Calon Presiden 2014
Pengamat: Pecat-memecat Sudah Jadi Tabiat Elite Politik
Terpecahnya beberapa partai politik menjelang pemilihan presiden 2014 bukanlah hal yang baru.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpecahnya beberapa partai politik menjelang pemilihan presiden 2014 bukanlah hal yang baru. Namun pemecatan kader oleh pimpinan parpol hanya karena berbeda aspirasi sebagai sesuatu yang menggelikan.
"Di mata publik, tindakan pecat memecat sudah menjadi tabiat elite politik yang sama-sama tidak bermartabat dengan yang dipecat," ujar Pengamat Politik Universitas Paramadina Herdi Sahrasad Kamis (26/6/2014) di gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta.
Menurut pengajar ilmu sosial politik pasca sarjana ini, tindakan pimpinan parpol itu tidak mencerminkan pendidikan politik yang baik, namun justru memprihatinkan. Menurut Herdi, perpecahan parpol menunjukkan ideologi yang sangat cair karena partai masih dianggap sebagai instrumen transaksional.
Pemecatan Nusron Wahid, Agus Gumiwang dan Poempida Hidayatulloh oleh Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie menurut Herdi adalah patologi politik yang berulang dalam demokrasi Indonesia. Ia mencontohkan pemecatan yang sama terhadap Fahmi Idris, yang juga mertua Poempida Hidayatulloh, oleh partai yang sama menjelang Pemilu 2004.
Dalam persepsi publik, lanjut Herdi, parlemen hanyalah gerombolan politisi dengan hak istimewa yang siap menguras sumber daya ekonomi dan kultural rakyat.
"Sehingga perpecahan parpol makin menambah sinisme dan disorientasi di kalangan rakyat yang sedang belajar berdemokrasi yakni "demokrasi wani piro" yang jauh dari cita-cita proklamasi, pancasila dan konstitusi kita," katanya.
Herdi memprediksi perpecahan parpol seperti yang melanda Golkar, PKPI, Demokrat saat ini akan terus berulang di masa datang sebagai keniscayaan dalam demokrasi yang dibajak modal dan kekuatan oligarki.
"Baik Jokowi maupun Prabowo bisa jadi korban dari pertikaian kekuatan modal dan oligarki yang menunggang arus demokrasi untuk kepentingan tempatnya bercokol sendiri," katanya.
Adapun sosok-sosok seperti Ruhut Sitompul yang mendapat kecaman partai karena deklarasi dukungannya kepada Jokowi-JK yang ia klaim direstui SBY, menurut Herdi hanyalah riak biasa dalam dunia politik.
"Itu menunjukkan kalau pragmatisme politik itu masih ada. Seperti buih, nanti juga akan hilang seiring berlalunya pilpres," katanya.