Calon Presiden 2014
Perludem Menduga Prabowo Sulit Menang di MK
Direktur Eksekutif, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Siti Anggraini, menganggap sangat kecil sekali kemungkinannya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Siti Anggraini, menganggap sangat kecil sekali kemungkinannya Mahkamah Konstitusi (MK) akan memenangkan gugatan pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa, terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menenangkan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK).
Dalam diskusi yang digelar di Kopi Deli, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/8/2014), Siti menyebutkan gugatan Prabowo - Hatta yang menganggap KPU salah melakukan penghitungan suara, tidak pernah disanggah oleh pasangan tersebut melalui bukti-bukti di persidangan.
"Sampai persidangan terakhir sebelum mendengarkan keterangan ahli, untuk dalil kesalahan perhitungan suara ini, sampai hari Senin tidak ada satu pun persandingan suara secara rincian, di bagian mana KPU salah hitung," katanya.
Di wilayah-wilayah seperti Sulawesi Tenggara yang disebutkan dalam gugatan Prabowo - Hatta KPU telah melakukan kesalahan, dalam persidangan KPU pun ternyata dapat membuktikan bahwa saksi pasangan Prabowo - Hatta ikut menandatangani dan tidak mengajukan keberatan atas rekapitulasi suara.
"Tidak ada saksi yang menguatkan KPU ini salah. Tapi memang ada pernyataan unik dari saksi Novela Nawipa yang menyebut di Papua tidak ada pemilu. Tapi berkas-berkas menyatakan sebaliknya," ujarnya.
Soal tudingan telah terjadi pelanggaran yang Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014, selama persidangan pasangan Prabowo - Hatta juga tidak bisa membuktikan.
"Tapi belakangan mereka bilang ini bukan cuma soal TSM saja, tapi kalau ada satu (yang) inkonstitusional, pemilunya tidak konstitusional," katanya.
Soal Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTB) yang dipermasalahkan, belakangan hal itu terjawab dipersidangan bahwa tidak ada kecurangan yang terjadi, melainkan hanya kesalahan-kesalahan kecil. Sebagai contoh di Surabaya, dari 57.827 DPKTB yang dipermasalahkan, ternyata hanya merupakan salah hitung karena angka sebenarnya adalah 54.425.