Harga Bitcoin Melonjak Sentuh Rp1,56 Miliar Imbas Aksi Beli Institusi, Bagaimana Sikap Investor?
Lonjakan harga Bitcoin bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan buah dari adopsi jangka panjang dan kepercayaan publik.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga Bitcoin menembus angka sekitar 93.000 dolar AS atau sekitar Rp1,56 miliar pada pekan ini.
Salah satu faktor utama pendorong lonjakan harga ini adalah aksi beli masif dari institusi besar seperti MicroStrategy (Strategy), yang baru saja membeli 6.556 BTC senilai 555,8 juta dolar AS, yang dibeli dari 14-20 April 2025.
Transaksi tersebut menambah total kepemilikan Bitcoin perusahaan menjadi 538.200 BTC, menjadikannya perusahaan publik dengan kepemilikan Bitcoin terbesar di dunia.
Walaupun sempat mencatat kerugian sementara hingga 6 miliar dolar AS pada April 2025 karena harga Bitcoin turun, perusahaan ini tetap yakin dan konsisten dengan keyakinannya bahwa Bitcoin punya masa depan cerah.
Baca juga: Beli Ikan dan Sayur di Supermarket Bisa Pakai Bitcoin, Tanda Kripto Makin Diterima Dunia
Kepemilikan besar oleh institusi seperti MicroStrategy memberi dorongan kepercayaan bagi investor ritel.
Tak hanya itu, data dari Farside Investors menunjukkan bahwa ETF Bitcoin spot mencatat arus masuk bersih sebesar 381,3 juta dolar AS dalam satu hari, tertinggi sejak 30 Januari 2025.
Kembalinya investor institusi menandakan bahwa pasar mulai mengalami rotasi dari aset tradisional menuju aset digital.
Sentimen ini diperkuat dengan melemahnya pasar saham akibat ketegangan geopolitik, terutama ketegangan antara Presiden AS Donald Trump dan Ketua The Fed, Jerome Powell.
Trump secara terbuka menyerang Powell dan mendesaknya untuk menurunkan suku bunga secara preventif.
Ketegangan ini menimbulkan kekhawatiran akan independensi The Fed dan memperburuk volatilitas di pasar tradisional, yang pada akhirnya membuat investor mencari lindung nilai alternatif seperti Bitcoin.
Investor Besar dan Institusi Dorong Kenaikan Harga Bitcoin
CEO Indodax, Oscar Darmawan, menanggapi fenomena ini dengan optimisme.
Ia menyebut, lonjakan harga Bitcoin bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan buah dari adopsi jangka panjang dan kepercayaan publik terhadap aset digital yang semakin besar.
“Bitcoin sedang mengalami validasi ulang sebagai aset safe haven. Ketika dunia dihantui inflasi, gejolak geopolitik, dan ketidakpastian suku bunga, justru BTC memperlihatkan ketahanannya. Ini bukan hanya tren, ini pergeseran paradigma,” ujar Oscar dikutip Kamis (24/4/2025).
Oscar juga menyoroti lonjakan harga Bitcoin kali ini tidak didominasi oleh spekulasi ritel semata.
Data menunjukkan investor besar dan institusi menjadi pendorong utama kenaikan harga, yang berarti adopsi Bitcoin sudah memasuki fase kedewasaan baru.
Selain itu, ia menambahkan bahwa pergerakan altcoin juga memperlihatkan tren positif meski tidak setinggi Bitcoin.
Ethereum naik 13 persen dalam sepekan terakhir menjadi sekitar 1.790 dolar AS, Solana melonjak 4,2% di angka sekitar 151 dolar AS, dan Polygon bahkan naik hingga 10% di angka sekitar 4,08 dolar AS.
Menurut Oscar, lonjakan harga ini menjadi sinyal kuat bagi investor ritel di Indonesia untuk tidak tergesa-gesa mengambil keuntungan jangka pendek.
Ia mengimbau agar masyarakat mulai membangun strategi investasi jangka panjang yang berlandaskan kesabaran dan kepercayaan terhadap fundamental Bitcoin.
“Jangan tergoda untuk panic selling saat harga naik. Justru sekarang adalah saat untuk mempertahankan aset. Sejarah menunjukkan bahwa mereka yang 'diamond hand'—yang sabar dan tidak mudah tergoda—adalah yang meraih keuntungan terbesar,” tegas Oscar.
Ia juga mengingatkan bahwa proyeksi jangka panjang Bitcoin sangat menjanjikan.
Standard Chartered masih mempertahankan prediksi bahwa harga Bitcoin bisa mencapai 200.000 dolar AS (sekitar Rp3,37 miliar) pada akhir 2025. Bahkan, tokoh finansial global Robert Kiyosaki memprediksi BTC bisa melampaui 350.000 dolar AS(Rp5,9 miliar) pada tahun yang sama.
Oscar juga menegaskan bahwa investor pemula tidak perlu menunggu “harga koreksi” untuk mulai masuk pasar.
Strategi seperti Dollar Cost Averaging (DCA) dapat digunakan untuk mulai berinvestasi secara konsisten tanpa harus menebak puncak atau dasar harga.
TOCGY Exchange Tingkatkan Sistem Teknologi, Hadirkan Mesin Perdagangan Berkinerja Tinggi |
![]() |
---|
1 Bitcoin Setara Rp 1,8 M, Ini Lima Negara Termahal untuk Menambang Satu Bitcoin |
![]() |
---|
Kepemimpinan dan Transparansi Disebut Jadi Kunci Pemulihan Nilai Aset Kripto |
![]() |
---|
Naik 1 Juta, Pengguna Aktif Platform Perdagangan Kripto Triv Tembus 4 Juta |
![]() |
---|
Regulasinya Progresif, Indonesia Bisa Jadi Role Model Kripto di Dunia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.