Jumat, 3 Oktober 2025

Pilpres 2019

Bagaimana Metodologi Litbang Kompas Lakukan Survei Elektabilitas Capres?

Saat itu hasil survei menunjukkan elektabilitas Prabowo-Hatta pada kisaran 43-47 persen dan pasangan Jokowi-Kalla pada angka 52-56 persen.

Harian Kompas
Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang pemilihan umum, baik itu pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden, harian Kompas melalui bagian litbang rutin menyelenggarakan survei elektabilitas para calon.

Tak terkecuali pada Pemilu Presiden 2019 yang akan diselenggarakan 17 April mendatang.

Sejak 2007 hingga saat ini, Litbang Kompas telah melakukan 14 kali survei elektabilitas pemilihan umum. Jika dihitung, pilpres kali ini, harian Kompas telah melakukan 15 kali survei elektabilitas.

Survei Kompas pun selalu ditunggu hasilnya oleh banyak pihak. Hal ini, antara lain, karena hasil survei mendekati hasil pemilihan umum yang sebenarnya.

Baca: Survei Litbang Kompas, Kubu Prabowo: Kami Makin Yakin Indonesia Akan Punya Presiden Baru

Sebagai contoh, pada Pilpres 2014, Litbang Kompas tanggal 21 Juni 2014 merilis survei elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Baca: Puan Maharani Tanggapi Survei Terbaru Jokowi-Maruf Amin Versi Litbang Kompas

Hasil survei Litbang Kompas sebelum Pemilu 2014 dan hasil penghitungan suara Pemilu 2014 yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum.

Saat itu hasil survei menunjukkan elektabilitas Prabowo-Hatta pada kisaran 43-47 persen dan pasangan Jokowi-Kalla pada angka 52-56 persen.

Adapun hasil Pemilu 2014, menurut penghitungan KPU, pasangan Prabowo-Hatta memperoleh suara 46,85 persen dan Jokowi-Kalla sebesar 53,15 persen. Hasil Pemilu 2014 berada dalam kisaran hasil survei elektabilitas litbang pada 21 Juni 2014.

”Ini bukan menunjukkan penyelenggara surveinya yang hebat, melainkan karena penyelenggara survei, dalam hal ini Kompas, tunduk pada ilmu statistik,” ujar General Manager Litbang Kompas Harianto Santoso di Jakarta, Selasa (19/3/2019).

Bagaimana metodologi Litbang Kompas melaksanakan survei elektabilitas?

Harianto ditemani Manajer Database Litbang Kompas Ignatius Kristanto menjelaskan bagaimana metodologi survei yang dilakukan Litbang Kompas.

Kristanto mengatakan, survei elektabilitas pilpres kali ini diperoleh dari 2.000 responden di 500 desa yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Dari satu desa diambil empat responden yang dipilih secara acak.

Penentuan jumlah responden di tiap provinsi dilakukan berdasarkan jumlah penduduk dan daftar pemilih tetap (DPT) serta data potensi desa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru.

Misalkan di provinsi A terdapat 5 persen dari total DPT, di provinsi itu akan dicari responden sebanyak 5 persen dari 2.000 responden yang ditetapkan litbang.

Dari tingkat provinsi, pencarian responden akan dipersempit ke tingkat kabupaten/kota, kelurahan, hingga RT.

Di tingkat kelurahan, Litbang Kompas memilih dua RT secara acak. Kemudian, di tingkat RT, setelah meminta izin untuk melakukan survei, Litbang Kompas mendata semua kartu keluarga (KK) di wilayah itu.

”Misalkan dari pengacakan itu diperoleh RT tujuan yang berada di daerah terpencil di atas gunung. Itu tetap harus didatangi tenaga survei,” ujar Kristanto.

Setelah memperoleh data KK, Litbang Kompas akan memilih responden secara acak total empat orang dari dua keluarga. Adapun dalam satu keluarga itu akan dicari responden satu laki-laki dan satu perempuan yang telah berusia 17 tahun ke atas.

”Apabila dalam pemilihan secara acak itu keluar nama ibu, si ibu itu lagi ke ladang atau ke pasar, tenaga survei kami, ya, harus menunggu dan mewawancarai ibu itu,” ujar Kristanto.

Para responden diminta menjawab 150 pertanyaan terkait dengan pemilu. Jenis pertanyaan bervariasi, mulai dari pertanyaan tertutup, terbuka, semi-tertutup, hingga semi-terbuka. Proses wawancara diperkirakan memakan waktu 30-40 menit.

Selain itu, responden akan melakukan simulasi pemilihan umum. Responden diminta memilih salah satu pasangan calon. Hasil pemilihan akan dimasukkan ke dalam amplop yang kemudian disegel.

Para responden diminta menjawab 150 pertanyaan terkait dengan pemilu. Jenis pertanyaan bervariasi, mulai dari pertanyaan tertutup, terbuka, semi-tertutup, hingga semi-terbuka.

”Bertanya kepada responden soal pilihan pasangan calon presiden itu termasuk pertanyaan sensitif sehingga kami melakukan simulasi pencoblosan,” ujar Kristanto.

Ia mengatakan, dengan simulasi ini, tingkat akurasi pun meningkat.

”Saat responden langsung ditanya, pilih presiden siapa, biasanya yang tidak menjawab atau rahasia sebanyak 20-30 persen. Tetapi, dengan menggunakan model simulasi pemilihan umum, jumlah yang tidak menjawab atau rahasia berkurang hanya menjadi 12-15 persen,” ujar Kristanto.

Survei itu dilakukan selama dua minggu mulai 24 Februari 2019 hingga 7 Maret 2019. Adapun jumlah tenaga survei yang turun ke lapangan sekitar 250 orang.

Mereka kebanyakan adalah mahasiswa, baik dari universitas negeri maupun swasta, mulai dari semester keempat ke atas. Satu tenaga survei mendapat tugas mewawancarai delapan responden.

Tenaga survei bukan karyawan harian Kompas, melainkan tenaga sukarelawan yang diberikan upah. Namun, sebelum terjun ke lapangan, mereka akan memperoleh pelatihan dari Litbang Kompas.

Untuk mengecek kinerja tenaga survei dan menjaga kualitas jawaban responden, Litbang Kompas akan kembali menghubungi responden terkait untuk ditanyakan apakah betul sudah diwawancarai tenaga survei untuk survei elektabilitas.

”Kami menelepon kembali responden untuk mengecek apakah tenaga survei ini benar-benar melakukan wawancara atau berbohong. Jika berbohong, hasil wawancara dengan responden itu akan kami hapus dan tidak kami pakai. Jadi, hasil survei harus betul-betul mencerminkan data di lapangan,” kata Kristanto.

Setelah itu, semua data hasil survei dikumpulkan dan diolah oleh Litbang Kompas.

Untuk melaksanakan kegiatan ini, persiapan sudah dilakukan sejak Januari 2019. Saat itu, Litbang Kompas menyiapkan logistik, menyiapkan kuesioner, dan merekrut tenaga survei.

”Persiapan yang matang dan patuh pada ilmu statistik adalah hal yang selalu kami pegang dalam melakukan survei,” ujar Harianto.

Jokowi Tergerus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Strategi menyerang yang dilakukan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto- Sandiaga Uno, dinilai efektif menggerogoti suara Joko Widodo - KH Maruf Amin di basisnya.

Survei Litbang Kompas terbaru menunjukkan, elektabilitas Jokowi- Maruf Amin menurun di basis suara mereka jika dibandingkan survei Oktober 2018.

Di Jawa Tengah (Jateng)- DI Yogyakarta, elektabilitas Jokowi - Maruf Amin turun 13,8 persen.

Pada survei Kompas bulan Oktober 2018, suara Jokowi -Maruf Amin masih mencapai 75,4 persen dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno 12,6 persen.

Namun pada Survei Maret 2019, suara Jokowi - Maruf Amin turun menjadi 61,6 persen dan suara Prabowo Subianto - Sandiaga Uno naik menjadi 18,4 persen. Serta yang belum memutuskan suaranya sebesar 20 persen.

Baca: Hasil Survei Terbaru Litbang Kompas, Penyebab Elektabilitas Jokowi-Amin Turun hingga Respon Sandiaga

Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019
Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019 (Harian Kompas)

Di Jawa Timur (Jatim) suara Jokowi - Maruf Amin turun sebesar 12,5 persen.

Pada Survei Oktober 2018, perolehan suara Jokowi - Maruf Amin 69,6 persen dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno 18,8 persen.

Namun pada survei Kompas Maret 2019, suara Jokowi-Amin turun menjadi 57,1 persen dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno naik menjadi 27,8 persen.

Di Maluku-Papua penurunan suara Jokowi - Maruf Amin sebesar 10,6 persen.

Pada survei Kompas OKtober 2018, Jokowi-Maruf Amin memperoleh suara sebesar 70,0 persen dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno 25,0 persen.

Sedangkan pada survei Kompas pada Maret 2019, suara Jokowi - Maruf Amin turun menjadi 59,4 persen. Suara Prabowo Subianto - Sandiaga Uno naik menjadi 31,3 persen.

Meski tipis, hal serupa juga terjadi pada Prabowo Subianto -Sandiaga Uno.

Baca: Survei Litbang Kompas: Jokowi Unggul di Jawa, Prabowo di Sumatera

Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019
Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019 (Harian Kompas)

Elektabilitas Prabowo Subianto - Sandiaga Uno turun 2,5 persen di Banten-Jawa Barat (Jabar).

Di Jawa Barat -Banten, pada survei Kompas Oktober 2018, suara Prabowo Subianto - Sandiaga Uno 50,2 persen dan Jokowi -Maruf Amin 39,3 persen.

Namun pada survei Maret 2019, suara Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menjadi 47,7 persen dan suara Jokowi - Maruf Amin mencapai 42,1 persen.

Rapat Umum

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, pada kampanye rapat umum, kedua kubu cenderung akan menerapkan strategi berbeda.

Jokow i- Maruf Amin akan lebih fokus mengamankan basis utama mereka karena ada penurunan cukup besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sementara itu, Prabowo Subianto -Sandiaga Uno  tetap akan bergerak ke basis lawan.

Baca: TKN: Survei Kompas soal Ekstrapolasi Elektabilitas, Jokowi Sudah Melebihi 2014

Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019
Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019 (Harian Kompas)

”Penurunan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno tidak sebesar penurunan Jokowi-Amin di basisnya sehingga Prabowo Subianto - Sandiaga Uno akan terus berekspansi di luar basis,” kata Arya Fernandes saat dihubungi di Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Arya Fernandes melihat strategi yang diterapkan kedua kubu untuk menyerang basis lawan sebenarnya sudah berjalan cukup efektif.

Hanya saja, muncul anomali bahwa basis mereka juga turut digerogoti, terutama bagi kubu Jokowi-Amin.

”Jokowi-Maruf Amin sadar bahwa Jawa Barat -Banten tidak mudah direbut sehingga sumber daya banyak dikerahkan, hal sama dilakukan oleh Prabowo-Sandi di Jateng dan Jatim,” kataArya Fernandes.

Menurut Arya Fernandes, masyarakat yang belum mengekspos pilihan sebesar 13,4 persen bisa dijadikan peluang bagi kedua kubu.

Bisa jadi, mereka adalah kelompok pemilih yang masih menunggu gagasan dan inovasi dari setiap capres dan cawapres.

”Inovasi tersebut yang akan banyak memengaruhi pemilih dari kelompok 13,4 persen tersebut,” kata Arya Fernandes.

Baca: TKN: Survei Kompas soal Ekstrapolasi Elektabilitas, Jokowi Sudah Melebihi 2014

Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019
Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019 (Harian Kompas)

Swing voters

Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo memandang, strategi saling masuk ke basis masing-masing semakin memperkuat pemilih loyal di kalangan bawah.

Adapun penurunan elektabilitas di basis Jokowi- Maruf Amin terjadi karena faktor swing and undecided voters yang cenderung berpindah ke kubu Prabowo Subianto -Sandiaga Uno.

Mereka lebih banyak terpengaruh oleh narasi-narasi di media sosial.

”Saya tidak melihat strategi itu mampu menggerus pemilih fanatik masing-masing. Sejauh ini sepertinya hanya menyasar swing voters,” ungkapnya.

Ari juga mengaitkan penurunan tersebut dengan tingkat pendidikan masyarakat.

Para swing voters ternyata lebih banyak berasal dari kaum terdidik.

Hal ini terjadi karena mereka lebih sering terpapar informasi dari media sosial.

Baca: Soal Survei Litbang Kompas, TKN Optimis Jokowi - Maruf Amin Akan Menangi Pilpres 2019

Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019
Hasil survei Litbang Kompas tentang elektabilitas Capres-Cawapres berdasarkan wilayah pemilih pada Maret 2019 (Harian Kompas)

”Dari petahana selalu memainkan narasi keberhasilan kinerja, sedangkan penantang melakukan negasi. Hal ini ditangkap oleh masyarakat yang kritis,” kata Ari Nurcahyo.

Menjelang kampanye rapat umum, gaya kampanye dari setiap kubu dinilai Ari Nurcahyo cukup menentukan.

Situasi kampanye tersebut akan cukup memanas sehingga pesan-pesan simpatik dari kedua kubu cukup menyedot perhatian masyarakat.

”Seperti debat ketiga, suasananya sejuk dan damai. Gaya simpatik tersebut malah justru bisa menarik perhatian pemilih daripada yang profokatif,” ujar Ari. (Harian Kompas/ Fajar Ramadhan)

Sumber: KOMPAS
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved