Sabtu, 4 Oktober 2025

Ilegal Logging

Per Tahun 160 Ribu Ha Hutan di Riau Rusak

Entah pakai cara apalagi untuk menghilangkan penebangan liar di Riau. Keuntungan sesaat -apalagi hanya dinikmati segelintir orang- tak sebanding dengan kerusakan parah akibat ulah para pelaku illegal logging.

Editor: Anton
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru Hengki Seprihadi


TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU
- Entah pakai cara apalagi untuk menghilangkan penebangan liar di Riau. Keuntungan sesaat -apalagi hanya dinikmati segelintir orang- tak sebanding dengan kerusakan parah akibat ulah para pelaku illegal logging.

Sudah bertahun-tahun pohon-pohon di hutan di Riau dibabat secara ilegal. Sudah berkali-kali pula, polisi menangkap pelaku. Tapi, penebangan liar masih saja tetap terjadi.

Kasus terbaru di Mandau yang terungkap, Selasa (13/4), sebagai buktinya. Bayangkan 280 hektare hutan di sana jadi gundul karena ulah segelintir orang ini.
Dampak nyata yang merusak sebenarnya sudah bertahun-tahun dialami. Saat ini saja, suhu udara di Riau sudah mencapai 34,56 derajat Celsius, di atas  rata-rata suhu normal wilayah Riau, sekitar 32 derajat Celsius.

Ulah segelintir orang ini menyebabkan enam juta lebih penduduk Riau menderita. Belum lagi misalnya kabut asap akibat pembakaran -bukan kebakaran- hutan di Riau.

Jangan heran bila Riau dicap sebagai salah satu wilayah yang memiliki andil cukup besar dalam kerusakan lingkungan di Indonesia.

Penebangan liar, pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit, serta pembukaan hutan untuk tanaman industri telah menyebabkan 52 juta hektare dari 125 juta hektare hutan Indonesia rusak dengan tingkat kerusakan 40 persen.
Pemerintah pun direpotkan. Kementerian Kehutanan telah menganggarkan dana Rp 2 triliun pada 2010 khusus untuk penghijauan hutan yang gundul.
Sangat Besar

Dalam kasus ilog di Mandau, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Susanto Kurniawan menjelaskan, jika menggunakan asumsi paling minimun, di hutan gambut potensi kayu adalah 80 meter kubik per hektare.
"Jika luasnya 280 ha kita bisa hitung lah berapa potensi kayunya, saya pikir cukup besar," jelas Susanto.

Susanto mengatakan, kayu hasil kegiatan pembalakan liar sebagian besar mengalir ke industri pulp yang ada di Riau.
"Karena kalau kita lihat, ini kan berawalnya dari tidak seimbangnya supply dan demand di industri pulp itu. Artinya bahan baku yang dari HTI dan segala macam itu tidak cukup memenuhi kapasitas pabrik pulp. Inilah yang memicu maraknya illegal logging. Karena orang berpikir ketika ada kayu, maka sudah ada yang menampung," jelas Susanto.

Susanto memperkirakan, dari industri pulp yang ada di Riau, sekitar 40 persen bahan bakunya tidak bisa dipenuhi sendiri dari sumber bahan baku yang ada. "Dan ini memberi kontribusi terhadap kerusakan hutan di Riau," ujar Susanto.
Kegiatan pembalakan liar di Riau menurut Susanto juga telah ikut menggerus kondisi hutan alam di Riau.

Pihaknya mencatat pada periode 2005 hingga 2007 rata-rata kerusakan hutan per tahun sebesar 160 ribu hektare.

"Pada tahun 2007 dan 2008, kegiatan itu berkurang drastis, karena penegak hukum benar-benar menjalankan fungsinya. Nah, pasca keluarnya SP3 pada pergantian 2008 dan 2009, eskalasi kegiatan illegal logging kembali marak," ujar Susanto.

Dijelaskan Susanto, kawasan yang rawan kegiatan pembalakan liar adalah kawasan hutan gambut. Karena kawasan nongambut hanya tersisa di kawasan taman nasional dan kawasan rencana perluasannya.

"Dari hutan gambut di Riau yang berjumlah sampai 4 juta hektare, sekitar 1,6 juta hektare saja yang tersisa saat ini. Jumlah yang 1,6 juta ini masih berstatus hutan produksi yang bisa dikonversi," katanya.

Mengenai status hutan produksi pada hutan gambut itu, Susanto mengatakan, selama belum ada padu serasi antara tata guna hutan kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), maka yang dipakai adalah TGHK.

"Dalam TGHK, belum ada yang namanya kawasan lindung gambut. Sehingga sebahagian besar hutan gambut Riau masih berstatus hutan produksi yang bisa dikonversi. Kawasan itu lah yang selama ini kita kenal dengan blok Kerumutan, Semenajung Kampar, Sinepis, dan Giam Siak Kecil. Kawasan- kawasan ini masih berpotensi untuk terus dirambah," ujar Susanto.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved