Pilpres 2019
Mafindo: Sepanjang September 2018 Jokowi-Ma'ruf Diserang 36 Hoax dan Prabowo-Sandi Diserang 16 Hoax
Dari total tersebut, 36 hoax menyerang kubu pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, sementara 16 hoax menyerang kubu Prabowo-Sandiaga Uno.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid mengungkapkan, selama September 2018, ada 52 berita bohong atau hoax berkonten politik.
Dari total tersebut, 36 hoax menyerang kubu pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf, sementara 16 hoax menyerang kubu Prabowo-Sandiaga Uno.
"Hoax terkait politik berdampak pada turunnya kredibilitas penyelenggaraan pemilihan umum. Kualitas pemilihan menurun dan merusak rasionalitas pemilih," ujar perempuan yang kerap disapa Anit, dalam diskusi Negara Darurat Hoax? di Kantor Kominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (16/10/2018).
Baca: Dua Perusahaan Jepang Minta Maaf Karena Memalsukan Data Produk Mobil dan Konstruksi
Menurut Anit, hoax bisa menimbulkan konflik sosial uang mengarah kepada disintegrasi bangsa.
"Mereka (elit politik) harus lebih bertanggung jawab ketika melakukan kontestasu politik dengan memberikan keteladanan dalam menggunakan media sosial secara bijak," kata Anit.
Lebih jauh, ia menerangkan, berdasarkan penelitian Mafindo selama 3 bulan terakhir Juli-September 2018, terdapat 230 hoax.
Baca: Kubu Jokowi-Maruf Umumkan Rekening Dana Kampanye
Angka tersebut bila dirinci, didominasi konten politik (58,7 persen), diikuti konten agama (7,39 persen), penipuan (7,39 persen), lalu lintas (6,96 persen), dan kesehatan (5,2 persen).
Sarana yang paling banyak digunakan di antaranya menggunakan narasi dan foto (50,43 persen), narasi saja (29,96 persen), narasi dan video (14,78 persen), gambar atau foto saja (4,35 persen).
Sementara, saluran penyebaran paling banyak menggunakan Facebook (47,83 persen), Twitter (12,71 persen), dan whatsApp (11,74 persen), serta (7,38 persen).
Baca: Enam Pemuda di Tangerang Keroyok Anggota Polisi setelah Ditegur Balapan Liar
Sementara itu, pakar media sosial Nukman Luthfie mengatakan, baik orang terpelajar atau tidak belum bisa membedakan antara hoax maupun informasi yang benar.
"Mereka menyebarkan apapun mereka yang suka. Suka dulu, enggak perlu betul," kata Nukman dalam kesempatan yang sama.