Urusan Makan Terpidana yang Minim Jadi Pintu Masuk Tindak Pidana Suap Petugas Lapas
Jatah makan terpidana untuk satu hari yakni Rp 15 ribu atau Rp 5 ribu sekali makan masih rendah
Laporan Wartawan Tribun Jabar Mega Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Barang elektronik masih ditemukan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (rutan).
Salah satunya, yang paling menyita perhatian adalah ditemukannya barang elektronik di Lapas Sukamiskin, lapas khusus napi korupsi.
Selain itu, barang elektronik juga ditemukan di Rutan Kebonwaru Bandung.
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkum HaM) Nomor 29 Tahun 2017 Tentang Perubahan Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, Pasal 4 huruf i dan j mengatur soal larangan narapidana.
Salah satunya, larangan melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi dan atau alat elektronik lainnya.
Kemudian larangan membawa dan atau menggunakan alat elektronik seperti laptop, komputer, kamera, alat perekam, ponsel, pager dan sejenisnya.
Baca: Kasus Lapas Sukamiskin, Wiranto: Terlalu Banyak Peninggalan Zaman Belanda
Alat elektronik seperti kipas angin, dispenser hingga penanak nasi selalu ada dalam setiap pemeriksaan petugas lapas.
Agistunus (48), warga binaan Rutan Kebonwaru Bandung menyebut alat-alat itu untuk kebutuhan makan dan minum sehari-hari.
Hanya saja, aturan tetap saja aturan. Barang-barang tersebut dilarang berada di kamar tahanan.
Namun, jika melihat fakta jatah makan dan minum terpidana sebesar Rp 15 ribu per hari, bagi Agus itu tidak cukup.
Itulah kenapa barang-barang elektronik tersebut berada di kamar tahanan.
Masalahnya, bagaimana bisa barang-barang tersebut bisa masuk padahal aturan sudah melarang tegas.
Kepala Rutan Kebonwaru, Budiman tidak menampik ada keterlibatan oknum petugas lapas yang meloloskan barang-barang tersebut.
"Cara masuk barang itu mungkin dalam hal ini ada oknum. Tapi akhirnya kami sepakat untuk merapatkan barisan untuk menindaklanjuti perintah Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM untuk melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap barang elektronik di kamar tahan," ujar Budiman di Rutan Kebonwaru, Jalan Jakarta Bandung, Selasa (24/7).
Baca: Ketua KPK: Ada yang Usul Narapidana Koruptor Dipindah ke Nusakambangan
Direktur pada Dirjen Pas Kemenkum HAM, Sri Puguh Budi Utama pada Minggu (22/7) sempat mengatakan alat-alat elektronik tertentu memang masih wajar berada di kamar tahanan.
"Kami memaklumi ada dispenser untuk minum karena bagaimana pun itu kebutuhan pokok. Kemudian kipas angin memang masih ada, dibiarkan untuk tetap disini karena kondisi ruangan sempit, sehingga kami khawatir terpidana ini mengalami gangguan kesehatan," ujar Sri.
Ia juga mengakui bahwa jatah makan terpidana untuk satu hari yakni Rp 15 ribu atau Rp 5 ribu sekali makan masih rendah.
"Kami sudah usulkan untuk ditambah. Tapi pemerintah punya prioritas lain untuk pembangunan," ujar dia.
Fakta-fakta itu juga berkorelasi saat Sri mengatakan, petugas lapas atau rutan kehilangan sifat tegas pada terpidana yang membawa barang-barang elektronik ke kamar tahanan, meski dilarang aturan.
"Tidak semuanya soal loyalti. Ada kalanya petugas jaga merasa iba pada terpidana sehingga kehilangan sisi tegasnya dalam menjaga terpidana," kata dia. Apalagi, dari segi materi, kata Sri, petugas lapas atau rutan sudah mendapatkan haknya dengan baik.
Tujuan pemidanaan, termasuk pidana penjara dalam ilmu hukum pidana salah satunya untuk efek jera dengan mengurangi hak-hak seorang terpidana.
Hanya saja, pembatasan terpidana pada kebutuhan dasarnya, justru membuka peluang tindak pidana suap bagi petugas lapas. Seperti yang terjadi saat ini.