Minggu, 5 Oktober 2025

Pamor Batu Akik Mulai Turun, Dulu Bisa Dapat Rp 2 Juta, Sekarang Cuma Rp 200 Ribu Sehari

Dengan menjual batu akik, Kevin Dulman berharap bisa mendapat tambahan uang kuliah.

Editor: Hendra Gunawan
Tribun Lampung/ Heru Prasetyo
Deretan aksesories batu akik dijajakan di kompleks PKOR Way Halim Bandar Lampung. 

Laporan wartawan Tribun Manado Arthur Rompis

TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Dengan menjual batu akik, Kevin Dulman berharap bisa mendapat tambahan uang kuliah.

Kevin yang merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsrat berencana membuat skripsi tentang tingginya minat warga terhadap batu akik.

Namun, kini penjual batu akik di seputaran Taman Kesatuan Bangsa (TKB) ini siap - siap mengganti judul akibat turunnya minat warga terhadap batu akik.

Ya. Pesona batu akik kini tengah memudar. Warga yang dulu gila batu akik kini mulai melupakannya. Bisnis batu akik pun kembang - kempis.

Hal itu dirasakan Kevin. Kevin yang menjual bongkahan batu akik mengatakan penghasilannya sehari kini berkisar Rp 200 ribu. Turun jauh dari sebelumnya yakni Rp 2 juta perhari. "Pendapatan turun jauh," kata dia.

Kevin mengaku terpaksa menurunkan harga bongkahan batu agar supaya laku. Batu doko elektrik kini dijualnya Rp 500 ribu dari semula Rp 1 juta per bongkahan. Begitupun batu bacan kembang dari Rp 130 ribu menjadi Rp 50 ribu.

Kevin menengarai, turunnya pendapatan pedagang merupakan akumulasi dari sejumlah faktor. "Minat warga mulai berkurang sedang pedagang makin banyak," katanya.

Menurut dia, pendapatan pedagang bisa terjaga jika ada standar harga. Sayangnya, tak ada standar harga di kalangan pedagang batu akik di Manado.

"Beda dengan di Jakarta serta kota besar lainnya, ada standar harganya, hingga harga stabil," ujarnya.

Marini pedagang bongkahan batu akik lainnya mengaku terus merugi. Pendapatan tak bisa menutup pengeluaran. "Pulang pokok saja tidak," kata dia.

Pedagang asal Maluku ini menuturkan pendapatannya sehari berkurang jauh dari Rp 3 juta menjadi Rp 300 ribu. Jika ingin untung, pendapatan perharinya harus berkisar Rp 1 jutaan. Itu untuk menutupi pengeluarannya sebesar Rp 8 juta rupiah.

"Pengeluaran saya sangat banyak mulai dari ambil batu di Maluku, naik kapal, kemudian dihaluskan di sini, semua perlu biaya besar, belum lagi biaya sogok kepada petugas kapal," kata dia.

Seperti Kevin ia terpaksa menurunkan harga batu. Batu Bacan Loloda ia jual Rp 50 ribu padahal mestinya Rp 100 ribu. Begitupun Bisori yang turun sekira 30 persen dari harga aslinya menjadi Rp 200 ribu.

"Terpaksa jual demikian, daripada tidak laku," kata dia.

Selain berkurangnya peminat, dia juga menyoalkan tempat berjualan bagi penjual batu akik. Berjualan di seputaran TKB, ia mengaku sering diusir petugas. Untuk itu ia minta tempat berjualan khusus bagi pedagang batu akik.

"Kami sering diusir, pas kami tak ada datang pelanggan, itukan hal yang tidak bagus, makanya kami minta tempat berjualan khusus batu akik," kata dia.

Romel pedagang lainnya mengaku kesulitan menjual batu akik yang sudah jadi cincin.Dalam sehari ia hanya bisa menjual 5 batu akik. "Dulunya saya bisa jual hingga 50," katanya.

Banyaknya batu akik yang tidak laku menyebabkan rumah Romel jadi tempat penampungan batu akik. "Ada empat ember batu akik di rumah saya," katanya.

Romel mengatakan, harga batu akik yang sudah menjadi cincin tak banyak berubah. Untuk Doko dijual Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Sedang Obi, Sisik Naga, Enrekang serta Alpin dijual seharga 250 ribu.

"Harganya tetap," kata dia.

Yang turun, kata Romel, adalah harga cincin ikatannya.Dari Rp 70 ribu kini dijualnya Rp 50 ribu.

Seorang penjual coba berkreasi dengan menjual bongkahan batu akik yang sudah dipotong kecil - kecil dengan harga Rp 10 ribu. "Rp 10 ribu jo om," kata dia. (Arthur Rompis)

Sumber: Tribun Manado
Tags
batu akik
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved