Campak di Timor Tengah Selatan Renggut 10 Nyawa
Para korban tidak ditampung pada salah satu tempat, namun dirawat oleh kedua orangtua mereka di rumah masing-masing
Laporan Wartawan Pos Kupang, Thomas Duran
TRIBUNNEWS.COM, SOE - Panas tinggi disertai bintik-bintik merah menyerupai serampah atau campak di Desa Nuapin, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), sejak akhir Agustus 2013 memakan korban. Sepuluh anak
meninggal dunia dan 53 lainnya dirawat.
Pantauan Pos Kupang (Tribunnews.com Network), Jumat (27/9/2013) pagi di rumah orangtua korban Medi Tabelak (10), Jeni Noel (7) dan Nurti Kolo (10 bulan), ketiga anak ini masih dalam kondisi lemas. Para korban tidak ditampung pada salah satu tempat, namun dirawat oleh kedua orangtua mereka di rumah masing-masing.
"Anak-anak kami tidak dirawat di Posdes, tetapi di rumah kami masing-masing. Petugas kesehatan yang datang membagikan obat-obatan," kata orangtua anak, Theresia Pitay, Melianus Noel, saat ditemui di kediaman mereka, Jumat (27/9/2013) pagi.
Hal senada disampaikan Marteda Tabelak, Marteda Kolo dan Nelci Tafetin di tempat terpisah, selama sakit sejak akhir Agustus 2013, anak-anak mereka tidak dibawa ke Posdes karena Bidan Debora Sabuna sering tidak berada di tempat.
"Bidan lebih banyak tinggal di SoE, dia datang setiap tanggal 17 sampai 20 bulan berjalan untuk mengikuti kegiatan posyandu dan setelah itu dia kembali ke SoE. Ke-10 anak yang meninggal akibat serampah dan selama sakit orangtua membawa anak-anak ke Posdes, namun bidan tidak berada di tempat. Masyarakat selalu mendatangi Posdes, namun tidak ada bidan dan kami sangat kecewa," kata Tafetin.
Marteda Kolo dan Nelci Tafetin, nenek dua korban meninggal dunia, Noni Kolo dan Yufri Fobia (10 bulan), mengaku sangat kecewa dengan bidan yang sering meninggalkan tugas sehingga cucu mereka yang menderita sakit serampah meninggal dunia.
"Kami mau bawa anak dan cucu kami Posdes, namun bidan Debora Sabuna tidak berada di tempat dan setelah kejadian baru dia datang. Baru hari Selasa tanggal 24 September 2013, dia bersama beberapa dokter keluar masuk rumah para penderita untuk memberikan pengobatan, sementara 10 anak yang meninggal bidan tidak tahu," tegas Tafetin.