Kamis, 2 Oktober 2025

Pilpres 2019

NasDem: Kalau Semua Masuk Kabinet Buat Apa Ada Pilpres

Nasdem meminta Gerindra menjadi oposisi yang kontibutif bila kemudian Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pemilu Presiden 2019.

Tribunnews.com/Taufik Ismail
Politikus Partai NasDem Johnny G Plate 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai NasDem Johnny Plate meminta Gerindra menjadi oposisi yang kontibutif bila kemudian Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pemilu Presiden 2019.

"Gerindra, kalau dia kalah, kalah yang cerdas aja. Ini kita butuh juga pengawasan. Gerindra harus mampu oposisi yang kontributif," katanya di Jakarta, Rabu, (26/6/2019).

Jangan sampai menurutnya, usai Pilpres partai partai oposisi masuk ke dalam pemerintahan. Karena nantinya, tidak akan ada partai yang mengkritik pemerintah.

"Jangan semua menjadi kabinet, kalau semua masuk kabinet ini ngapain pilpres kalau semuanya di kabinet," katanya.

Ditambah lagi menurut Johnny terdapat perbadaan kebijakan yang diusung oleh partai partai yang selama ini berada di pemerintahan dengan di oposisi. Sehingga akan sulit bila kemudian berada di dalam pemerintahan.

Baca: Tanggapan Ustaz Felix Siauw Soal Kehadirannya di Balai Kota DKI Tuai Protes, Anies Ucap Begini

Baca: Era Digital Berikan Banyak Pilihan Bagi Milenial untuk Berinvestasi

Baca: Pemain Muda Persib Bandung Dipanggil Timnas Indonesia Jelang AFF U-18 Championship 2019

Baca: Kejurnas Oneprix-Indonesia Motorprix Championship 2019 Putaran I Digelar 7 Juli 2019 di Tasikmalaya

"Semua itu di bidang ekonomi itu berlawanan arah dengan program pak Jokowi, infrastruktur dia engga setujui, bagaimana pak Jokowi justru mau melanjutkan infrastruktur. Hutang dia engga setujui, pak jokowi mau meneruskan hutang yang produktif dan akuntabel, pajak kita membangun sistem perpajakan yang progresif dan teratur, mereka mau menurunkan tax rate, ini kalau bertentangan gitu gimana kabinet, nanti hanya membuat keributan, masalah yang tidak perlu aja," pungkasnya.

Demokrat: Koalisi Prabowo akan Bubar Sendiri

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan mengatakan, koalisi partai pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan berakhir seiring dengan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi.

Artinya, kata dia, koalisi Prabowo-Sandiaga secara resmi berakhir pada Kamis (27/6/2019) besok.

Bagaimana dengan Partai Demokrat?

Menurut Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, koalisi Prabowo-Sandiaga tanpa harus dibubarkan pun akan bubar sendiri.

"Bagi Partai Demokrat, saat ini koalisi itu dibubarkan atau tidak tentu akan bubar dengan sendirinya," ujar Ferdinand Hutahaean yang juga anggota BPN Prabowo-Sandiaga kepada Tribunnews.com, Rabu (26/6/2019).

Dasarnya koalisi Prabowo-Sandiaga itu dibentuk tujuannya adalah untuk pilpres, untuk memenangksn pilpres.

Jadi imbuh dia, koalisi Prabowo-Sandiaga itu bukan sebuah koalisi jangka panjang apalagi permanen.

Demokrat pun tegas dia, telah melakukan kewajibannya dalam koalisi dengan turut memenangkan Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019 lalu.

Baca: Reaksi Vanessa Angel Usai Divonis Hukuman 5 Bulan Penjara

Baca: Fakta-fakta Kasus Dugaan Pemalsuan Ijazah S2 & S3 oleh Pelawak Qomar, Sudah Dilaporkan Sejak 2017

Baca: Pengakuan Novel Bamukmin soal Izin Unjuk Rasa di MK Dipatahkan Polisi, Jubir BPN Bereaksi

"Dan hasil akhirnya akan kita lihat besok seiring dengan dibacakannya putusan Mahkamah konstitusi tentang sengketa PHPU yang diajukan oleh pihak Prabowo Sandi," jelas Ferdinand Hutahaean.

Dengan berakhirnya kompetisi pilpres Kamis (26/6/2019) besok, maka berakhir pula lah koalisi pilpres, demikian menurut Ferdinand Hutahaean.

Kecuali MK menetapkan pemilu ulang, maka koalisi akan terus berlangsung dengan segala kondisinya.

Tapi, kata dia, bila MK menguatkan keputusan KPU, maka otomatis koalisi BPN berakhir.

"Siapapun yang ditetapkan oleh MK besok, maka koalisi pilpres usai," tegas Ferdinand Hutahaean.

Demikian juga bila MK menetapkan Prabowo-Sandiaga menang pemilu, maka koalisi pilpres berakhir dan akan ditindak lanjuti dengan koalisi pemerintahan.

"Idealnya begitu karena tidak ada istilah winner take all. Kita harus membangun bangsa bersama-sama," ucap Ferdinand Hutahaean.

Wakil Ketua Umum PAN, Bara Hasibuan mengatakan, koalisi partai pengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berakhir seiring dengan pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi.

Baca: Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil dari Perbankan Konvensional dan Perbankan Syariah

Baca: Nasib Ditinggal Ayah Kerja, Anak Rio Dewanto Sering Mengigau Tengah Malam

"Bagi kami secara resmi, secara de jure, besok sudah selesai," ujar Bara di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

Menurut Bara, sebenarnya koalisi ini selesai setelah hari pencoblosan pada 17 April 2019. Akan tetapi, partai koalisi menghormati langkah konstitusional Prabowo-Sandiaga yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena itu, PAN tidak mengambil langkah khusus untuk menentukan sikap baru partai.

Menurut dia, setelah itu, partai koalisi bebas untuk menentukan sikap pasca-pilpres.

"Besok keputusan akan dibacakan oleh para hakim dan itu memang sudah selesai secara official. Tentu partai yang tergabung di koalisi memiliki otoritas penuh termasuk PAN untuk menentukan langkah selanjutnya," ujar Bara.

Bara mengatakan, PAN akan menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) setelah putusan MK selesai dibacakan.

Hal ini juga pernah disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Soeparno.

Eddy mengatakan, arah politik partainya akan diumumkan saat Mukernas yang akan digelar 1-2 bulan ke depan.

"Kami sudah mengkaji di internal PAN dan akan membahas tahapan yang lebih formal dalam Mukernas di satu hingga dua bulan ke depan. Di situlah PAN akan menentukan ke mana arah politik ke depan," ujar Eddy.

Keyakinan PKS

Anggota Dewan Syuro PKS Aboe Bakar Al Habsyi meyakini Partai Gerindra tidak akan masuk ke dalam pemerintahan bila ditawari bergabung oleh Jokowi.

Apabila kemudian Gerindra mengambil tawaran tersebut menurut Aboe, ia tidak bisa melarangnya.

"Saya tidak yakin Gerindra akan mengambil sikap yang demikian. Namun jika memang itu terjadi, mau bilang apalagi. Saya tidak bisa mengusik dapur orang, biarlah masing masing menentukan dapurnya," ujar Aboe di Jakarta, Rabu, (26/6/2019).

Menurut Aboe menjadi oposisi memang tidak mudah.

Baca: Saksi: Sekjen Kementerian Agama Tahu Haris Hasanuddin Sosok Bermasalah

Baca: Menteri Agama Hadir Sebagai Saksi Sidang Kasus Jual Beli Jabatan

Baca: Kadin Minta Pemerintah Beri Kepastian Soal Investasi di Pelabuhan Penunjang Tanjung Priok

Namun menurutnya hal tersebut harus dilakukan demi kebaikan jalannya bernegara.

"Buat PKS posisi dimanapun tidak masalah, asal semua untuk kebaikan bangsa. PKS sudah membuktikan bisa dalam koalisi pemerintahaan seperti saat dengan SBY, bisa juga kita di luar seperti sekarang," katanya.

Menurut Aboe keberadaan oposisi di negara demokrasi sangatlah penting.

Oposisi menjadi penyeimbang dan pengoreksi kebijakan pemerintah.

Baca: Kadin Minta Pemerintah Beri Kepastian Soal Investasi di Pelabuhan Penunjang Tanjung Priok

Demokrasi tidak akan berjalan bila tidak ada oposisi.

"Lebih sederhananya kita lihat orang naik sepeda, pedal kanan dan kiri harus digenjot bergantian, jika tidak nanti sepeda gak jalan. Lebih parahnya lagi jika sepeda gak jalan, pasti akan rubuh, kenapa? Karena keseimbangan sepeda diperoleh dengan berjalannya roda. Denikian juga demokrasi dan pemerintahan kita. Perlu oposisi untuk memberikan keseimbangan, agar pemerintahan bisa berjalan seimbang," ujarnya.

Jangan sampai tidak ada yang mengkritisi

Pengamat politik Hendri Satrio mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai politik oposisi untuk bergabung bersama partai politik pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Khususnya bagi Partai Gerindra yang dipimpin rival Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.

Apalagi tujuannya untuk rekonsiliasi pasca-pemilu 2019.

Baca: Bawaslu Mengaku Tidak Pernah Terima Komplain Dari BPN Soal Status Maruf Amin di Dua Bank Syariah

"Tawaran Jokowi sangat baik. Patut dihargai dan harus diapresiasi," ujar pendiri lembaga survei KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Rabu (12/6/2019).

Hanya saja, dia berpendapat, jangan sampai semua partai politik ada dalam satu kubu pemerintah.

Tanpa ada partai politik oposisi pemerintah dikhwatirkan tidak ada pihak yang mengkritisi kebijakan pemerintah.

Baca: Kivlan Zen Kirim Surat Kepada Menhan Minta Perlindungan Hukum

"Bila semuanya ada di kubu pemerintah, tanpa ada oposisi, tanpa ada yang mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah, tak ubahnya ini akan menjadi orde baru jilid II. Pada saat semua pejabat negara ketika menyanyikan lagu setuju," tegas Hendri Satrio.

Bila akhirnya keputusannya Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memutuskan bergabung ke koalisi pemerintah, maka dia berpesan, agar tetap kritis di parlemen.

Sehingga masih ada checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan) terjadi di negeri ini oleh wakil rakyat.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved