Idul Fitri 2014
Perajin Emping Mlinjo Tak Mampu Lagi Layani Pesanan
Perempuan berkacamata tersebut sudah tidak mampu memenuhi permintaan emping melinjo yang meningkat hingga 100 persen menjelang Idul Fitri.
Editor:
Gusti Sawabi
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hamim Thohari
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Memasuki pertengahan bulan Ramadan, Dwi Kartini sudah tidak menerima pesanan emping melinjo lagi. Perempuan berkacamata tersebut sudah tidak mampu memenuhi permintaan emping melinjo yang meningkat hingga 100 persen menjelang Idul Fitri.
Dwi Kartini adalah satu diantara 35 perajin emping melinjo yang ada di desa Tegalkenongo, Kelurahan Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Tegalkenongo sendiri merupakan salah satu desa di daerah Bantul yang terkenal menjadi sentra industri rumahan emping melinjo.
Usaha rumahan tersubut telah dirintis sejak awala tahun 70-an. Inung Rismawati, ketua koperasi Emping Kenanga menjelaskan, awalnya usaha emping melinjo di Tegalkenongo dirintis oleh tiga orang.
“Dari tiga orang sekarang menjadi 35 industri rumahan. Usaha emping melinjo ini dulunya sempat lesu, tetapi mulai awal tahun 90-an mulai bergairah kembali,” ungkap wanita yang sering disapa Inung tersebut ketika ditemuai di kediamanya, Selasa (15/7)
Seiring berkembangnya jaman, usaha rumahan emping melinjo Tegalkenongo juga melakukan berbagai inovasi. Para perajin emping membuat emping melinjo dengan beragam rasa, mulai dari gurih, pedas, pedas manis, dan manis.
Saat ini para perajin emping di Tegalkenongo mampu memproduksi emping melinjo yang dapat dikonsumsi oleh para penderita asam urat. “Bekerjasama dengan Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, kami memproduksi emping rendah purin. Emping ini aman dikonsumsi bagi mereka yang menderita asam urat,” terang Inung.
Menjelang tibanya Idul Fitri, permintaan emping mlinjo di Tegalkenongo bisa meningkat hingga 100 persen. Dijelaskan oleh Dwi Kartini, walaupun permintaan meningkat, pihaknya tidak menaikan harga jual produknya.
Berdasarkan penjelasan Dwi Kartini, emping mlinjo Tegalkenongo memiliki cara yang khas dalam pembuatanya. Untuk penumbukan melinjonya harus menggunakan alas berupa batang pohon asem.
Setiap memasuki bulan Ramadan, Dwi Kartini selalu kuwalahan untuk memenuhi permintaan emping melinjo. “Karena semuanya masih dikerjakan secara manual, maka jumlah produksi kami terbatas. Satu orang hanya mampu membuat empat kilogram emping per harinya, dan orang yang bisa membuat emping pun terbatas jumlahnya,” terang Dwi Kartini. (Tribunjogja.com)