Ramadan 2016
Etika Alquran
PRINSIP kebajikan menurut Alquran selalu dimulai dari kesadaran dan komitmen ritual-vertikal, diteruskan dengan komitmen dan aksi sosial-horisontal.
Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
TRIBUNNEWS.COM - PRINSIP kebajikan menurut Alquran selalu dimulai dari kesadaran dan komitmen ritual-vertikal yang diteruskan dengan komitmen dan aksi sosial-horisontal. Keseimbangan ibadah ritual dan sosial ini menjadi ciri menonjol dari ajaran dasar Islam.
Ini sangat jelas tertulis dalam Alquran (2:177). Secara kronologis dijelaskan, kebajikan itu dimulai dengan beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab suci, dan nabi utusan Allah.
Berdasarkan iman itu, diteruskan dengan perintah untuk mendermakan harta kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, membantu orang yang mendapatkan kesulitan dalam perjalanan, memberi bantuan pada orang fakir yang meminta sedekah, dan memerdekaan atau meringankan nasib orang yang hidupnya tertindas.
Dalam ayat ini, keimanan kepada Allah dan para nabi lalu diteruskan pada perintah ibadah sosial. Yang menarik diperhatikan, setelah dua perintah itu baru dilanjutkan dengan perintah mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, menepati janji, dan bersikap sabar, tahan uji dan konsisten sekalipun didera berbagai cobaan yang cenderung membuat kita putus asa.
Di ujung ayat disebutkan, demikian itu sebagai tanda orang-orang yang benar dan meraih derajat ketaqwaan. Surat Al-Baqarah ayat 177 seakan merupakan jantungnya Alquran dan saripati ajaran Islam.
Iman kepada Allah dan hari akhir berulangkali disebutkan dalam Alquran dan sabda Rasulullah, yang kemudian di antara keduanya dimunculkan berita dan berbagai perintah lain. Fondasi agama dan berbagai perintah agama selalu dimulai dengan iman kepada Allah lalu berita hari akhir dan keabadian jiwa.
Mengapa orang beragama? Mengapa orang selalu ingin berbuat baik? Satu di antara motifnya adalah karena ingin selamat dan hidup bahagia di akhirat kelak setelah kematian. Makanya logis jika muncul pendapat, keyakinan akan kematian, dan hidup abadi di balik kematian yang mendorong orang untuk mendalami dan mengamalkan perintah agama.
Meski hidup di akhirat selalu menjadi dorongan dan pertimbangan untuk beribadah dan berbuat baik, ayat Alquran di atas secara jelas dan tegas memerintahkan keimanan pada Allah serta mendirikan salat saja tidak cukup mendatangkan kebaikan (al birru), jika sesesorang tidak peduli pada nasib sesamanya serta menepati janji-janji yang diucapkan.
Dengan demikian, ibadah ritual-individual, ibarat sayap, baru sebelah jika tidak dilengkapi dengan ibadah sosial, sebagai sayap lain, untuk bisa terbang meraih kebaikan dunia dan akhirat. Jika kita pahami dan renungkan berbagai ayat Alquran, akan terlihat muara atau buah dari keimanan itu adalah berbuat ihsan. Berbagai pertolongan dan kebaikan dalam relasi sosial.
Jika sosok Rasulullah Muhammad SAW dan perjalanan hidupnya diposisikan sebagai role model atau uswah hasanah dari ajaran dasar Islam, akan terlihat bahwa agenda membangun peradaban lebih menonjol dan dominan daripada agenda perintah ritual.
Dari rangkaian ayat di atas tergambar jelas perintah menegakkan salat, misalnya, merupakan satu mata rantai dan bagian integral dari perintah lain berupa kepedulian sosial. Ini senafas dengan doa yang selalu dipanjatkan seorang muslim, untuk mendapatkan kebaikan akhirat didahului dengan keberhasilan membanguan kebaikan dunia .