Pilpres 2019
Kans Prabowo Gandeng Sandiaga di Pilpres 2019
Pangi Syarwi Chaniago menilai nama Sandiaga Uno sebagai pilihan wakil Prabowo juga patut untuk diperhitungkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Sandiaga Uno memang mengejutkan karena muncul di menit-menit terakhir berpasangan dengan Prabowo Subianto sebagai bakal calon wakil presiden.
Meski sempat digoyang isu mahar politik, Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai nama Sandiaga Uno sebagai pilihan wakil Prabowo juga patut untuk diperhitungkan, tak bisa dinggap enteng dan punya banyak kelebihan.
Baca: PAN Sepakat Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Sandiaga dari Gerindra
Pertama; efek kejut. Pangi menilai munculnya nama Sandiaga Salahuddin Uno di luar dugaan dan prediksi yang selama ini berkembang termasuk dalam pantauan radar beberapa lembaga survei.
"Nama Sandi muncul dari labirin politik (kebuntuan), sebelum nama AHY, Abdul Somad, Salim Segaf Al-Jufri menguat, namun takdir sejarah menjemput nama Sandiaga Uno menjadi cawapres pendamping Prabowo. Akibatnya ekspektasi publik terhadap Prabowo makin naik," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu dalam keterangannya, Sabtu (18/8/2018).
Dengan demikian, kata Pangi, munculnya nama Sandiaga Uno mengubah peta lama menjadi peta baru. Masuknya nama Sandi ke gelanggang pilpres, membuat persaingan politik kian ketat dan sengit.
Kedua; soal logistik. Pangi menilai pertimbangan Logistik sepertinya menjadi salah satu alasan kuat dipilihnya Sandi.
Tidak dapat dipungkiri perhelatan politik pemilihan presiden memakan biaya yang cukup fantastis (high cost) dan Sandi siap menanggung sebagian pembiayaan politik tersebut.
Diketahui, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK yang terbaru, total kekayaan Sandiaga mencapai Rp 5 triliun.
"Dibutuhkan nafas panjang dengan dukungan logistik yang cukup memadai. Kelebihan ini yang dimiliki Sandiaga Uno, dinobatkan sebagai salah satu anak muda terkaya di Indonesia," ucap Pangi.
Ketiga; muda, cerdas, kaya, good looking dan energik. Pangi mengatakan stamina dan fisik yang prima sangat dibutuhkan menopang kegiatan politik berkampanye ke seluruh pelosok negeri.
"Menjangkau luasnya wilayah Indonesia untuk dikunjungi dalam rangka menyapa dan memenangkan hati rakyat. Sandiaga Uno pernah mencatat rekor Muri dengan mencatat blusukan terbanyak sepanjang Pilkada DKI 2017 lalu," tutur Pangi.
Keempat; kemampuan beradaptasi dengan pemilih milenial. Pangi menilai kemampuan untuk menjangkau dan mengambil ceruk simpati pemilih melenial tentu menjadi poin penting.
Pangi menjelaskan, proporsi dari pemilih di segmen melenial menyentuh angka 40 persen, sekitar 75 juta pemilih melenial dari usia memasuki 17-38 tahun. Sehingga dibutuhkan cara dan strategi jitu merebut empati segmen pemilih melenial.
"Sandi anak muda punya potensi masuk ke dunia yang disenangi kaum milenial dan emak-emak, cara berpakaian, cara berkomunikasi dan mapping elektoral terhadap apa yang menjadi hobi anak muda milenial mulai dari musik, olah raga dan teknologi," ucap Pangi.
Kelima; penguasaan dan kapasitas di bidang ekonomi. Sebagai seorang pengusaha yang terbilang sukses, Pangi menilai menjadi nilai jual bagi Sandiaga Uno untuk menjawab tantangan melemahnya ekonomi Indonesia.
Baca: Dorong Semangat Atlet, Wiranto Ciptakan Lagu Asian Games 2018
Program ekonomi, ucap Pangi, akan menjadi poin penting dan prioritas pasangan ini untuk mempengaruhi pemilih di tengah komplikasinya persoalan fundamental ekonomi yang belum bisa diselesaikan dan diurai pemerintahan Jokowi dari level hulu sampai hilir. Kampanye politik identitas agama dipastikan sudah selesai.
Keenam; Pangi menilai duet Prabowo-Sandiaga adalah kombinasi ideal, yakni Jawa-luar Jawa, Prabowo representasi suara Jawa, Sandi bisa berkonsentrasi mengambil ceruk segmen pemilih di luar Jawa.
Di sisi lain, Pangi menilai pemilihan nama Sandiaga Uno juga tidak bisa dilepaskan dari beberapa kelemahan.
Pertama; harus mengubah narasi kampanye-isu agama yang sudah tidak relevan. Pangi mengatakan, politik identitas sepertinya akan mengalami kebuntuan dan ini tentunya sangat positif untuk demokrasi Indonesia.
"Kubu Prabowo harus merubah narasi dan literasi kampanye ke arah yang lebih konstruktif seperti masalah ekonomi, keamanan, pembangunan dan pemerataan dan masuk ke isu kesejahteraan," tutur Pangi.
Menggeser narasi kampanye, kata Pangi, tentu membutuhkan kemampuan tersendiri, terutama soal data, mengingat kompetitornya adalah petahana yang tentu punya pengalaman, sudah berbuat, tidak lagi akan melakukan ini dan itu.
"Ini menjadi tantangan bagi sang penantang," ucapnya.
"Yang jelas incumbent punya modal dan kapsitas untuk menjawab setiap isu dalam bidang ini. Sehingga dibutuhkan upaya serius dari kubu Prabowo untuk menemukan narasi, formula, isu, tema yang tepat," tutur Pangi.
Kedua; basis sosial dan ideologi yang sama dengan Prabowo. Pangi menilai Sandiaga Uno adalah orang dalam partai Gerindra, sehingga dapat dipastikan ide dan gagasannya dengan Prabowo tidak jauh jauh berbeda.
"Dari segi basis massa juga dapat dipastikan tidak akan terjadi perluasan basis massa dan akan kesulitan menjangkau segmen ceruk pemilih yang berbeda," tutur Pangi.
Berbeda dengan Jokowi-Maruf Amin, Pangi melihat ceruk segmen pemilih keduanya tidak sama secara mainstream, yakni kombinasi nasionalis-religius.
Ketiga; jangkauan yang lemah terhadap segmen pemilih muslim. Pangi mengatakan Pemilih Muslim relatif belum merepresentasikan dari sosok Sandiaga Uno, sehingga ada upaya dari partai koalisi terutama PKS untuk menyematkan gelar “Santri Pos-Islamisme” kepada Sandi.
"Menyematkan gelar “santri” adalah upaya untuk meminimalisir kenyataan bahwa Sandiaga Uno memang agak kesulitan menjangkau pemilih umat," tutur Pangi.
Keempat; basis massa yang belum jelas. Pangi menjelaskan basis pemilih adalah pertimbangan serius dan berkontribusi nyata dalam menyumbang insentif elektoral, menentukan kemenangan kandidat.
"Sandiaga Uno secara basis belum teruji kecuali hanya di DKI Jakarta, dibutuhkan upaya serius untuk menutupi kekurangan ini sehingga pasangan Prabowo-Sandiaga Uno mendapatkan dukungan dari basis pemilih yang lebih luas dan nyata," tutur Pangi.
Baca: Joni Akui Sudah Terbiasa Panjat Pepohonan Tinggi
Oleh karena itu, kata Pangi, berkaca dari kelebihan dan kekurangan dari masing masing pasangan capres-cawapres di atas, pada dasarnya pemilihan presiden 2019 nanti diprediksi akan berjalan cukup kompetitif, keras dan sangat dinamis.
"Sudah saatnya kita meninggalkan politik yang berbasis pada SARA, narasi yang produktif dan konstruktif harus diprioritaskan, mari adu gagasan, narasi, visi misi, adu program yang diutamakan untuk menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik," katanya.