Pilpres 2019
Prabowo akan Konsultasikan Rencana Pertemuan dengan Jokowi Bersama Koalisi dan Pendukung
Setelah sampai di Indonesia Prabowo dikabarkan akan segera melangsungkan pertemuan dengan partai koalisi serta pendukung
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dikabarkan pulang ke Indonesia besok Rabu (26/6/2019) atau H-1 putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pilpres 2019 setelah sebelumnya berangkat ke Jerman untuk berobat dan menemui kolega bisnis.
Setelah sampai di Indonesia Prabowo dikabarkan akan segera melangsungkan pertemuan dengan partai koalisi serta pendukung.
Baca: Kata Luhut, Bisa Saja Kubu Oposisi Gabung Partai Koalisi Pemerintah
Dalam pertemuan nanti, selain membicarakan proses di MK, kabarnya Prabowo juga akan mengkonsultasikan rencana pertemuan dengan Jokowi dengan koalisi partai serta para pendukung.
“Setelah pulang hal pertama yang akan dilakukan Pak Prabowo adalah bertemu dengan partai koalisi dan pendukung, setelah itu baru diputuskan kapan saat yang tepat Pak Prabowo dan Pak Jokowi bertemu sebagai pertemuan sesama anak bangsa,” ungkap Juru Bicara BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandiaga di Kebayoran Baru, Jaksel, Selasa (25/6/2019).
Andre Rosiade mengatakan pertemuan dua kontestan Pilpres 2019 itu diinginkan semua pihak sebagai upaya menurunkan tensi di masyarakat yang disebabkan proses Pemilu 2019.
Ia pun menegaskan keduanya akan bertemu langsung tanpa melalui pihak ketiga.
Baca: Mungkinkah Jokowi Sambangi Rumah Prabowo Seperti 2014 Silam? Ini Kata Luhut
Hal itu disampaikannya untuk menepis isu pertemuan antara Prabowo dan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Budi Gunawan di Bali sebagai bagian dari rekonsiliasi.
“Besok Pak Prabowo baru pulang sehingga belum terpikirkan untuk melakukan pertemuan, kalau nanti pertemuan akan langsung di antara keduanya tanpa difasilitasi pihak ketiga, dan pastinya usai sidang MK,” pungkasnya.
Ada Kemungkinan Kubu Oposisi Bergabung
Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan tidak menutup kemungkinan kubu oposisi bergabung dengan pemerintah pascapemilu 2019.
Sebelumnya dikabarkan kubu posisi menjalin komunikasi dengan partai koalisi pemerintah dalam upaya rekonsiliasi pasca Pilpres 2019.
Baca: Jelang Putusan MK, Statement Bambang Widjojanto Jadi Bahan Tertawaan Advokat Sedunia
"Kalau itu sih saya kira tanya presiden ya. Tapi pada dasarnya tidak menutup kemungkinan-kemungkinan itu terjadi," kata Luhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (25/6/2019).
Hanya saja luhut mengaku tidak tahu apakah ada penawaran penawaran posisi atau jabatan tertentu dari Jokowi kepada oposisi dalam upaya menjalin rekonsiliasi itu.

Begitu pula dengan sosok yang diutus Jokowi dalam membuka komunikasi dengan kubu Prabowo.
"Kalau itu saya nggak tahu. Saya nggak mau jawab," katanya.
Sebelumnya permintaan adanya rekonsiliasi datang dari dua kubu baik itu TKN Jokowi-Maruf maupun BPN Prabowo-Sandiaga.
Sebagian dari mereka berpandangan bahwa dalam menjalin rekonsiliasi pasca Pilpres nanti tidak perlu adanya pembagian kekuasaan atau power sharing.
Ketua DPP PDI Andreas Hugo Pareira mengatakan apabila ada pembagian kekuasaan maka tidak akan ada yuang menjadi penyeimbang atau pengoreksi pemerintah.
“Siapa yang akan jadi partai penyeimbang di luar? Kami PDIP ini sudah pernah menjadi partai yang di luar pemerintahan 10 tahun dan kami merasakan betul manfaat jadi partai penyeimbang di luar pemerintahan itu penting,” kata Andreas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kamis (20/6/2018).
Hal senada disampaikanjuru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Saleh Partaonan Daulay.
Menurutnya dalam menjalin rekonsiliasi tidak harus ada pembagian kekuasaan (power sharing). karena menurutnya rekonsiliasi dijalin bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, melainkan untuk kepentingan bangsa.
"Engga mesti ya karena dalam rekonsiliasi itu kepentingan yang diajukan bukan sektoral parpol tapi keptingan bangsa dan negara. Kalau masih terus-terusan ribut maka engga akan selesai," kata Saleh di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Senin, (24/6/2019).
Baca: Pengacara Sebut Ada Upaya Pembungkaman di Balik Proses Hukum Ratna Sarumpaet
Selain itu menurut Saleh, dalam menjalin rekonsiliasi, tidak berarti harus mengakomodir semua partai masuk ke dalam pemerintahan. Dalam negara demokrasi harus tetap ada oposisi yang mengawasi pemerintahan.
"Dan harus dijaga kunci oposisi yang konstruktif, karena tanpa itu maka terlalu kuat pemerintahan, karena engga ada yang koreksi sama sekali dan sampaikan sesuatu yang berbeda, itu sangat tidak tepat," katanya.