Medali Olimpiade Tokyo Ternyata Terbuat dari Limbah Elektronik
Medali emas, perak dan perunggu yang dipersembahkan bagi atlet yang memenangkan pertandingan di Olimpiade Tokyo 2020 ternyata terbuat dari limbah.
Parapuan.co - Indonesia dibuat bangga oleh atlet-atlet kebanggaan tanah air yg telah memperoleh medali di Olimpiade Tokyo 2020.
Sejauh ini, perolehan medali Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020 dilansir dari KOMPAS.com adalah tiga perunggu, satu perak dan satu emas.
Detilnya, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu berhasil menyabet medali emas di pertandingan final ganda putri melawan pasangan China Senin (2/8/2021) lalu.
Ini juga merupakan emas pertama untuk Indonesia.
Masih di cabor bulu tangkis, Anthony Sinisuka Ginting tak mau ketinggalan membawa pulang medali perunggu pada pertandingan nomor tunggal putra.
Di cabor angkat besi, ada Windy Cantika Aisah yang meraih medali perunggu.
Baca Juga: Berawal dari Angkut Padi, Nurul Akmal Sukses Angkat Besi 256 Kg di Olimpiade Tokyo 2020
Ada pula Rahmat Erwin Abdullah yang juga berhasil meraih medali perunggu di kelas 73 kg putra.
Serta tak lupa Eko Yuli Irawan yang menjadi satu-satunya peraih medali perak untuk kontingen Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020 ini.
Medali-medali ini, mulai dari perunggu, perak, hingga emas menjadi simbol kemenangan sekaligus kebanggaan dari para atlet yang telah memperjuangkan nama baik tanah air di wajah internasional.
Rasa bangga dan haru para atlet saat memperoleh medali salah satunya tercermin dari momen saat Greys dan Apri mencium dan menggigit medali emasnya.
Namun, tahukan Kawan Puan, ternyata medali-medali tersebut dibuat dari sampah, lho!
Nah, lho. Apakah itu artinya medali-medali tersebut bukan dari emas, perak dan perunggu sungguhan?
Medali-medali yang dipersembahkan bagi para atlet pemenang di Olimpiade Tokyo 2020 memang benar adanya terbuat dari sampah.
Baca Juga: Jokowi Sebut Medali Emas Greysia Polii dan Apriyani Rahayu Kado Dirgahayu Indonesia
Tapi bukan sembarang sampah. Medali-medali ini dibuat dari kumpulan limbah elektronik.
Ya, medali pada perhelatan olahraga akbar ini memang mengusung inovasi yang ramah lingkungan, khususnya di tahun ini.
Limbah elektronik dikumpulkan dari seluruh penjuru Jepang.
Dari situs resmi Olimpiade, diketahui bahwa pengumpulan limbah ini ternyata sudah dilakukan sejak 1 April 2017 hingga 31 Maret 2019.
Diperkirakan sekitar 78.985 ton telepon genggam bekas yang berhasil dikumpulkan oleh otoritas Jepang.
Bukan cuma itu, operator seluler Jepang, NTT Docomo juga ikut berpartisipas dalam mengumpulkan telepon genggam bekas di seluruh penjuru Jepang.
Sebanyak 6,21 juta HP bekas berhasil dikumpulkan oleh NTT Docomo.
Dari kumpulan limbah telepon genggam bekas itu, akhirnya terkumpul jumlah metal dengan total kurang lebih 32kg emas, 3.500kg perak, dan 2.200kg perunggu.
Tak disangka bukan?
Ternyata sampah-sampah elektronik tersebut bisa menghasilkan logam sebanyak itu!
Akan tetapi, proses konversi limbah elektronik menjadi sebuah medali kebanggaan para atlet dengan desain yang menawan ini tidak diperoleh dengan mudah.
Berdasarkan Undang-undang tentang Promosi Daur Ulang Limbah Kecil Peralatan Listrik dan Elektronik yang berlaku di Jepang, telepon genggam bekas yang disumbangkan oleh orang-orang di seluruh Jepang akan diklasifikasikan dan dibongkar oleh kontraktor terakreditasi.
Kemudian, kontaktor yang ditunjuk untuk melakukan peleburan akan mengekstraksi unsur emas, perak dan perunggu dari limbah-limbah yang terkumpul.
Setelahnya, barulah medali-medali tersebut dapat diproduksi.
Baca Juga: Tradisi Unik Saat Olimpiade: Bagi-bagi Kondom untuk Meningkatkan Kesadaran terhadap HIV/AIDS
Tentunya setelah melalui tahapan desain.
Akhirnya, didapatlah medali emas, perak, dan perunggu dengan desain yang sangat detil dan dikemas dengan apik dalam kotak kayu yang elegan.
Yang pasti, medali yang dicium dan digigit oleh para atlet tersebut dalam keadaan bersih.
Ide pembuatan medali pada Olimpiade Tokyo 2020 dengan memanfaatkan limbah elektronik ini sangat jenius dan patut diapresiasi.
Saat acara-acara besar umumnya menyumbang lebih banyak limbah pasca-acara, penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 justru membantu mengurangi limbah yang sudah ada.
(*)