Selasa, 30 September 2025

Tolak Tambang Emas, Warga Silo Jember Ancam Memblokir Akses Jalan Jawa-Bali

Warga Silo mengancam memblokade akses jalan nasional yang melintasi Kecamatan Silo.

Editor: Sugiyarto
Surya/Sri Wahyunik
Warga Silo melakukan long march dari gedung dewan ke Pemkab Jember. SURYA/SRI WAHYUNIK 

TRIBUNNEWS.COM, JEMBER - Warga Silo mengancam memblokade akses jalan nasional yang melintasi Kecamatan Silo.

Ancaman ini disampaikan oleh salah satu perwakilan warga Silo, Taufiq Nurahmadi di hadapan Bupati Jember Faida dan Wakil Bupati Jember Abdul Muqit Arief, Senin (10/12/2018).

Ancaman itu termasuk dalam tuntutan yang disampaikan warga saat berdemonstrasi di Kantor Pemkab Jember untuk menyuarakan aspirasi penolakan izin pertambangan emas di Blok Silo, Jember, Jawa Timur.

Ancaman itu akan dilaksanakan jika sejumlah tuntutan mereka tidak digubris pemerintah.

Warga akan menempuh langkah itu sebagai langkah terakhir jika pemerintah tidak mengabulkan permintaan mereka mencabut SK Menteri ESDM tentang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus di Blok Silo, Jember.

Dalam aksinya, mereka meminta Bupati Jember Faida bersama perwakilan masyarakat Silo menemui Gubernur Jatim untuk membatalkan lelang pertambangan yang tertera di APBD Provinsi Jatim, dan menerbitkan surat rekomendasi pencabutan SK Menteri ESDM No 1802 tahun 2018 paling lambat pekan pertama bulan Januari 2019.

"Apabila SK Menteri ESDM pada waktu yang telah kami berikan tidak dicabut, maka kami akan menutup jalan provinsi (nasional) sampai SK tersebut betul-betul dicabut," tegas Taufiq.

Warga Silo juga meminta Pemkab Jember segera membuat aturan tentang Rencana Detil Tata Ruang dan menyebutkan wilayah Silo sebagai kawasan pertanian dan permukiman, bukan wilayah pertambangan, paling lambat Maret 2019.

Warga juga meminta Pemkab Jember menerbitkan peraturan daerah tentang Jember bebas tambang, paling lambat Maret 2019.

"Jika semua tuntutan tidak dipenuhi maka penutupan jalan provinsi kan berkelanjutan tanpa ada batas akhir," lanjut Taufiq lagi.

Sementara Hodri, perwakilan warga yang ikut berdialog dengan Kepala Daerah Jember, menyampaikan warga Silo akan menyandera pendatang yang masuk ke Desa Pace, Mulyorejo, Karangharjo, dan Harjomulyo jika mereka datang berkaitan dengan pertambangan.

"Jadi saya tegaskan di sini, kalau ada orang dari luar datang berhubungan dengan pertambangan, maka akan kami sandera."

"Penyanderaan ini tentunya tidak akan kami ikuti dengan tindakan menyakiti yang bersangkutan. Hanya sampai mereka sadar dan tidak kembali lagi ke Silo. Maaf, kami harus lakukan itu karena kami sudah menderita secara emosional," tegas Hodri.

Dalam kesempatan itu pula, para perwakilan warga meminta Bupati dan Wabup Jember menemui ribuan warga yang berkumpul di Jl Sudarman, depan Kantor Pemkab Jember.

Bupati Jember Faida kepada ribuan orang itu menegaskan komitmen Pemkab Jember satu suara dengan warga Silo.

"Kami menolak tambang seperti yang warga Silo suarakan. Menteri ESDM sudah berkomitmen mencabut lampiran 4 di mana penyebutan Blok Silo dalam SK itu berada."

"Namun pencabutan itu butuh rekomendasi dari Pak Gubernur, yang sayangnya sampai saat ini belum ada. Karenanya, saya mohon doa."

"Besok saya akan ke Jakarta, ke Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan mediasi non litigasi, supaya lampiran 4 itu bisa dicabut tanpa rekomendasi tersebut," tegas Faida.

Faida mengakui Pemkab Jember kecolongan dengan penyebutan Blok Silo dalam SK tersebut. Dia menegaskan Pemkab Jember tidak pernah memberikan rekomendasi apapun perihal izin pertambangan itu.

"Memang kami kecolongan, namun saya tegaskan tidak ada rekomendasi apapun atau sinergitas apapun antara pemerintah pusat, provinsi dan Pemkab Jember terkait izin tersebut."

"Dalam investasi politik kami juga tidak ada investor tambang. Karenanya kami tegaskan lagi bahwa Bupati dan Wakil Bupati Jember menolak tambang. Kalau saya, saya minta maaf."

"Namun tidak usah saling menyalahkan, dan mengadu-domba pada situasi seperti ini," tegasnya.

Karenanya, Pemkab Jember, tegas Faida, tidak mau berpangku tangan. Dirinya akan menempuh langkah selanjutnya yakni menemui pihak Kementerian Hukum dan HAM supaya ada mediasi non litigasi, yakni pencabutan lampiran 4 SK itu tanpa perlu rekomendasi dari Gubernur Jatim.

Sebelumnya, dirinya telah menemui Menteri ESDM Ignasius Jonan supaya mencabut lampiran 4 tentang Blok Silo itu, juga meminta Gubernur Jatim memberikan rekomendasi pencabutan lampiran tersebut.

Namun sampai warga marah karena datangnya warga negara asing ke Silo untuk survei tambang, lampiran itu belum juga dicabut.

Sementara itu, Wabup Jember Abdul Muqit Arief juga menegaskan komitmennya menolak izin pertambangan itu.

Muqit merupakan warga Silo. Dia merupakan pengasuh salah satu Ponpes di Desa Karangharjo Kecamatan Silo. Dia menyuarakan komitmennya di hadapan ribuan pendemo dalam bahasa Madura.

Kepada warga Silo, Muqit mengharapkan mereka tidak sampai memblokade jalan nasional, seperti dalam ancaman mereka.

"Kalau menurut pendapat saya pribadi, tolong jangan menutup jalan karena bisa saja orang yang lewat itu orang sakit, orang yang mau ke pasar," kata Muqit.

Setelah mendengar penjelasan dan komitmen kepala daerah Jember, ribuan pendemo itu bubar.

Silo merupakan kecamatan paling timur di Kabupaten Jember. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Kalibaru Kabupaten Banyuwangi. Jalan nasional menghubungkan dua kabupaten tersebut. Jalur ini juga merupakan jalur selatan Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Sedangkan Blok Silo, adalah sebutan dalam SK Menteri ESDM untuk kawasan Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus emas.

Blok Silo seluas 4.023 hektare mengancam keberadaan Desa Pace, Mulyorejo, dan berdampak pada Desa Karangharjo dan Harjomulyo.

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Warga Penolak Tambang Emas di Silo Jember Mengancam Memblokir Akses Jalan Jawa-Bali

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved