perlu dievaluasi secara menyeluruh. Sehingga kita tahu bahan keterangannya secara utuh," ujar Sandi.
Mengenai barang bukti yang ditemukan, Sandi menyebut masih perlu dilakukan pendataan tentang jumlah dan jenis barang bukti tersebut.
4. Polda Jatim Bantah Lakukan Penangkapan
Polda Jawa Timur memastikan tidak ada tindakan penangkapan terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang.
Para mahasiswa asal Papua tersebut hanya mendapatkan pengamanan dari polisi dalam kondisi tertentu.
"Di Surabaya, kami justru mengamankan mahasiswa Papua karena jika tidak, akan diserang oleh massa ormas yang kondisinya sudah terprovokasi," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera, Senin (19/8/2019) sebagiamana dikutip dari Kompas.com.
Menurut Barung, setelah pengamanan selesai dilakukan, para mahasiswa dipulangkan ke asrama.
Barung mengatakan, polisi juga tidak menemukan unsur pelanggaran pidana tentang perusakan simbol negara atau yang lain.
"Polisi sampai saat ini belum menemukan unsur yang ditudingkan," kata Barung.
Baca: Gedung DPRD Hingga Bekas Kantor Gubernur Papua Barat Dirusak Pendemo
Menurut Barung, hal serupa terjadi saat aksi di Kota Malang.
Menurut dia, saat itu polisi justru mengamankan mahasiswa agar terhindar dari amuk warga kota ataupun suporter kesebelasan Arema Malang.

Sebab, saat itu bertepatan dengan pertandingan sepak bola antara Arema Malang dan Persebaya Surabaya.
Saat itu, kelompok mahasiswa asal Papua yang sedang menggelar unjuk rasa di perempatan Rajabali, Kayutangan, Kota Malang, terlibat bentrok dengan warga.
Polisi lalu berhasil mengevakuasi mahasiswa Papua dan mengembalikan mereka ke asrama.
5. Spanduk hingga Ketegangan di Semarang
Sementara di Semarang, pada Minggu Minggu (18/8/2019) terpasang spanduk yang memicu keberatan dari mahasiswa Papua.
Warga Candi, Semarang memasang spanduk bertuliskan "Kami warga Kel. Candi tidak setuju Asrama West Papua digunakan untuk kegiatan yang mengarah pemisahan Papua dari NKRI. Jika hal tersebut di atas dilakukan kami sepakat menolak Keberadaan West Papua di Kelurahan Candi".
Spanduk tersebut dipasang oleh warga, Minggu (18/8/2019) sekitar pukul 07.00 WIB.
Tokoh masyarakat RW 4 Kelurahan Candi, Maryanto, mengatakan, pemasangan spanduk tersebut dilakukan oleh warga ketika ada acara jalan sehat.
Sehingga terlihat banyak orang yang terlihat dalam foto yang beredar.
Baca: Diduga Jadi Pemicu Kerusuhan di Manokwari Papua, Ini Kronologi Persekusi & Aksi Rasisme di Surabaya
Jalan sehat tersebut dalam rangka HUT ke-74 RI.
"Bukan diskriminasi, kami melakukan ini bukan hanya untuk anak Papua tetapi seluruh warga."
"Apabila ada kegiatan yang mengarah ke pemisahan NKRI ya kami usir," katanya sebagiamana dikutip dari TribunJateng.

Menurutnya, kegiatan yang menjurus pemisahan Papua dari Indonesia beberapa kali diselenggarakan di asrama.
Seperti diskusi tentang kemerdekaan Papua sekitar sebulan yang lalu.
"Diskusi itu sempat kami cegah. Kami datang, intinya warga keberatan kalau ada diskusi semacam itu yang dilaksanakan di Asrama West Papua. Silakan ke tempat lain," ucap mantan Ketua RW 4 Kelurahan Candi tersebut.
Ia mengatakan, selama ini mahasiswa yang tinggal di asrama terkesan eksklusif.
Menurutnya, hal tersebut terjadi sejak sekitar lima tahun lalu.
Mahasiswa yang tinggal di asrama minim sosialisasi dengan warga.
"Dulu kooperatif, mereka bergaul. Kerja bakti bareng-bareng keluar. Kami ada acara mereka ikut," sebutnya.
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Kota Semarang menyayangkan pemasangan spanduk di depan Asrama Mahasiswa West Papua tersebut.
Ketua AMP Kota Semarang, Napinus, mengungkapkan, pihaknya kemudian menolak pemasangan spanduk tersebut.
Penolakan itu lantas memancing adu argumen antara mahasiswa dengan warga.
Namun, warga yang datang di asrama semakin bertambah.
Sejumlah orang memakai baju Ormas juga kemudian turut bergabung.
"Semakin lama semakin banyak, sampai lima puluhan lebih. Pukul 11.00 mereka masuk ke halaman, gerbang sudah kami tutup."
"Mereka sampai ke teras dan meminta identitas mahasiswa," ungkap Napi.
Baca: Kondisi Sudah Kondusif, Mahasiswa Papua di Surabaya Kembali ke Asrama
Menurutnya, aksi warga tersebut bentuk diskriminasi dan memancing provokasi para mahasiswa.
Ketika kejadian, aparat dari Polri dan TNI juga berada di lokasi.
Warga meninggalkan asrama setelah pukul 12.00.
"Kawan-kawan yang tinggal di sini ada 22 mahasiswa. Mereka mahasiswa semua. Indonesia negara demokrasi terbesar ketiga di dunia."
"Jadi warga harus memahami, mahasiswa berhak mengangkat masalah-masalah rakyat, " ujar mahasiswa asal Wamena tersebut
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Ghinan Salman/Kontributor Surabaya, Achmad Faizal) (TribunJateng/Jamal A. Nashr )