Konflik Rusia Vs Ukraina
Cryptocurrency Ikut Bergejolak Selama Rusia Menginvasi Ukraina
Bitcoin sempat mengalami penurunan setelah Rusia mengumumkan serangan kepada Ukraina. Penurunan ini karena investor ingin menghindari aset berisiko
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejak Rusia menginvasi Ukraina, aset kripto atau cryptocurrency telah menjadi pembicaraan karena permintaan bitcoin yang selalu fluktuatif di Rusia dan sekitarnya.
Bitcoin sempat mengalami penurunan setelah Rusia mengumumkan serangan kepada Ukraina. Penurunan ini disebabkan karena investor ingin menghindari aset berisiko.
Sehingga pada Kamis (24/2/2022), aset kripto Bitcoin telah jatuh sebanyak 8 persen. Sedangkan Saham Eropa turun 3,3 persen, dan S&P 500 bertambah 1,5 persen.
Baca juga: Sanksi Bitcoin Susul Hukuman Lain Bagi Rusia
Bitcoin mengalami pelonjakan pada Senin (21/2/2022) sebanyak 14,5 persen, sementara saham AS membuat keuntungan yang lebih kecil, dengan S&P 500 yang naik tipis sekitar 3,3 persen.
Kepala Strategi Keuangan di Perusahaan Kripto Solrise Group, Joseph Edward mengatakan perubahan bitcoin ini masih berhubungan dengan ekuitas AS.
“Ini sebagian besar masih berkorelasi dengan ekuitas AS selama krisis ini,” ungkap Joseph Edwards.

Apakah Bitcoin Surga Investasi yang aman?
Penggemar kripto melihat bitcoin sebagai tempat praktis untuk menyimpan uang tunai mereka selama perang maupun bencana yang terjadi. Ini tidak mengherankan, karena bitcoin mengatakan dalam argumennya memiliki persediaan terbatas dan berjalan di jaringan komputer global dan berada di luar jangkauan pemerintah, oleh karena itu Bitcoin diklaim lebih aman daripada mata uang tradisional.
Namun, tidak sesederhana itu, potongan safe-heaven Botcoin tidak jelas dan seringkali terlihat seperti aset berisiko lainnya yaitu saham.
Investor Bitcoin mengatakan, selama perang karakteristik Bitcoin telah memicu permintaan dan membantu para investor mengungguli aset tradisional lainnya. Kepala perdagangan OTC di BCB Group, Richard Usher mengatakan Bitcoin tidak bisa disebut sebagai tempat aman berinvestasi, namun nilainya diperkirakan akan terus mengungguli aset tradisional.
Baca juga: Investor Donasi Rp 805,6 Miliar Dalam Bentuk Bitcoin Dll ke Ukraina, Pasar Kripto Kembali Berkilau
“Kami tidak berpikir BTC sedang dipandang sebagai tempat yang aman, juga tidak seharusnya, tetapi daya tariknya adalah aset pembawa digital yang dibatasi pasokan, bebas kredit, yang terbukti menjadi alternatif yang layak untuk keuangan tradisional di lingkungan saat ini. Jika situasinya terus meningkat dan pasar berisiko sangat menderita, itu akan berjuang untuk reli lebih lanjut, tetapi dalam pandangan kami masih mengungguli," kata Richard Usher.
Rubel yang Turun, sedangkan perdagangan Bitcoin tetap berlanjut
Perdagangan Kripto di Rusia telah melonjak karena nilai rubel yang turun akibat sanksi dari Barat yang diterima Rusia.
Sanksi ini dikeluarkan untuk menekan ekonomi Rusia dan memutuskannya dari sistem keuangan global.
Menurut peneliti perusahaan penyedia akses data ke pasar cryptocurrency global CryptoCompare, menunjukan volume perdagangan antara rubel dan cryptocurrency utama mencapai 15,3 miliar rubel pada Senin (3/3/2022). Menunjukan lompatan sebanyak tiga kali lipat dari minggu sebelumnya.
Sedangkan berdenominasi rubel dengan Tether, yang disebut sebagai stablecoin yang dirancang untung menjaga nilai tetap, mencapai 3,3 miliar rubel pada hari yang sama. Angka ini hampir lima kali lipat lebih banyak dari seminggu sebelumnya.
Angka-angka tersebut menunjukkan, orang-orang telah berebut untuk menabung ke kripto Rusia.
Kepala Market Insight asal New York, Noella Acheson berujar perang berkontribusi pada narasi yang mengatakan bitcoin bukan hanya aset spekulatif, tetapi juga penyimpan nilai jangka panjang yang tahan terhadap penyitaan dan tidak bergantung pada kebijakan.