Pilpres 2019
KPU Diminta Tambah Hari Pemungutan Suara Untuk Ratusan WNI di Sydney yang Gagal Mencoblos
Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengevaluasi pemungutan suara di Sydney, Australia
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengevaluasi pemungutan suara di Sydney, Australia dimana ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) tidak bisa menggunakan hak suaranya.
Di Australia, WNI secara serempak melakukan pemungutan suara pada Sabtu (13/4/2019).
Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, mengatakan seharusnya tidak ada istilah terpaksa golput dalam Pemilu 2019.
Sesuai putusan MK, menurut Ray Rangkuti, semua warga negara yang dapat membuktikan diri sebagai warga negara Indonesia harus dilayani untuk dapat mempergunakan hak pilihnya.
Kecuali jika pemilihnya datang pada waktu yang memang telah berakhir masa coblosnya.
"Jika mereka datang sebelum waktu pencoblosan maka sejatinya mereka tetap wajib dilayani sekalipun waktu pencoblosanya telah berakhir. Sebab, kehadirannya tetap dihitung pada masa pencoblosan masih berlaku," kata Ray Rangkuti kepada Tribunnews.com, Minggu (14/4/2019).
Untuk itu, Ray Rangkuti menyarankan sebaiknya KPU mengevaluasi persoalan tersebut.
Baca: Mertua Perempuan Tewas Setelah Dibakar Hidup-hidup Menantunya, Kasur Baru Diduga Jadi Pemicu
"Tidak ada yang paling bertanggungjawab dengan hilangnya hak pilih warga kecuali KPU sendiri," katanya.
Terkait desakan petisi untuk pemilu ulang di Sydney, dia menjelaskan, hal itu tidak dikenal dalam Undang-undang (UU) di Indonesia, karena faktor seperti yang terjadi tersebut.
Hal yang bisa dilakukan menurut dia adalah menambah hari pemungutan suara khususnya bagi mereka yang belum sempat mempergunakan hak pilihnya.
Baca: Cindy Claudia Harahap Bangga Telah Gunakan Hak Pilih Pilpres 2019 di Australia
Menurut dia, KPU bisa melakukan solusi untuk menambah hari pemungutan suara
"Khususnya bagi mereka yang belum sempat mempergunakan hak pilihnya," katanya.
Tentu saja kata dia, itu bisa beresiko, yakni adanya pemilih yang dua kali menggunakan hak pilihnya.
"Tapi dengan data yang tercatat di PPLN kemungkinan pemilih ganda itu akan lebih bisa dicegah," ujarnya.
Ratusan WNI diSydney, Australia masih dirundung perasaan kecewa. Pasalnya ratusan WNI dipaksa berstatus golput lantaran tidak diberikan kesempatan untuk mencoblos.
Kekecewaan massa yang tidak dapat mencoblos ditumpahkan di sosial media.
Baca: Kisah Haru Kakek Saleh, Seorang Tukang Cukur Keliling Dengan Tarif Rp 5 Ribu
WNI juga banyak yang mengeluh perihal pelaksanaan pemilu di Sydney di grup Facebook The Rock yang beranggotakan WNI yang tinggal di Australia.
Bahkan, saat ini lebih dari 3.000 WNI sudah menandatangani petisi untuk mendesakpemilu ulang di Sydney.
"Kami sudah melaporkan soal ratusan WNI yang tidak bisa mencoblos ke KPU. Apakah akan dilkukan pemilu tambahan atau tidak kami tunggu keputusan KPU pusat," ujar Heranudin, Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Sydney.
Heranudin mengaku, pihaknya tidak mengantisipasi massa akan membludak.
Dia memperkirakan, lebih dari 400 WNI tidak dapat melakukan pencoblosan karena waktu yang tidak memungkinkan.
Sejatinya, dalam aturan main pemilu disebutkan bahwa pemilih yang berstatus DPK berhak mencoblos pada satu jam terakhir atau sebelum pukul 18.00 waktu Sydney.
Namun, faktanya PPLN Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrian membeludak.