Calon Presiden 2014
LSI: Masyarakat Tunggu Program Capres Anti-Diskriminasi
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ardian Sopa menyebutkan, banyak capres 2014 saat ini lebih memilih untuk membahas persoalan koalisi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ardian Sopa menyebutkan, banyak capres 2014 saat ini lebih memilih untuk membahas persoalan koalisi ketimbang memikirkan gagasan atau visi dan misi ketika jadi presiden kelak.
Menurutnya, pemberitaan media soal koalisi jadi manuver yang dilakukan partai politik, namun justru miskin penjelasan soal program capres tersebut.
Untuk itu, dari riset kualitatif yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia Network dengan FGD dan Indepth Interview, capres harus memiliki program politik, ekonomi dalam mensejahterakan rakyat. Terutama yang bisa mengatasi persoalan kasus diskriminasi.
"Masyarakat berkeinginan program capres yang memiliki program politik kuat. Meliputi hukum sehingga meminimalisir kegaduhan dalam pemerintahan. Kemudian program ke-2 yakni memepercepat kesejahteraan rakyat melalui program ekonomi. Dan yang ke-3, publik menginginkan capres yang bisa mengatasi masalah diskriminasi," kata Sopa di kantor LSI Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (22/4/2014).
Dirinya menjelaskan, sampai saat ini isu politik dan ekonomi memang masih seksi menjadi perhatian capres. Namun pemasalahan diskriminasi seperti tenggelam. Tambahnya, capres hanya menganggap isu tersebut kurang panas.
"2 isu politik dan ekonomi biasanya akan selalu menjadi prioritas isu capres. Sedangkan program capres untuk menjaga keberagaman dan anti dsikriminasi biasanya hanya menjadi isu pinggiran. Bahkan capres kadang-kadang tak berani bicara lantang isu-isu anti diskriminasi," katanya.
Hal yang dikatakan Sopa berbanding lurus dengan hasil survei LSI. Menurutnya, saat ini mayoritas publik menginginkan capres 2014 ini mampu memihara keberagaman Indonesia. Hal itu disebabkan makin tingginya kekhawatiran publik terhadap kondisi keberagaman Indonesia.
"87,6 persen menginginkan pemimpin yang mampu memelihara keberagaman Indonesia. Kemudian 65,7 persen menyatakan 5 tahun terakhir penerapan kebijakan antidiskriminasi memburuk. Sedangkan 21,7 persen menyatakan lebih baik dan 7.6 persen sama saja," ujarnya.