Federasi Indonesia Bersatu: Pengusutan Kasus Mahar Tergantung Kemauan Bawaslu
Menurut dia, lembaga pengawas pemilu itu tidak cukup beralasan menghentikan proses pengusutan kasus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Federasi Indonesia Bersatu, Muhammad Zakir Rasyidin, meminta Bawaslu RI menelusuri dugaan pemberian mahar politik Rp 500 miliar untuk pencalonan pengusaha, Sandiaga Uno sebagai bakal calon wakil presiden.
Menurut dia, lembaga pengawas pemilu itu tidak cukup beralasan menghentikan proses pengusutan kasus. Apalagi, karena Wakil Sekjen Partai Demokrat, Andi Arief tidak memenuhi panggilan yang dilayangkan Bawaslu.
"Artinya, persoalan ini sebenarnya mudah mengungkapnya, tetapi kembali lagi ke Bawaslu mau atau tidak," ujar Zakir yang dalam kasus ini bertindak selaku pihak pelapor, Rabu (29/8/2018).
Dia menjelaskan, dugaan pemberian mahar politik total Rp 1 triliun itu tidak bisa berakhir hanya karena Andi Arief tidak datang. Dia melihat, Bawaslu harus mencari celah Lain untuk membuat persoalan ini menjadi terang.
"Karena kalau kita melihat apa yang disampaikan Andi Arief di Media Sosial Twitter, Disitu jelas sekali yang bersangkutan menyebut angka, menyebut orang," tambahnya.
Seperti diketahui, Andi Arief mengungkap adanya dugaan pemberian mahar Rp 500 miliar dari pengusaha Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS. Pemberian mahar itu dilakukan untuk kepentingan pencalonan sebagai bakal calon wakil presiden.
Atas dasar itu, dua organisasi, yaitu Rumah Relawan Nusantara The President Center Jokowi-KH Ma’ruf Amin dan Federasi Indonesia Bersatu membuat laporan ke Bawaslu RI, pada Selasa (14/8/2018).
Sejauh ini, pihak Bawaslu RI sudah meminta keterangan dua orang saksi dari pihak pelapor. Namun, untuk Andi Arief belum diperiksa, karena tidak memenuhi panggilan. Padahal, yang bersangkutan merupakan orang yang mengungkap adanya dugaan mahar politik.
Akhirnya, Bawaslu RI memutuskan untuk menggelar rapat pleno membahas mengenai kelanjutan laporan tersebut. Rencananya, rapat pleno akan dilakukan, pada Rabu (29/8/2018).
Namun, rapat pleno itu ditunda karena karena bagian Tindaklanjut Pelanggaran (Tlp) belum selesai mengkaji laporan Federasi Indonesia Bersatu (Fiber).