Pemilu 2014
SBY Sindir Capres Rajin Beriklan
Padahal sesuai jadwal yang disusun Komisi Pemilihan Umum (KPU), belumlah saatnya berkampanye.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyindir politisi, termasuk calon presiden yang sudah gigih beriklan. Padahal sesuai jadwal yang disusun Komisi Pemilihan Umum (KPU), belumlah saatnya berkampanye.
Sementara Calon Presiden Prabowo Subianto, dan Partai Hanura yang sudah rajin sosilaisasi lewat iklan televisi justru menyayangkan kebijakan penghentian sementara (motarium) iklan.
Menurut SBY, yang menjabat Ketua Umum Demokrat sejak Kongres Luar Biasa di Bali 31 Maret 2013, menegaskan banyak cara pilihan ikhtiar untuk memenangkan kompetisi Capres. Ia menggantikan Anas Urbaningrum yang terseret dugaan kasus korupsi proyek Hambalang.
"Ada yang habis-habisan memasang iiklan politik, ada yang mengandalkan satu survei satu dan lainnya. Kalau cuma mengandalkan iklan dan survei, rasanya belum cukup," kata SBY dalam pengantar pada "Debat Bernegara" yang diikuti 11 peserta Konvensi Demokrat di Puri Begawan, Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/3).
Menurut SBY, rakyat harus sungguh-sungguh tahu siapa calon Presidennya.
"Dari konvensi Capres Demokrat inilah dari satu tempat ke tempat lain, dari provinsi ke provinsi dari isu ke isu. Dan media diharapkan meliput dengan fair dan berimbang sebab akan menjadi pendidikan politik yang baik untuk mengubah sejarah dan rakyat akan sadar menjatuhkan pilihannya," kata SBY.
Menurut SBY jangan sampai nanti rakyat Indonesia memilih kucing dalam karung. "Pikirannya kelihatan putih ternyata hitam. Tidak cukup dengan iklan dan survei," kata SBY.
Dijelaskan kalau Capres ingin terpilih jadi presiden tidak cukup disukai rakyat dengan tingkat elektabilitas tinggi. "Kalau pemerintahan ingin berjalan baik maka dia harus berkemampuan cakap siap jadi presiden indonesia.
"Saya melihat 11 tokoh peserta Konvensi Demokrat sudah cakap berkemampuan dan siap. Tinggal menaikkan elektabilitasnya dan tidak kalah dari Capres yang dianggap sudah tinggi elektabilitasnya," kata SBY.
Terpisah, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto justru mengkritik kebijakan moratorium iklan partai politik yang telah disepakati Komisi I DPR RI, dan gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilihan Umum.
"Kenapa pendidikan masyarakat itu dibatasi? Kita ingin menyadarkan politik masyarakat Kenapa kok dibatasi?" ujar Prabowo dalam acara Rakernas Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (1/3).
Menurut Prabowo, dengan adanya moratorium iklan partai politik, tentu menghambat pendidikan politik kepada masyarakat Indonesia sebanyak 250 jiwa yang memerlukan pendidikan politik melalui media massa. "Moratorium iklan itu saya menganggapnya aneh," ucap Prabowo yang pernah menjabat Danjen Kopassus ini.
Selain kebijakan moratorium iklan partai politik, Prabowo juga mengatakan, tenggat waktu 2 minggu yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum untuk partai politik berkampanye tidaklah cukup mengakomodir rakyat yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
"Kampanye dua minggu ini tidak cukup, minimal itu 1 tahun. Obama saja dua tahun sehingga masyarakatnya tidak membeli kucing dalam karung. Rakyat kita butuh pendidikan politik dan mengenali calon-calonnya secara baik," ujar Prabowo, mantan menantu Soeharto.
Adapun Partai Hanura menilai moratorium iklan politik di media massa dilakukan karena adanya ketakutan dari pihak-pihak tertentu. Ketua Fraksi Hanura Sarifuddin Suding menjelaskan partai politik diberikan ruang untuk berkampanye. "Bila ada keputusan moratorium, ini tidak berdasar, karena UU memberikan ruang," kata Suding, Minggu (2/3).
Suding menegaskan setiap orang maupun partai politik membutuhkan ruang untuk menyosialisasikan programkan. "Bisa jadi ada ketakutan sangat luar biasa, karena dari NasDem begitu kencangan, begitu kencang, sehingga diputus," katanya.
Suding mengakui iklan juga tidak banyak membawa dampak untuk menaikkan elektabilitas. Sebab masyarakat lebih melihat kinerja partai politik tersebut. Ia pun menilai DPR tidak bisa memutuskan mengenai moratorium iklan politik.
"DPR enggak punya kewenangan itu. Yang punya kwenangan itu KPU. Saya kira salah dan saya minta konfirmasi anggota saya di komisi I," kata anggota Komisi III DPR itu.
Dalam penandatanganan SKB bersama Bawaslu, KPU, KPI, dan KIP, tentang Kepatuhan Ketentuan Pelaksanaan Kampanye Melalui Media Penyiaran di lantai empat Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Jumat (28/2) sore, menghasilkan sembilan poin yang dibacakan Kepala Biro Humas Bawaslu, Jajang.
Dalam pelaksanaan kampanye pemilu melalui media penyiaran penyiaran dan peserta pemilu untuk menghentikan penyiaran iklan politik dan iklan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye pemilu melalui iklan media elektronik seperti diatur dalam Pasal 83 ayat (2) UU No 8 Tahun 2012 dan Peraturan KPU, yakni terhitung 16 Maret hingga 5 April 2014.
Lembaga penyiaran dan peserta pemilu wajib mentaati ketentuan batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu untuk setiap peserta pemilu secara kumulatif dengan ketentuan: a.
Sebanyak 10 spot berdurasi paling lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa kampanye pemiluj atau b. Sebanyak 10 spot berdurasi paling lama 60 detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa kampanye pemilu.
Salah satu dari sembilan poin yang dihasilkan di antaranya, lembaga penyiaran dan peserta pemilu dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu peserta pemilu kepada peserta pemilu yang lain.
Lembaga penyiaran wajib menentukan standar tarif iklan kampanye pemilu komersial yang berlaku sama untuk setiap peserta pemilu.
Gugus Tugas juga meminta dalam pemberitaan kampanye pemilu, lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu pemberitaan pemilu yang cukup, adil, berimbang, proporsional, dan netral serta tidak mengutamakan kepentingan kelompok dan golongan tertentu sebagaimana ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Pada masa tenang, lembaga penyiaran juga dilarang menyiarkan pemberitaan, rekam jejak, dan atau program-program informasi yang mengandung unsur kampanye peserta pemilu, menyiarkan iklan kampanye pemilu, dan menyiarkan hasil survei atau jajak pendapat tentang elektabilitas peserta pemilu.
(tribunnews/aco/nic/fer)