Langsung dari Afsel
Noni Itu Pernah ke Kota Tua Jakarta
Apa kabar Indonesia pagi ini? Mungkin pagi ini Anda kepanasan atau sangat gerah. Tepat sepekan saya di Afrika Selatan (Afsel) tubuh ini seperti belum menyesuaikan seratus persen dengan kondisi alam di sini.

TRIBUNNEWS.COM - Apa kabar Indonesia pagi ini? Mungkin pagi ini Anda kepanasan atau sangat gerah. Tepat sepekan saya di Afrika Selatan (Afsel) tubuh ini seperti belum menyesuaikan seratus persen dengan kondisi alam di sini.
Suhu di pagi hari yang mencapai 4 derajad Celcius, angin kencang berhawa dingin ditambah susahnya mencari makan malam ala Indonesia yang lengkap dengan nasi dan kerupuk, menjadi hal paling saya pikirkan saban hari. Tapi tenang saja, selalu saja ada hal yang membuat saya melupakan hal itu.
Seperti yang terjadi kemarin, saking semangatnya datang ke sebuah monumen bersejarah bagi warga Afrikaans, asli Afrika, saya sampai tak sempat lagi mengenakan jaket musim dingin. Begitu sampai di tempat parkir, saya langsung meluncur ke monumen yang di dalamnya juga terdapat museum, tempat tersebut bernama Voortrekker Monument.
Dari nama saja, saya sudah bisa membayangkan betapa bersejarahnya tempat tersebut bagi orang-orang asli Afrika. Tempat tersebut menjadi simbol bersejarah perjalanan orang-orang Afrikaans yang masuk ke Pretoria dari kawasan timur benua Afrika.
Perjalanan migrasi 12 ribu-14 ribu orang tersebut diabadikan dalam sebuah tajuk, Great Trek, yang terjadi pada tahun 1852 dan 1854. Saat itu, orang-orang tersebut bergerak melewati Orange Rivers dan Drakensberg untuk memulai hidup baru setelah tersingkir dari lokasi asal mereka, di wilayah pantai timur Afrika.
Pergerakan mereka mendapat perlawanan dari suku asli setempat, yakni Zulu. Tak heran di tempat tersebut terjadi pertarungan hebat yang membuat puluhan ribu nyawa melayang, baik dari pihak Afrikaans maupun suku Zulu. Ribuan nama dari Afrikaans terpahat di monumen, yang menandakan mereka adalah pejuang sejati.
Voortrekker Monument sendiri dibangun di atas bukit. Jika Anda berada di sana, kota Pretoria lengkap dengan akses jalan bisa terlihat sangat jelas.
Di monumen ini terdapat patung tida pahlawan Afrikaans yang berjasa membawa mereka ke Pretoria, yakni sang komandan Piet Retief, Amdries Pretorius dan Hendrik Potgieter. Merekalah tonggak dari kemenangan perjalanan The Great Trek.
Monumen ini diresmikan di hadapan 250 ribu orang oleh Perdana Menteri Dr DF Malan, pada 16 Desember 1949. Cukup membayar 35 Rand atau sekitar Rp 68 ribu per orang, Anda akan menikmati suasana campuran mistis, heroik, dan religius.
Namun bagi saya, yang paling menarik adalah saat bertemu seseorang yang tahu tentang Indonesia. Dan tanpa sengaja, saya menemukan Anee Ri (Anery), seorang cewek berusia sekitar 25 tahun yang saat bertemu dengan saya bergaya ala noni Belanda.
Wajahnya bersih, berkulit halus, tinggi sekitar 165 cm, cantik, berambut sedikit ikat, dan mengenakan baju model terusan ke bawah warna belang, dan memakai kerudung terusan dari baju berwarna putih. Sepatu yang dikenakan juga khas wanita-wanita muda Belanda, dengan model slop tinggi.
Sebelumnya saya ingin cerita tentang aneka rupa cerita mistis terkait keberadaan noni. Pertemuan saya dengan Anee Ri dianggap aneh, karena sangat jarang wanita model noni tersebut berada di Voortrekker Monument. Bahkan tidak setiap tahun ada wanita bergaya noni.
Walhasil, keluar rumor kalau wanita yang bertemu saya tersebut bukan manusia, melainkan noni yang ingin menyapa!. Walah... pikiran saya langsung ke mana-mana, antara penasaran dan rasa takut. Tak heran, begitu mendapat kesempatan untuk berfoto bersama, saya ingin membuktikan kalau Anee Ri adalah benar-benar manusia.
Cara unik pun saya lakukan. Tatkala berfoto dengannya, saya meminta ijin untuk memeluknya terlebih dulu, dengan senyum manis, Anee Ri menyetujui keinginan saya. Setelah itu, saya tidak berhenti. Untuk membuktikan benar-benar dia manusia asli, saya lantas mencubit pinggul dan punggung!.
"Auw!", jerit Anee Ri, saat saya mencubit dua bagian tubuh miliknya itu. Saat itu juga, saya meyakinkan diri kalau dia adalah cewek beneran bukan jadi-jadian!.
Setelah itu saya berbincang santai dengan Anee Ri. Sampai pada satu titik, dia menyinggung tentang Indonesia, khususnya Jakarta. Hebatnya dia mengungkapkan kalau pernah ke Kota Tua Jakarta!
Hal itu membuat saya terkejut bukan kepalang. Belum berhenti, ia bercerita kalau pernah ke Museum Fatahillah di Kota Tua, yang menurutnya punya banyak kemiripan dengan Voortrekker Monument.
"Kota Tua sangat indah, saya pernah ke sana beberapa tahun lalu bersama saudara dan ayah. Saya pikir Anda patut menjaga wilayah itu, sebuah kenangan bagi kami keturunan Belanda, apalagi kalau sore saat matahari hendak terbenam, saya sempat bermain di area depan museum, dan saya punya fotonya," ungkap Anee Ri, dengan senyum simpulnya yang menawan.
Saya pun cukup terkesima dengan apa yang ia utarakan. Baginya, Indonesia adalah negara yang kaya dengan nuansa alam, hampir sama dengan Afsel. Bedanya, di Jakarta ia merasakan panas luar biasa, berbeda dengan Afsel, yang tidak terlalu tersengat panas saban tahunnya.
Oh ya satu lagi, ia juga sempat menyebut makanan khas betawi, ketoprak, namun dengan lafal lidah yang sedikit berbeda; kethuplark. Bagaimana dengan sepakbola?
"Saya tidak terlalu senang, karena kesukaan saya hanya travelling dan travelling, itu membuat hidup saya sehat dan menyenangkan," tutur Anee Ri, yang enggan menjelaskan dimana ia tinggal dan pekerjaannya saat ini apa.
Terlepas siapa dia, saya sangat salut dengan Anee Ri. Dalam beberapa perbincangan, dia begitu menghormati Indonesia, negara yang harus ia lalui dalam 23 jam penerbangan.
Kalimat terakhir yang ia bisikkan ke saya (mungkin untuk menghindarkan diri dari orang lain) sungguh membuat saya terharu,"Saya suka Indonesia," tegas Anee Ri, yang berjanji suatu saat nanti bisa kembali merasakan Nusantara.
Ah..Anee Ri, semoga wanita cantik itu bisa menggapai keinginannya kembali. (tribunnews.com/bud)