Setinggi Apa pun Jabatannya Masuk Masjid Ini Wajib Merendah
MASJID Agung Sang Cipta Rasa (Masjid Agung )Kasepuhan Cirebon memiliki pintu yang unik. Pintu rendah mengingatkan umat selalu merendah dihadapanNYA.
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - MASJID Agung Sang Cipta Rasa atau Masjid Agung Kasepuhan merupakan satu di antara masjid tertua dan unik di Kota Cirebon. Masjid ini memiliki tiga keunikan atau pembeda dengan masjid lainnya.
Pengurus masjid sekaligus imam di masjid itu, Hasan Muhjiddin, mengatakan keunikannya salah satunya ada;ah jumlah pintu masuk ke masjid utama. Masjid ini memiliki sembilan pintu masuk dengan tinggi pintu sekitar 1,5 meter. Pintu semakin rendah karena bagian atasnya kecil. Orang dewasa mau masuk ke atau ke luar dari masjid utama mesti merunduk supaya bisa melewati pintu itu.
Jumlah pintu itu mewakili Wali Songo atau Sembilan Wali. Pintu yang rendah, ucap Hasan, pun memiliki arti tersendiri. "Ada filosofinya. Setiap orang yang hendak menghadap Allah harus selalu merendah di hadapan-Nya," katanya.
Setinggi apa pun jabatan atau pangkatnya di luar, kata dia, saat masuk ke masjid dia bukan siapa-siapa. "Wali sengaja membuat pintu kecil demi mengingatkan bahwa kita tidak ada apa-apanya di hadapan Allah," ujarnya.
Keunikan lainnya di Masjid Agung Cirebon yang berdiri sejak lebih dari 500 tahun lalu itu memiliki azan pitu (tujuh). Hasan mengatakan azan tujuh bermula dari masa pembangunan masjid yang berlokasi di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, ini. Seorang imam mengajak salat umat dengan mengumandangkan azan. "Imannya tak kuat, lalu meninggal. Peristiwa itu berulang tiga kali," katanya.
Menyadari hal itu, kata dia, para wali menyepakati untuk mengumandangkan azan oleh tujuh muazin secara bersamaan. "Mereka tidak mengalami apa-apa," katanya.
Malah terdengar bunyi ledakan di kubah dan ternyata ada orang sakti bernama Aji Menjangan Wulung yang menghalangi pembangunan masjid. Karena azan tujuh itu, Aji Menjangan Wulung menjauh, tidak lagi mampu merintangi pendirian tempat ibadah itu.
Azan tujuh ini masih dilestarikan hingga saat itu, terutama sebelum salat Jumat. Sebenarnya, ucap Hasan, azan tujuh itu bukan keharusan. "Ini hanya untuk melestarikan sejarah. Lagi pula, selama ini memang tak ada yang mau mengumandangkan azan sendirian," ujar pria berusia 65 tahun itu.
Masjid Agung Kasepuhan tanpa kubah adalah keunikan berikutnya. Padahal, masjid-masjid lain selalu dilengkapi kubah. "Konon, awalnya masjid ini ada kubah, tetapi kemudian berpindah ke masjid di Banten," ujarnya.
Masjid Banten pun memiliki dua kubah. Peristiwa berpindahnya kubah itu masih berkaitan dengan kisah azan tujuh. Konon, kata Hasan, ledakan yang di atas atap seusai azan tujuh merupakan momen perpindahan kubah masjid itu ke Masjid Banten.