Jumat, 3 Oktober 2025

Ramadan 2020

Shalat Idul Fitri Dilaksanakan Sendiri di Rumah, Penjelasan Hukum dan Keabsahannya

Salat Idul Fitri adalah ibadah shalat yang hukumnya sunnah muakkadah. Tidak disyaratkan harus melaksanakan salat tersebut secara berjamaah di masjid

Penulis: Muhammad Husain Sanusi
Editor: Daryono
Express.co.uk
Ilustrasi Umat Islam mengerjakan Shalat Idul Fitri di lapangan. Di masa wabah pandemi Covid-19 yang belum selesai umat Islam dibolehkan menggelar shalat Idul Fitri sendiri di rumah masing-masing untuk mencegah penularan wabah dan untuk keselamatan jiwa manusia. 

TRIBUNNEWS.C0M - Pelaksanaan Shalat Idul Fitri maklum diketahui selalu dikerjakan secara berjamaah baik di masjid maupun di lapangan.

Namun situasi berbeda ketika Pandemi Covid-19 belum berakhir saat Idul Fitri nanti tiba, umat Islam mengalami kendala untuk melaksanakannya secara berjamaah baik di Masjid/Musholla maupun lapangan.

Upaya pencegahan menularnya wabah dan demi menjaga keselamatan jiwa manusia menjadi alasan shalat Idul Fitri dilaksanakan secara mandiri atau sendirian di rumah masing-masing.

Lalu bagaimana hukum mengerjakan salat Idul Fitri sendirian di rumah? Bagaimana keabsahannya, berikut penjelasannya dikutip dari harakah.id:  

Shalat Idul Fitri merupakan salah satu ibadah sunnah dalam Islam.

BACA JUGA: https://harakah.id/hukum-shalat-idul-fitri-sendiri-di-rumah-saat-pandemi-apakah-boleh-dan-sah/

Dalam mazhab Syafi’i, shalat ini dihukumi sunnah muakkadah.

Syekh Abu Syuja’ Al-Syafi’i mengatakan dalam kitab Matan Taqrib,

وَصَلَاة الْعِيدَيْنِ سنة مُؤَكدَة وَهِي رَكْعَتَانِ يكبر فِي الأولى سبعا سوى تَكْبِيرَة الْإِحْرَام وَفِي الثَّانِيَة خمْسا سوى تَكْبِيرَة الْقيام

Shalat Idul Fitri dan Idul Adha adalah sunnah muakkadah. Ia dilaksanakan sebanyak dua rakaat. Pada rakaat pertma, seseorang bertakbir sebanyak tujuh kali selain takbiratul ihram. Dalam rakaat kedua, seseorang bertakbir sebanyak lima kali selain takbir ketika berdiri dari sujud (Kifayatul Akhyar Fi Halli Ghayat Al-Ikhtishar, hlm. 148).

Sunnah muakkadah berarti shalat sunnah sangat dianjurkan. Tetapi kesunnahan ini tidak sampai derajat wajib. Ketika tidak dilaksanakan, seseorang tidak akan mendapat dosa sedikit pun.

Jika bisa dilaksanakan tentu ada pahala yang menanti. Di sinilah keutamaan shalat Idul Fitri itu. Tentang cara pelaksanaannya, sebagaimana disinggung Syekh Abu Syuja’ di atas, adalah dengan shalat sebanyak dua rakaat.

Rakaat pertama dianjurkan melakukan takbir sebanyak tujuh kali. Rakaat kedua dianjurkan disertai membaca takbir sebanyak lima kali.

Untuk keabsahan shalat sunnah Idul Fitri, tidak disyaratkan harus berjamaah. Jadi, shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan sendiri, tanpa berjamaah dan tetap sah.

Shalat Idul Fitri memang disunnahkan untuk berjamaah. Dan hal ini tidak mengharuskan batal jika dilaksanakan tidak secara berjamaah.

Imam Al-Nawawi dalam kitab Majmu’ berkata,

تُسَنُّ صَلَاةُ الْعِيدِ جَمَاعَةً وَهَذَا مُجْمَعٌ عَلَيْهِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ الْمَشْهُورَةِ فَلَوْ صَلَّاهَا الْمُنْفَرِدُ فَالْمَذْهَبُ صِحَّتُهَا

Disunnahkan melaksanakan shalat Id secara berjamaah. Ini adalah masalah yang disepakati karena didasarkan kepada hadis-hadis yang shahih lagi masyhur. Jika seseorang melaksanakannya secara tidak berjamaah, maka menurut pendapat yang kuat, hukumnya sah. (Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab, jilid 5, hlm. 19).

Imam Abu Ishaq Al-Syirazi dalam Muhadzdzab berkata,

روى المزني رحمه الله انه يجوز صلاة العيد للمنفرد والمسافر والعبد والمرأة وقال في الاملاء والقديم والصيد والذبائح لا يصلي العيد حيث لا تصلي الجمعة فمن اصحابنا من قال فيها قولان (احدهما) لا يصلون ” لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ بمنى مسافرا يوم النحر فلم يصل ” ولانها صلاة شرع لَهَا الْخُطْبَةُ وَاجْتِمَاعُ الْكَافَّةِ فَلَمْ يَفْعَلْهَا الْمُسَافِرُ كالجمعة والثانى يصلون وهو الصحيح لانها صلاة نفل فجاز لهم فعلها كصلاة الكسوف ومن اصحابنا من قال يجوز لهم فعلها قولا واحدا وتأول ما قال في الاملاء والقديم علي انه اراد لا يصلى بالاجتماع والخطبة حيث لا تصلى الجمعة لان في ذلك افتياتا على السلطان

Imam Al-Muzanni meriwayatkan bahwa boleh shalat Id bagi orang yang munfarid (tidak berjamaah), musafir, budak, dan perempuan. Imam Syafi’i berkata dalam kitab Al-Imla’ dan dalam Qaul Qadim, seseorang tidak perlu shalat Id sekira tidak wajib jumat. Sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa dalam masalah ini memang ada dua pendapat. Pertama, mereka (munfarid, musafir, dll) tidak perlu shalat Id. Karena Nabi SAW pernah berada di Mina sebagai musafir pada Idul Adha, beliau tidak shalat Id. Alasan lainnya, shalat Id adalah shalat yang disyariatkan khutbah di dalamya dan berkumpulnya banyak orang. Maka tidak perlu melaksanakannya seorang musafir. Kedua, mereka shalat Id. Ini adalah pendapat yang shahih. Karena shalat Id adalah shalat sunnah. Maka boleh bagi mereka (musafir, munfarid, dll) melaksanakannya sebagaimana shalat kusuf. Ada pula di antara ulama mazhab Syafi’i yang berpendapat bahwa dalam mazhab hanya ada satu pendapat, yaitu boleh melaksanakan Id secara sendiri. Mereka memahami perkataan dalam kitab Al-Imla’ dan Qaul Qadim dengan mengkhususkannya bagi orang yang memang tidak ingin shalat dengan cara berjamaah dan berkhutbah, sekira tidak wajib dilaksanakan shalat Jumat. Hal itu karena ada unsur perlawanan terhadap penguasa (jika dilakukan). (Majmu’ Syarah Muhadzdzab, jilid 5, hlm. 25).

Imam Al-Ramli berkata dalam kitab Nihayah Al-Muhtaj,

(وَ) تُشْرَعُ أَيْضًا (لِلْمُنْفَرِدِ وَالْعَبْدِ وَالْمَرْأَةِ وَالْمُسَافِرِ) وَالْخُنَثِي وَالصَّبِيِّ فَلَا يُعْتَبَرُ فِيهَا شُرُوطُ الْجُمُعَةِ مِنْ جَمَاعَةٍ وَعَدَدٍ وَغَيْرِهِمَا

Dan shalat Id juga disyariatkan bagi seorang munfarid, budak, perempuan dan musafir, khuntsa, dan anak kecil. Tidak perlu dipenuhi syarat-syarat Jum’at seperti dilaksanakan secara berjamaah dan oleh bilangan tertentu orang, dan lannya. (Nihayah Al-Muhtaj Ila Syarhi Al-Minhaj, jilid 2, hlm. 286).

Syekh Mustafa Bugha dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘Ala Mazhab Al-Imam Al-Syafi’i mengatakan,

أما النوافل التي تستحب فيها الجماعة، فهي: صلاة العيدين، صلاة التراويح، صلاة الكسوف والخسوف، صلاة الاستسقاء

Adapun shalat sunnah yang dianjurkan berjamaah dalam pelaksanaannya adalah shalat Idul Fitri dan Idul Adha, Shalat Tarawih, Shalat Kusuf dan Khusuf, dan Shalat Istisqa’. (Al-Fiqh Al-Manhaji, jilid 1, hlm. 220).

Berangkat dari keterangan ini, pelaksanaan shalat Idul Fitri secara berjamaah adalah kesunnahan. Tidak terkait dengan keabsahan shalat tersebut.

Keterangan di atas juga menjadi solusi bagi umat Islam bahwa ketika mereka dilarang pemerintah shalat Idul Fitri berjamaah di masjid atau lapangan, mereka dapat menunaikannya di rumah masing-masing.

Sekalipun tanpa khutbah, hal itu tidak mengapa. Karena berjamaah dan berkhutbah dalam shalat Id adalah kesunnahan. Tidak berdosa jika tidak dilakukan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved