Pilpres 2019
Respons Ketua PPLN Selandia Baru Sikapi Laporan TKN Soal Dugaan Kecurangan Penyelenggaran Pemilu
Panitia Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) untuk Wellington, Selandia Baru memberikan respons terkait laporan yang dibuat TKN Jokowi-Maruf.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panitia Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) untuk Wellington, Selandia Baru, Ridwan menanggapi laporan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) terkait dugaan kecurangan pada penyelenggaraan Pemilu di tujuh negara.
Selandia Baru masuk dalam tujuh negara yang dilaporkan ada dugaan kecurangan oleh TKN Jokowi-Maruf.
Ridwan menyebutkan berita dugaan kecurangan yang ditemukan di Selandia Baru tidak jelas dasarnya.
Baca: Lembaga Survei Dapat Dipidana Jika Tayangkan Quick Count Sebelum Pukul 15.00 WIB
“Kami PPLN dan KPPSLN (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri) tidak membatasi WNI yang telah terdaftar hak pilihnya dengan alasan keterbatasan waktu,” ujar Ridwan dikutip Tribunnews.com dari keterangan tertulisnya, Selasa (16/4/2019).
Secara umum dia pastikan, pemungutan suara di dua TPS Selandia Baru berjalan secara aman dan lancar serta tidak ada kericuhan sama sekali.
Baca: Menaker Terbitkan SE Hari Libur bagi Pekerja Saat Pelaksanaan Pemilu 2019
Dia menjelaskan, pemilu di Selandia Baru diselenggarakan dengan dua metode, yakni TPS dan melalui metode pos.
Penyediaan surat suara (SS) dari KPU ke PPLN memang dibatasi sebesar jumlah pemilih DPT per 15 Desember 2018 ditambah 2 persen surat suara cadangan.
DPT di kedua TPS yang ada jumlahnya tidak banyak (222 DPT di Welington dan 188 DPT di Auckland).
Dengan demikian, dia menjelaskan, hanya tersedia 5 surat suara cadangan untuk Wellington dan 4 untuk Auckland.
Pada hari pemungutan suara Sabtu 13 April 2019, sebanyak 80 persen DPT Wellington menggunakan hak pilihnya.
Baca: Perjuangan KPU Cari Lokasi TPS di Wonokerto Ketika Seluruh Wilayah Terendam Rob, Ini Videonya
Dengan demikian terdapat 51 sisa surat suara yang kemudian digunakan oleh seluruh pemilih DPTb dan 28 DPK.
“Kami nyatakan, TPS Wellington ditutup bukan karena keterbatasan waktu namun karena seluruh surat suara sebanyak 227 buah sudah habis dengan 8 pemilih DPK tidak kebagian surat suara” jelas Ridwan.
Mirip dengan Wellington, TPS Auckland menyediakan surat suara sebanyak 188 DPT ditambah 2 persennya (4 buah) atau total 192 surat suara.
Sebagaimana halnya di negara-negara lain, antusiasme WNI untuk memilih di TPS cukup tinggi sehingga ketersediaan SS tidak seimbang dengan jumlah pemilih non DPT (pemilih DPTb dan DPK) yang datang.
Perlu diketahui walaupun KPPSLN Wellington dan Auckland memfasilitasi pemilih dengan A5 (DPTb) dan DPK dengan catatan mereka dilayani pada 1 jam terakhir dan sepanjang surat suara masih tersedia.
Baca: Timses Caleg DPR RI Dapil Kaltim Ini Tertangkap Bawaslu, Diduga Money Politics Bagi 5 Ribu Kupon
Ridwan menegaskan KPU memang tidak menyediakan atau mengirimkan SS Tambahan untuk DPTb apalagi untuk DPK.
Salah satu solusi yang disarankan KPU adalah menggunakan sisa surat suara yang tidak dipergunakan, itupun sepanjang masih ada.
Di TPS Auckland misalnya, Dubes RI untuk Selandia Baru, Samoa dan Kerajaan Tonga, Tantowi Yahya menambahkan, hanya tersisa SS sebanyak 31 buah yang seluruhnya habis dipergunakan sebagian pemegang DPTb.
Bahkan 2 anggota PPLN Selandia Baru dan 1 orang Anggota KPPSLN POS yang bertugas memonitor pemungutan suara di TPS Auckland dan berstatus pemilih DPTb pemegang A5 dari TPS Wellington ke TPS Auckland tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak kebagian SS.
“Apabila mereka bersikap arogan atau egois, sebenarnya mereka bisa saja meminta prioritas sebagai penyelenggara pemilu untuk memilih terlebih dahulu. Namun dengan berbesar hati mereka memberikan kesempatan kepada WNI DPTb lainnya.” jelas Tantowi Yahya.
Karena surat suara sudah habis, TPS Auckland kemudian ditutup jam 19.00 waktu Auckland dan terdapat sekitar 100 DPK tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kehabisan surat suara.
Dengan demikian, pada dasarnya tidak terdapat unsur kesengajaan dari PPLN dan KPPSLN Selandia Baru untuk membatasi hak WNI.
Baca: Setelah Nyoblos, Jokowi Pilih Tidur, Maruf Amin Akan Pantau Hitung Cepat di Rumahnya
Sedangkan isu keterbatasan penyelenggaraan berupa keterbatasan SS itu dapat dialamatkan ke KPU di Jakarta.
Sebelumnya, TKN Jokowi-Ma'ruf Amin mendatangi Badan Pengawas Pemilihan Umum, Jakarta, Senin (15/4/2019).
Kedatangan mereka untuk melaporkan sejumlah dugaan kecurangan pada penyelenggaraan pemilu di tujuh negara.
Direktur Hukum dan Advokasi TKN Ade Irfan Pulungan datang ke Bawaslu di Jakarta dan langsung menuju Ruang Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Bawaslu untuk menyampaikan laporan tersebut.
Penyampaian laporan itu diterima oleh tim Gakkumdu tanpa disertai komisioner Bawaslu.
Tim TKN baru keluar dari ruangan sekitar pukul 22.30 WIB.
"Kami mendatangi Bawaslu. Tujuannya melaporkan adanya dugaan kecurangan pemilu di luar negeri yang terjadi dalam beberapa hari ini," kata Ade.
Informasi mengenai dugaan pelanggaran tersebut, kata dia, didapatkan TKN melalui media sosial, grup WhatsApp, dan pengaduan secara resmi melalui posko yang dibuka.
"Sebagian besar informasi kami dapatkan dari warga negara Indonesia (WNI) yang ada di luar negeri. Berbagai macam bentuk kecurangan atau pelanggarannya, terutama di Sydney yang menonjol," kata dia.
Di Australia, Irfan menyebutkan dugaan pelanggaran tidak hanya terjadi di Sydney, tetapi juga di Brisbane.
Sebagian besar WNI yang telah terdaftar hak pilihnya seolah-olah dibatasi.
"Seolah-olah dibatasi penyelenggara pemilu di sana karena waktu, keterbatasan waktu. Padahal, mereka sudah antre begitu lama," kata dia.
Dugaan pelanggaran juga ditemukan di Hong Kong, yakni di Distrik Wan Chai dan Yuen Long, dengan indikasi pelanggaran yang hampir sama dengan di Australia.
"Sebenarnya kami temukan banyak. Ada di Belanda, Jerman, Selandia Baru. Bangladesh juga. Ada 6-7 negara. Namun, sementara paling dominan di Sydney, Australia," ujar Ade.
Ia meminta Bawaslu untuk segera melakukan penanganan terhadap dugaan kecurangan tersebut dan memastikan penyebabnya adalah unsur kesengajaan, keterbatasan penyelenggara, atau faktor lain.
"Kami hadir ke Bawaslu agar sebagai penyelenggara segera kroscek dan investigasi masalah ini. Apakah ada unsur kesengajaan, keterbatasan penyelenggara pemilu, atau bagaimana. Kami berikan kepercayaan kepada penyelenggara pemilu," kata Ade Irfan.