Pilpres 2019
Pengamat: Capres-Cawapres Fiktif Sindir Paslon Pilpres
Munculnya pasangan yang disingkat 'Dildo' itu mendapat sambutan sekaligus kekhawatiran sejumlah pihak.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik UIN Jakarta, Adi Prayitno menilai hadirnya capres-cawapres fiktif, Nurhadi-Aldo merupakan sindiran kepada pasangan calon (paslon) sebenarnya yang bertarung dalam Pilpres 2019.
Dia menyebut paslon fiktif itu adalah parodi politik.
"Capres fiktif itu merupakan parodi politik yang narasinya menyindir dua kandidat yang model kampanyenya tak substansial, tautan opini enggak karuan, dan tak mendidik. Tak heran jika kutipam capres Dildo (Nurhadi-Aldo) itu berbentuk sindiran pedas. Bahkan pesannya dibuat sengaja sulit dipahami publik," kata Adi saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (11/1/2019).
Selain itu, menurut Adi capres-cawapres fiktif itu dapat dimaknai sebagai kejenuhan politik masyarakat.
Hal itu karena dia melihat saat ini banyak pihak yang menghalalkan segala cara untuk menyerang lawan guna meningkatkan elektoral.
Baca: Robby Abbas Sebut Pengguna Jasa Prostitusi Artis 25 Persen Pejabat
"Capres fiktif itu bisa dimaknai sebagai kejenuhan politik rakyat karena suasana pilpres yang tak konstruktif. Mirip-mirip politik abad pertengahan yang menjadikan kelemahan lawan sebagai keuntungan utama elektoral. Itu kan kacau. Bukan jualan program unggulan tapi malah sibuk buka aib politik lawan," tegasnya.
Adi juga khawatir adanya fenomena itu akan menggiring masyarakat untuk apatis dan golput (golongan putih) dalam Pilpres nanti.
"Fenomena ini mesti disikapi serius untuk mencegah rakyat golput. Ini warning bagi partisipasi rakyat di pemilu 2019," tutupnya.
Sebelumnya, Kehadiran pasangan capres-cawapres fiktif Nurhadi-Aldo menjadi fenomena tersendiri di jagat maya.
Munculnya pasangan yang disingkat 'Dildo' itu mendapat sambutan sekaligus kekhawatiran sejumlah pihak.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, kemunculan paslon 'Dildo' yang dianggap sebagai lucu-lucuan ini juga bisa memicu orang jadi antipati terhadap politik.
"Bisa mengarah ke situ, karena tidak puas karena hanya ada dua pasangan capres. Jadi ini yang jadi capres lucu-lucuan karena, 'Ah sudahlah, kita lucu-lucuan saja, ngapain dua itu'. Jadi orang antipati terhadap politik. Ini sebenarnya tidak bagus, tapi ini kan suatu kondisi yang tercipta karena pilihan kita memaksakan hanya ada dua calon," kata Hamdan, Sabtu (5/1/2019).
Berbeda pendapat dengan Hamdan Zoelva, Ketua DPR Bambang Soesatyo menganggap hal itu akan membuat pemilu sebagai pesta demokrasi yang menyenangkan.
"Menurut saya makin banyak makin bagus sehingga pemilu dianggap suatu acara atau pesta yang menyenangkan," kata Bamsoet, sapaan akrabnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/1/2019).