Minggu, 5 Oktober 2025

Bekas LJK Ujian Nasional Dijual ke Loak: Hasil Penjualan Dibagi-bagi Staf Disdik Jabar

seharusnya bekas Lembar Jawaban Komputer bekas Ujian Nasional itu dimusnahkan dan tidak diperjualbelikan.

Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan
UN SUSULAN SMP - Peserta ikuti Ujian Nasional (UN) susulan di SMP Negeri 2 Semarang, jalan Brigjen Katamso, Kota Semarang, Jateng, Senin (29/04/2013). Sebanyak 14 siswa dari 10 SMP di Kota Semarang mengikuti UN susulan mata pelajaran Bahasa Indonesia. (TRIBUN JATENG/Wahyu Sulistiyawan) 

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Bekas lembar jawaban komputer (LJK) peserta ujian nasional (UN) tingkat SD-SMP-SMA sederajat di Jawa Barat tahun 2013 diduga dijual alias dilego ke pengepul kertas bekas atau tukang loak. Padahal seharusnya bekas LJK itu dimusnahkan dan tidak diperjualbelikan.

Sumber Tribun mengungkapkan, bekas LJK itu beratnya mencapai 600 ton. Satu kilogram kertas bekas itu dijual seharga Rp 3.000. Jadi jika beratnya mencapai 600 ton atau 600.000 kilogram maka dikali Rp 3.000 nilainya mencapai Rp 1,8 miliar.

"Pertanyaannya, uang itu larinya ke mana? Ini yang harus diselidiki oleh aparat penegak hukum," kata Ketua Lembaga Pemerhati Hukum dan Kebijakan Publik, Erlan Jaya Putra SH MH, di Bandung, Senin (24/2/2014).

Menurut Erlan, pada kasus ini ada dua pelanggaran yang terjadi. Pertama, aparat Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat tidak melakukan tugasnya dengan baik. Seharusnya, kata Erlan, barang itu dimusnahkan dengan cara dicacah atau dibakar. Tapi yang terjadi, aparat Disdik justru mendiamkannya.

Kesalahan kedua, kata Erlan, barang milik negara itu justru dijual ke pihak ketiga, dalam hal ini tukang loak. Kalaupun penjualan kertas bekas itu dibenarkan oleh undang-undang, uang hasil penjualannya harus masuk ke kas negara.

"Jadi, kalau uangnya masuk ke kantong pribadi, ini termasuk kategori korupsi. Aparat penegak hukum harus menyelidiki kasus ini," kata Erlan.

Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jawa Barat Wahyudin Zarkasyi ketika dikonfirmasi Tribun tentang temuan ini menolak memberikan tanggapan. Wahyudin justru menyarankan agar menemui Sekretaris Disdik Jabar Dedy Sutardy.

Namun Dedy pun enggan memberikan tanggapannya. "Waduh, maaf saja, kasus itu bukan kewenangan saya," kata Dedy, kemarin.

Wahyudin kemudian menyarankan agar menemui mantan kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah yang sekarang menjabat sebagai Kabid Pendidikan Menengah dan Tinggi Disdik Jabar, Yessa Sarwedi Hami Seno.

Ditemui di ruang kerjanya kemarin, Yessa mengakui bahwa bekas LJK peserta UN itu memang dijual ke tukang loak oleh anak buahnya. Mereka, kata Yessa, menjual kertas bekas itu semata-mata karena faktor ekonomi.

"Yang menjualnya staf dan para pegawai kecil di Balai Pendidikan dan Pelatihan Teknik (BPPT) Disdik Jabar. Uangnya terus dibagi-bagi sama mereka," kata Yessa.

Menurut Yessa, kertas bekas yang dijual itu hanya bekas LJK peserta UN tingkat SMP. Dan beratnya tidak mencapai 600 ton, tapi hanya enam ton. Dan harga jualnya pun, kata Yessa, hanya Rp 1.000 per kilogram.

"Jadi kalau 6 ton atau 6.000 kilogram dikali Rp 1.000, hanya Rp 6 juta. Dan uangnya pun langsung dibagi-bagikan sama staf dan pegawai di BPPT," kata Yessa.

Yessa mengatakan, Disdik Jabar memang hanya mengelola bekas LJK peserta UN tingkat SMP. Bekas LJK tingkat SD dan sederajat, kata Yessa, dikelola oleh disdik kabupaten/kota setempat. Adapun untuk tingkat SMA sederajat dikelola oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Yessa mengatakan, ia sudah menginstruksikan kepada anak buahnya agar kertas bekas LJK itu segera dimusnahkan setelah tak ada lagi komplain dari peserta UN. Namun kenyataan di lapangan, kata Yessa, kertas bekas itu justru dimanfaatkan oleh anak buahnya untuk dijual.

"Saya tidak tahu aturannya seperti apa. Tapi perintah dari pusat memang harus dimusnahkan. Saya kemudian meneruskan perintah ini ke staf di BPPT. Tapi ternyata dimanfaatkan oleh mereka karena bernilai ekonomi," ujar Yessa.

Yessa meyakini, total berat kertas bekas LJK untuk peserta UN tingkat SD-SMP-SMA sederajat se-Jawa Barat tidak akan mencapai 600 ton. Sebagai gambaran, kata Yessa, untuk tingkat SMP peserta UN di Jabar mencapai 600.000 siswa. Untuk tingkat SMP ada empat mata pelajaran yang diujikan. Ini berarti, kata Yessa, 600.000 siswa dikali empat lembar, jumlahnya mencapai 2,4 juta LJK.

Untuk tingkat SMA, kata Yessa, ada 400.000 siswa dan seorang siswa mendapat enam lembar LJK. Jadi, untuk tingkat SMA di Jabar mencapai 1,8 juta LJK. Jika LJK untuk SMP dan SMA dijumlahkan, kata Yessa, jumlahnya mencapai 4,2 juta LJK.

Untuk tingkat SD jumlah siswa mencapai 800.000 dan seorang murid mendapatkan 3 LJK. Jika jumlah siswa dikalikan dengan jumlah LJK, jumlahnya mencapai 2,4 juta LJK. Jadi total LJK untuk SD-SMP-SMA sederajat di Jabar mencapai 6,6 juta LJK.

"Apakah 6,6 juta lembar LJK itu beratnya mencapai 600 ton? Saya juga kaget ada informasi yang menyebutkan kertas bekas itu mencapai 600 ton," ujar Yessa.

Meski begitu, kata Yessa, pihaknya menyadari penjualan kertas bekas itu tidak bisa dibenarkan. Sebab, menurut prosedur operasi standar (SOP)-nya memang harus dimusnahkan. Ke depan, kata Yessa, pihaknya akan menertibkan penjualan kertas bekas tersebut. SAN/TRIBUN JABAR

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved