Minggu, 5 Oktober 2025

Banjir di Jabodetabek

Prihatin Musibah Banjir di Jabodetabek, Ini Imbauan dari Ikatan Arsitek Indonesia

Penanganan sungai harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya di Jakarta tetapi dari sumbernya di hulu hingga ke hilir.

Penulis: Sanusi
Tribunnews/Reynas Abdila
BANJIR BEKASI - Warga Perumahan Duren Jaya Bakasi belum dapat kembali ke rumahnya pasca kiriman air dan luapan kali Bekasi di Jalan Baru Underpass. Ketinggian air di masih di atas satu meter pada Rabu (5/4/2025) siang 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta turut prihatin atas musibah banjir yang kembali melanda kawasan Jabodetabek.

Banjir yang terjadi tidak hanya menyebabkan kerugian material tetapi juga mengganggu aktivitas masyarakat dan mengancam keselamatan warga. Fenomena ini bukan sekadar bencana alam, tetapi juga akibat dari permasalahan tata kota dan tata laku yang sudah lama terjadi dan belum terselesaikan dengan baik.

"Saat ini, kondisi lingkungan baik di hulu maupun hilir telah mengalami kerusakan yang signifikan. Kawasan hulu yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air semakin berkurang akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali," ujar Ketua IAI Jakarta Ar. Teguh Aryanto, Senin (10/3/2025).

Baca juga: Tanggulangi Bencana Banjir, Pemerintah Tertibkan Empat Vila di Kawasan Puncak Bogor

Sementara itu, wilayah hilir, khususnya Jakarta, semakin padat dengan bangunan yang mengurangi area resapan air dan memperparah dampak banjir. Oleh karena itu, perlu adanya langkah nyata dan sistematis untuk mengatasi permasalahan ini secara menyeluruh.

Menurut Teguh, sejumlah langkah yang perlu dilakukan yaitu Daerah hulu harus dijaga sebagai kawasan resapan air yang efektif. Penghijauan kembali, penghentian alih fungsi lahan yang tidak sesuai, serta pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus menjadi prioritas.

"Penanganan sungai harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya di Jakarta tetapi dari sumbernya di hulu hingga ke hilir. Upaya pengerukan, pelebaran, dan perbaikan sistem drainase perlu segera dilaksanakan," katanya.

Selain itu, kata Teguh, kesalahan dalam perencanaan tata kota yang menyebabkan penyempitan aliran air dan berkurangnya area resapan harus segera dibenahi. Penegakan aturan pembangunan harus dilakukan secara tegas untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut.

Untuk mengurangi dampak banjir, perlu diperbanyak waduk dan taman yang mampu menampung air hujan dan mengurangi aliran air permukaan.

Pembuatan sumur resapan, penggunaan material perkerasan yang lebih ramah lingkungan, serta penerapan konsep kota hijau perlu diperbanyak agar air dapat terserap ke dalam tanah dengan optimal.

Kajian dan implementasi pola hidup vertikal di Jakarta harus mulai dilakukan secara serius sebagai bagian dari solusi jangka panjang. Selain itu, desain rumah panggung yang lebih adaptif terhadap banjir perlu diperkenalkan dan diterapkan secara lebih luas.

Kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan sangat penting. Masyarakat perlu lebih disiplin dalam membuang sampah, menjaga kebersihan, serta mematuhi aturan pembangunan agar tidak memperburuk kondisi tata ruang kota.

"Pemerintah dan masyarakat harus memiliki sistem mitigasi yang baik, termasuk kesiapan dalam menghadapi banjir serta langkah-langkah pemulihan pasca bencana agar dampaknya dapat diminimalisir," ujarnya.

Teguh Aryanto menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk bahu-membahu dan secara konsisten menangani masalah banjir ini secara bersama. Tanpa upaya yang menyeluruh dan berkelanjutan, banjir akan terus menjadi permasalahan klasik yang menghantui Jabodetabek setiap tahunnya. 

"Kami percaya bahwa dengan kolaborasi yang erat dan keseriusan dalam implementasi solusi, masalah banjir dapat diatasi secara lebih efektif demi masa depan kota yang lebih baik dan berkelanjutan."

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved