Langsung dari Afsel
Ke Stadion Salah Kostum? Tak Masalah!
Putaran final piala dunia 2010 di Afrika Selatan (Afsel) sepertinya berhasil menyatukan ragam perbedaan yang ada. Tampaknya, semua orang sepakat untuk menikmati atraksi meraih kemenangan yang diperagakan para gladiator lapangan hijau

TRIBUNNEWS.COM - Putaran final Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan (Afsel) sepertinya berhasil menyatukan ragam perbedaan yang ada. Tampaknya, semua orang sepakat untuk menikmati atraksi meraih kemenangan yang diperagakan para gladiator lapangan hijau dari 32 peserta pesta akbar empat tahunan ini tanpa melihat perbedaan yang ada.
Mau bukti? Anda mungkin sudah bisa melihat sendiri di siaran langsung televisi di Indonesia. Banyak keunikan yang langsung terasa di sekitar stadion tempat berlangsungnya pertandingan. Seperti yang beberapa kali Tribun rasakan dan lihat kala datang ke stadion atau arena fanfest, ada pemandangan cukup unik. Sebagian dari mereka yang datang ke stadion jelas-jelas memakai kostum yang salah!
Mungkin itu menjadi wajar jika terjadi dalam satu kali pertandingan, semisal pada partai pembuka, yang dihadiri pelbagai penonton dari negara berbeda. Otomatis, para suporter mengenakan kostum kebesaran timnas masing-masing. Pun kejadian tersebut tak hanya terjadi sekali, namun berulang-ulang dan benar-benar 'salah kamar'. Meski begitu, 'salah kamar' dalam kasus ini tidak sampai berujung pada laporan ke kepolisian. Justru hal tersebut menggambarkan sebuah kebersamaan yang diperoleh berkat sepakbola.
Tribun melihat, setiap kali pertandingan selalu saja ada yang memakai seragam berbeda dari tim yang sedang bertanding. Contoh bisa dimulai tatkala Argentina sukses menekuk Nigeria pada laga pertama Grup B di Ellis Park Stadium. Banyak di antara penonton yang malah memakai kostum timnas Afsel.
Paling unik saat Ghana berhasil menekuk Serbia di Lotus Versfeld. Sebelum pertandingan berlangsung, banyak suporter yang mengenakan kaos Afsel, Brasil, Argentina, Inggris bahkan Belanda! Sebuah pemandangan yang kontras jika dibandingkan dengan piala dunia sebelumnya, baik di Jerman maupun Korea-Jepang 2002.
Hal ini sekaligus makin membuktikan sistem penjualan tiket yang dilakukan oleh FIFA kurang merata, sehingga orang berprinsip yang penting dapat tiket menonton piala dunia apapun pertandingannya.
"Saya ke sini memang hanya ingin melihat dan merasakan atmosfer luar biasa sebuah piala dunia. Saya sudah datang di Korea-Jepang dan Germany 2006, jadi saya tidak ingin melepaskan begitu saja pesta besar ini, apapun pertandingannya saya beli, meski mungkin itu bukan negara saya," ungkap Valerie Skilov, seorang suporter Slovenia yang malah nonton partai Kamerun kontra Denmark, di Loftus Versfeld, Minggu (20/6/2010) dinihari Wib.