Suka Duka Sakinah, Juru Pelihara Candi Muaro Jambi Selama 30 tahun
Meski hanya bekerja sebagai juru pelihara candi di kompleks Candi Muaro Jambi, Sakinah merasa cukup dan berharap kelak ada yang meneruskannya.
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Tommy Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Pernah melihat candi di Muaro Jambi? Bagi sebagian orang tentu pernah bertanya-tanya bagaimana bangunan itu dibuat masa lalu dan tetap kokoh sampai sekarang.
Bukan hanya karena kehebatan nenek moyang kita dalam merancangnya, tetapi juga karena jasa orang-orang yang berhasil merawat dan melestarikannya.
Tak heran jika saat ini bangunan sejumlah candi di Muaro Jambi masih terlihat elok di mata karena cukup terawat. Dan ada orang-orang yang berjasa merawatnya.
Satu di antaranya Satinah (54). Juru pelestari atau jupel bangunan di kompleks candi Muaro Jambi ini bertugas merawat dan memelihara bangunan candi.
Bagi sebagian besar orang, pasti asing mendengar jupel, jenis profesi ini memang jarang terdengar, namun tanpa jasa mereka bangunan candi akan sulit dilestarikan.
Setiap hari dari rumahnya di Thehok, Kota Jambi, Satinah mengendarai motor bututnya, Yamaha Vega R, menuju kompleks candi Muaro Jambi hampir sekitar dua jam.
"Itu motor butut saya, tidak masalah, yang penting bisa bagus dan digunakan. Motor ini selalu menemani saya ketika bekerja," cerita Satinah kepada Tribun Jambi.
Ia tak pernah mengeluh. Menurut dia bekerja adalah ibadah. Semenjak 1990-an, Satinah mengabdi membersihkan lingkungan di candi Muaro Jambi atau tepatnya di Candi Kedaton yang memiliki luas hingga 10 hektare.
Satinah banyak bercerita bagaimana ia bekerja melestarikan Candi. Sebelum dipindah ke Kedaton pada awal 2017 lalu, ia melestarikan candi di Kemingking, Kabupaten Muaro Jambi.
Waktu itu candi di sana masuk dalam tanah kepemilikian orangtuanya. Sayangnya, pihak BPCB mengambil alih tanahnya tersebut untuk bertujuan melestarikan candi di sana.
"Awalnya ada candi kecil di tanah bapak saya, sebelumnya sudah kami rawat, tapi pihak BPCB mengambilnya dengan mengganti rugi lahan kami," kata dia.
Sakinah mengaku sempat menolak, namun karena terbentur dengan aturan hukum yang ditetapkan hasil lahan tersebut diserahkan kepada pihak BPCB.
"Lupa berapa dibayar ganti rugi dulu itu. Tapi kami ditugaskan untuk merawat candi disana," jelas dia.
Banyak suka duka Sakinah bekerja sebagai jupel candi. Sukanya ia senang memelihara candi. Sehari-hari pekerjaan Sakinah adalah merawat dan membersihkan Candi Kedaton bersama 15 orang lainya.
"Ada 15 orang, satu orang membersihkan lahanya hampir satu hektar. Hampir setiap hari saya bekerja dari Thehok ke Muaro Jambi, ya jadilah," kata dia.
Sakinah mengaku, dulunya ia hanya diberikan upah sebesar Rp 500 ribu per bulan oleh BPCB. Hingga saat ini ia diberi upah melakui rekening sebesar satu juta rupiah.
"Jadilah dari pada di rumah juga gak ada kerjaan, suami saya bekerja di dekat Pelabuhan Takang Duku mengangkat minyak," ucap dia.
Di sisi lain, ia prihatin banyak pengunjung usil dan ngeyel memanjat candi sampai merusaknya. Tak sedikit pengunjung membuang sampah sembarangan.
"Masalah pengunjung sering dibilangin ngeyel, apabila terjadi jatuh batunya pecah, mana bisa diganti. Batu tersebut tak ternilai harganya," kata Sakinah.
Meski hanya bekerja sebagai jupel Candi, Sakinah merasa cukup.
"Anak belum ada, saya berharap aktivitas yang dilakukan turun temurun ini tidak terputus dan ada keluarga yang melanjutkanya," ia berharap.
Ia meminta generasi muda mempelajari sejarah cagar budaya karena bermanfaat. Sakinah mendorong pemerintah lebih memperhatikan jupel candi di Indonesia.
"Tak tahu sampai kapan saya bekerja ini, yang jelas saya masih menikmati pekerjaan ini," kata dia.