Pilpres 2019
Politikus PDIP: Oposisi Penting Sebagai Kontrol Pemerintah
Anggota MPR RI fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu mengatakan oposisi harus tetap ada setelah Pilpres 2019.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota MPR RI fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu mengatakan oposisi harus tetap ada setelah Pilpres 2019.
Keberadaan oposisi penting sebagai pihak yang mengkritisi dan mengontrol pemerintah.
Hal itu agar pemerintah tidak berbuat sewenang-wenang dalam menjalankan amanah yang diberikan rakyat.
Demikian dikatakan Masinton dalam Diskusi Empat Pilar MPR bertajuk 'Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Pasca Kontestasi Politik 2019', di Media Center Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
"Persatuan elite bukan berarti semua pro pemerintah. Harus tetap ada yang menjadi oposisi sebagai kritik dan kontrol pemerintah. Hanya saja jangan sampai keluar pernyataan yang bisa memecah belah rakyat," ujarnya.
Baca: Drama Korea The Secret Life of My Secretary Tayang 2 Juli 2019 di TransTV, Seperti Apa Kisahnya?
Baca: Ramalan Zodiak Cinta Sabtu 29 Juni 2019 bagi Para Jomblo: Scorpio Berhenti Sejenak, Leo Ingat Mantan
Baca: Gempur Rokok Ilegal Bea Cukai Madura dan Bea Cukai Bojonegoro Musnahkan Rokok Ilegal
"Oposisi tadi adalah melakukan kontrol dan pengawasan baik yang di parlemen maupun di pemerintahan. Ya tentu bagi legislatif sesuai tugasnya melakukan fungsi pengawasan," tambahnya.
Pasca putusan sengketa Pilpres 2019, struktur pemerintahan akan dibentuk Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Masinton berpandangan semua elite agar tak semua berbondong-bondong gabung ke pemerintahan.
"Dalam lima tahun mendatang, tetap harus ada yang beroposisi sebagai kontrol terhadap pemerintah. Dan pihak pemerintah pun harus sadar juga, menang itu bukan berarti tidak mengakomodir yang kalah," kata Anggota Komisi III DPR ini.
Sinyal 5 partai
Arah politik, parta-partai yang tergabung dalam koalisi Adil Makmur pun menjadi pembicaraan hangat setelah putusan MK.
Diketahui lima partai politik, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Berkarya tergabung dalam Koalisi Adil Makmur.
Beberapa partai dalam koalisi tersebut sedari awal sudah menegaskan akan menentukan arah politiknya setelah putusan MK.
Sinyal opsi akan bergabung dengan partai pemerintah atau Koalisi Indonesia Kerja, atau opsi tetap bersama Koalisi Adil Makmur untuk menjadi partai oposisi di parlemen sudah ditunjukan masing-masing elite partai.
1. Sinyal partai Berkarya
Sekjen Partai Berkarya, Priyo Budi Utomo, mengisyaratkan bila partai besutan Tommy Soeharto tersebut tetap berada dalam lingkaran koalisi Adil Makmur apa pun keputusan Mahkamah Konstitusi.

"Saya menganut mazhab bahwa membangun oposisi yang konstruktif dan kuat ke depan adalah pekerjaan halal dan barokah," kata Priyo di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019).
Baca: Seputar Koalisi Adil Makmur : Ada yang Ingin Gabung Pemerintah, Ada yang Ingin Dilanjutkan
Priyo memaklumi bahwa tak semua pihak di mana pun tak memiliki pertimbangan seperti dirinya.
"Godaan pragmatisme politik kan ada di depan kita. Semua ini tergantung bagaimana kita untuk hal ini," lanjutnya
2. Sinyal PKS
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengajak semua koalisi Adil Makmur dan Rakyat Indonesia menjadi Oposisi Konstruktif bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo–Maruf Amin.
"Saatnya kita merapikan barisan untuk menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah. Selama kita istiqomah membela rakyat sama saja kebaikan yang di dapat, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan," kata Mardani Ali Sera kepada Tribunnews.com, Jumat (28/6/2019).

Menurut Mardani Ali Sera, koalisi Adil Makmur sangat layak diteruskan menjadi kekuatan penyeimbang untuk mengawal agar pembangunan benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat.
Baca: Seusai Putusan MK, Maruf Amin Ucapkan Terimakasih dan Ungkap Rasa Syukur
Baca: Persiapkan Diri, Krisdayanti Tak Ingin Orang Berasumsi Jelek Soal Artis Jadi Anggota DPR RI
"Saatnya Membangun Oposisi kritis dan konstruktif. Untuk pembangunan bangsa berkelanjutan yang efektif perlu dikawal bersama, agar kesalahan-kesalahan periode sebelumnya bisa diperbaiki untuk kemakmuran rakyat," tegas Mardani Ali Sera.
"Kita berharap dan berdoa semoga kedepan bangsa ini memperoleh keberkahan, memuliakan ulama dan mencintai rakyatnya," ucapnya.
3. Sinyal Gerindra
Anggota Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri tidak ingin Prabowo Subianto bertemu Jokowi bila membicarakan tawaran koalisi.
"Kalau saya bilang jangan (bertemu), proses demokrasi itu adalah pemilihan," ujar Maher di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis tengah malam, (27/6/2019).
Dalam negara demokrasi idealnya menurut Maher pihak yang menang berada di pemerintahan, sementara yang kalah menjadi oposisi.
Sehingga, ada Check and Balance dan menjalankan roda pemerintahan.
"Jadi yang kalah biar tetap kalah, yang menang, (tetap) menang. Biar yang kalah di luar menjadi oposisi, kalau enggak, bukan demokrasi. Masa semua pada kongko-kongko. Jangan, yang sehat dong. Selalu ada check and balance, jadi yang kuasa dikontrol oleh oposisi," katanya.
Apalagi menurutnya, Prabowo didukung oleh 45 persen pemilih di Indonesia.
Baca: Terjadi Kecelakaan Beruntun di Matraman, Mobil Tabrak Angkot dan Pemotor Hingga Luka Parah
Baca: Bahas Koalisi, Pimpinan Partai Koalisi Adil Makmur Datangi Rumah Prabowo
Jumlah tersebut bukan lah kecil.
Amanat 45 persen pemilih tersebut yang harus tetap dijaga.
"Oposisi serius loh. 45 persen itu bukan kecil. Besar sekali, makanya, ini kan bukan masalah prabowo atau apa, ini masalah 45 persen itu 70 juta lebih. Harus dihargai," katanya.
Terkait kabar adanya internal Gerindra yang menginginkan adanya rekonsiliasi dan masuk koalisi pemerintah,menurut Maher merupakan hal yang biasa di negera demokrasi.
"Dimana mana itu selalu ada yang pro kontra. Namanya negara demokrasi engga ada yang diberangus, oh, lo pro atau lo kontra. Lo pun bebas, lo boleh kasih pendapat, engga ada yang menolak (melarang)," pungkasnya.
4. Sinyal Demokrat
Sekjen Partai Demokrat, Hinca Panjaitan mengatakan koalisi partai pengusung pasangan calon presiden pada Pemilu 2019 telah berakhir.
Termasuk koalisi Adil Makmur yang mengung pasangan calon Prabowo-Sandiaga.
"Koalisi 5 partai politik ini dalam rangka mengusung pasangan calon presiden dan cawapres. Kemarin setelah diketuk putusan oleh MK, tak ada lagi calon presiden. Yang ada adalah presiden terpilih, ada presiden tidak terpilih. Maka koalisi untuk pasangan calon presiden itu telah berakhir," kata Hinca di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Pertemuan pada hari ini pun bakal disampaikan Hinca kepada Majelis Tinggi Partai Demokrat, sehingga keputusan apakah bakal merapat ke pemerintah belum bisa diputuskan dalam waktu dekat.

"Kami sedang menuntaskan ini dulu satu-satu. Kalau ibarat pertandingan itu sudah ditiup, selesai, tentu salam-salam. Jadi sebelum ditiup enggak mungkin salaman," katanya.
Dikutip dari kompas.com, Ketua Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menyatakan partainya siap berada di dalam dan luar koalisi pemerintahan periode 2019-2024.
Baca: Bastian Steel Sebut Baru Pacaran di Usia 17 Tahun, Ibunda Shafa Harris Tak Percaya : Bohong Kamu
Meski demikian, ia mengatakan, Demokrat siap mendukung bila diminta Presiden Joko Widodo bergabung ke koalisi pemerintahan.
"Kalau Pak Jokowi meminta tentu kita siap mendukung beliau. Kalau tidak diminta kita juga siap," ujar Ferdinand saat dihubungi, Selasa (25/6/2019).
"Partai Demokrat tak akan mengajukan diri untuk diambil sebagai partai koalisi pemerintah. Tetapi kami lebih pasif dan akan menunggu. Kalau beliau mengajak tentu kami akan melakukan komunikasi nanti," tambahnya.
Ia menambahkan, saat ini partainya intensif menjalin komunikasi dengan koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Bahkan, komunikasi Demokrat lebih intensif dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf dibandingkan dengan koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ferdinand menambahkan, komunikasi Demokrat dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf saat ini sedang menyamakan persepi ihwal masalah-masalah pembangunan di Indonesia.
Ia mengatakan, komunikasi tersebut tak langsung menjurus membahas pembentukan koalisi pemerintahan.
Menurut dia, jika nantinya Jokowi mengajak Demokrat bergabung, maka komunikasi berlanjut antara Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Jokowi langsung.
"Apakah Pak Jokowi sebagai pemimpin presiden terpilih akan mengajak Partai Demokrat? Kalau beliau mengajak tentu kami akan melakukan komunikasi nanti. Dan level komunikasinya tentu pasti akan dengan ketua umum," lanjut Ferdinand.
5. Sinyal Partai Amanat Nasional (PAN)
Dikutip dari kompas.com, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan koalisi Adil dan Makmur telah berakhir menyusul hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh permohonan dalam sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan Tim Hukum 02.
Zulkifli memastikan, berakhirnya koalisi Adil dan Makmur tersebut sudah berdasarkan restu dari Prabowo sendiri.
"Saya tadi lama di tempat Pak Prabowo dari setengah dua sampai setengah lima. Pak Prabowo tadi menyampaikan ke saya dengan berakhir putusan MK, maka Koalisi (Adil dan Makmur) sudah berakhir," kata Zulkifli Hasan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/6/2019) malam.

Karena itu, terang Zulkifli, Prabowo pun mempersilakan kepada partai-partai di dalam koalisi Adil dan Makmur mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan langkah ke depan.
Baca: Bahas Koalisi, Pimpinan Partai Koalisi Adil Makmur Datangi Rumah Prabowo
"Silakan partai-partai mengambil inisiatif sendiri," kata Zulkifli menirukan pernyataan Prabowo.
Zulkifli memastikan, PAN akan segera melakukan rapat internal untuk menentukan langkah dan sikap partai.
Rapat internal partai, ujarnya, akan segera dilakukan dalam waktu dekat.
Meski demikian, dalam pemaparannya, Zulkifli tak menyebutkan apakah PAN akan memutuskan untuk mencoba bergabung dengan petahana atau tidak.
"Nanti akan ditentukan waktunya," kata Ketua MPR RI ini.