Calon Presiden 2014
Jokowi Dinilai Pantas Didampingi Cawapres dari Kalangan Militer
Nama-nama dari kalangan atau figur milter seperti Pramono Edhie Wibowo dan KSAD Budiman disebutkan ideal
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar mengenai perpaduan antara calon presiden dan calon wakil presiden dari kalangan atau figur sipil-militer dan militer-sipil kian santer dari hari ke hari menjelang pemilihan presiden (Pilpres) yang akan berlangsung pada 9 Juli 2014 mendatang.
Nama-nama dari kalangan atau figur milter seperti Pramono Edhie Wibowo dan KSAD Budiman disebutkan ideal untuk mendampingi bakal calon presiden PDI Perjuangan Joko Widodo.
Peneliti dari Center for Election and Political Party (CEPP) FISIP UI, Abdul Aziz mengatakan tuntutan masyarakat dan kondisi politik Indonesia yang sempat terlalu lama didominasi rezim militer dan dampaknya masih terasa hingga saat ini, tampaknya menandakan masyarakat masih menginginkan perpaduan figur sipil-militer atau militer-sipil.
"Sejumlah lembaga survei belakang ini juga menunjukkan adanya keinginan masyarakat semacam itu (sipil-militer atau militer-sipil)," kata Aziz dalam keterangan persnya, Minggu (20/4/2014).
Menurut akademisi UI ini, perpaduan sipil-militer atau militer-sipil merupakan kenyataan yang normal, jika pertimbangan untuk kestabilan politik tentu perlu dilakukan. Kendati memang tak sepenuhnya duet sipil-militer menjamin tegaknya kestabilan politik.
Di era reformasi kata Aziz, ada pengalaman duet sipil-sipil yakni antara Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarnoputri, juga pada kasus Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz, kestabilan politik relatif baik ketika itu, kalaupun ada pemakzulan terhadap Presiden Wahid di tengah jalan, bukan karena perpaduan sipil-sipil atau kalangan militer tidak terima dengan duet itu.
"Melainkan lebih karena konflik elite politisi sipil itu sendiri serta isu penyalahgunaan kekuasaan oleh Wahid (kasus Buloggate)," jelasnya.
Lebih jauh, Aziz mengatakan, menjelang Pilpres 2014 ada keinginan 'mengawinkan' figur sipil-militer, tentu baik saja dan tak ada yang salah dengan itu. Hanya diharapkan, perpaduan dua figur dari latar belakang berbeda itu, tidak dilakukan untuk mengejar kepentingan pragmatis semata. Melainkan haruslah didasarkan pada pertimbangan yang lebih mendasar.
"Misalnya faktor saling melengkapi, kapabilitas figur, track record, dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi bangsa-negara," ujarnya.
Jika mengacu pada tiga skenario yang ada, kata Aziz, maka Joko Widodo yang sipil sebaiknya didampingi figur militer, Aburizal Bakrie yang sipil juga ada baiknya disandingkan dengan figur militer, dan Prabowo Subianto yang militer perlu didampingi figur sipil.
Menurutnya, penentuan wakil dari ketiga bakal calon presiden yang ada itu sudah saatnya untuk mempertimbangkan dan mengedapankan kepentingan masa depan bangsa dan negara, jangan lagi seperti pola-pola perilaku politik ‘dagang sapi’ sebagaimana terjadi selama ini.
"Partai politik yang berkoalisi pada Pilpres 2014 mesti banyak belajar dari pengalaman 10 tahun terakhir, di mana koalisi pemerintahan dibangun untuk kepentingan ‘sembako’ partai politik itu sendiri. Sementara kepentingan mendasar bangsa dan negara diabaikan," tuturnya.
Jika Joko Widodo dan PDIP, Aburizal Bakrie dan Partai Golkar, dan Prabowo Subianto dan Partai Gerindra tetap taat asas pada platform masing-masing serta program-program yang dikemukakan selama kampanye pileg kemarin, tentu politik ‘dagang sapi’ akan diharamkan.
"Bagaimana pun platform dan program-program yang sudah dijanjikan itu sangat baik dan mengisyaratkan komitmen akan perubahan-perubahan yang berarti. Karena itu, jangan gegabah dan grasak-grusuk dalam menentukan calon wakil masing-masing," tandasnya.