Senin, 6 Oktober 2025

Tuding Facebook Sesatkan Publik, Frances Haugen Bersaksi di Depan Senat AS

usai bocorlam dokumen kontroversial facebook, Frances Haugen bersaksi di depan Komite Senat Amerika Serikat (AS) untuk Perdagangan, Sains, dan Tr

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Getty Images via AFP
Frances Haugen bersaksi di depan Subkomite Perdagangan, Sains, dan Transportasi Senat AS di Washington DC, Selasa (5/10/2021). Haugen meninggalkan Facebook pada bulan Mei dan memberikan dokumen internal perusahaan tentang Facebook kepada wartawan dan lainnya, menuduh bahwa Facebook secara konsisten memilih keuntungan daripada keamanan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Setelah mengungkapkan identitasnya, pelapor yang membocorkan dokumen kontroversial Facebook ke The Wall Street Journal, Frances Haugen kini bersaksi di depan Komite Senat Amerika Serikat (AS) untuk Perdagangan, Sains, dan Transportasi pada Selasa waktu setempat.

Kesaksian Haugen ini dilakukan setelah sidang Senat AS pekan lalu, saat Kepala Keamanan Global Facebook Antigone Davis ditanya tentang dampak negatif perusahaan itu pada anak-anak dan remaja.

Davis hanya terpaku pada skrip yang telah disiapkan Facebook, membuat para senator frustrasi karena ia gagal menjawab pertanyaan secara spontan.

Baca juga: KESAKSIAN Mantan Karyawan: Facebook Membahayakan Anak-anak dan Memicu Perpecahan

Namun Haugen, mantan Manajer Proyek tentang Misinformasi Sipil di Facebook, diprediksi lebih terbuka dengan informasi yang dimilikinya.

Dikutip dari laman Techcrunch, Rabu (6/10/2021), Haugen merupakan seorang Spesialis Algoritma yang pernah menjabat sebagai Manajer Proyek di perusahaan seperti Google, Pinterest, dan Yelp.

Saat berada di Facebook, spesialisasinya adalah masalah yang berkaitan dengan demokrasi, informasi yang salah, dan kontra-spionase.

Baca juga: Layanan Down, Harga Saham Facebook Langsung Anjlok 5 Persen

"Setelah bekerja di empat jenis jejaring sosial yang berbeda, saya mengerti betapa kompleks dan bernuansanya masalah ini. Namun, pilihan yang dibuat di dalam Facebook adalah bencana – untuk anak-anak kita, untuk keselamatan publik kita, untuk privasi kita dan untuk demokrasi kita. Dan itulah mengapa kita harus menuntut Facebook untuk membuat perubahan," kata Haugen dalam pernyataan pembukaannya.

Algoritma

Sepanjang persidangan, Haugen menjelaskan bahwa ia berpikir algoritma Facebook saat ini, yang menghargai tiap postingan dan menghasilkan interaksi sosial yang bermakna (MSI), sangat berbahaya.

Diluncurkan pada 2018, algoritma umpan berita ini memprioritaskan interaksi seperti comments dan likes dari orang-orang yang menurut Facebook paling dekat dengan pengguna, seperti teman dan keluarga.

Namun seperti yang ditunjukkan oleh dokumen yang dibocorkan Haugen, para Ilmuwan data mengemukakan kekhawatiran mereka bahwa sistem ini menghasilkan 'efek samping yang tidak sehat pada bagian penting dari konten publik seperti politik dan berita'.

Sosok Frances Haugen merupakan wanita yang membeberkan dokumen internal terkait Facebook dan Instagram.
Sosok Frances Haugen merupakan wanita yang membeberkan dokumen internal terkait Facebook dan Instagram. (Tangkap layar laman profil Frances Haugen.)

Facebook juga menggunakan peringkat berbasis keterlibatan, di mana kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) menampilkan konten yang menurut aplikasi ini paling menarik bagi pengguna individu.

Ini mengindikasikan konten yang menimbulkan reaksi kuat dari pengguna akan diprioritaskan, sehingga meningkatkan misinformasi, toksisitas, dan konten kekerasan.

Haugen menyampaikan dirinya berpikir peringkat kronologis akan membantu mengurangi dampak negatif ini.

"Saya telah menghabiskan sebagian besar karier saya bekerja pada sistem seperti peringkat berbasis keterlibatan ini. Saat saya datang kepada kalian dan mengatakan hal-hal ini, pada dasarnya saya mengutuk 10 tahun pekerjaan saya sendiri," kata Haugen di persidangan.

Seperti yang dikatakan Haugen dalam program '60 Menit' pada Minggu malam, ia adalah bagian dari divisi Komite Integritas Sipil (Civic Integrity Team) yang dibubarkan Facebook setelah Pemilu 2020.

Facebook memang menerapkan pengamanan untuk mengurangi misinformasi menjelang pada Pemilihan Presiden AS 2020.

Namun setelah pemilihan itu, mereka mematikan sistem perlindungan tersebut.

Menariknya, setelah kerusuhan yang terjadi di US Capitol pada 6 Januari lalu, Facebook pun mengaktifkan sistem ini kembali.

"Facebook mengubah standar keamanan itu menjelang pemilihan karena mereka tahu itu berbahaya. Karena mereka menginginkan pertumbuhan itu kembali setelah pemilihan, mereka kembali ke default awal mereka, saya pikir itu sangat bermasalah," jelas Haugen.

Haugen mengatakan bahwa Facebook menekankan pilihan yang salah bahwa mereka dapat menggunakan algoritma yang mudah menguap dan melanjutkan pertumbuhannya yang cepat, atau mereka dapat memprioritaskan keamanan dan penurunan pengguna.

Namun ia berpikir mengadopsi lebih banyak langkah-langkah keamanan, seperti pengawasan dari akademisi, peneliti dan lembaga pemerintah, sebenarnya dapat membantu memberikan keuntungan bagi Facebook.

"Hal yang saya minta adalah bergerak menjauh dari 'isme' jangka pendek, yang dijalankan Facebook saat ini. Itu dipimpin oleh metrik dan bukan orang. Dengan pengawasan yang tepat dan beberapa kendala ini, mungkin saja Facebook sebenarnya bisa menjadi perusahaan yang jauh lebih menguntungkan 5 atau 10 tahun ke depan, karena tidak terlalu beracun dan tidak banyak orang yang berhenti," papar Haugen.

Membangun pengawasan pemerintah

Saat ditanya mengenai 'eksperimen pemikiran', terkait apa yang akan ia lakukan jika dirinya berada di posisi CEO seperti Mark Zuckerberg, Haugen mengatakan ia akan menetapkan kebijakan tentang berbagi informasi dengan badan pengawas termasuk Kongres AS.

Haugen mengaku akan bekerja dengan akademisi untuk memastikan mereka memiliki informasi yang mereka butuhkan untuk melakukan penelitian tentang platform ini.

Selain itu, ia juga akan segera menerapkan 'intervensi lunak' yang diidentifikasi untuk melindungi integritas Pemilu 2020.

Perempuan berusia 37 tahun itu pun menyarankan agar pengguna mengklik tautan terlebih dahulu sebelum mereka membagikannya, karena perusahaan teknologi lain seperti Twitter telah menemukan intervensi ini untuk mengurangi informasi yang salah.

Haugen juga menambahkan bahwa menurutnya Facebook yang saat ini terstruktur, tidak dapat mencegah penyebaran informasi yang salah tentang vaksin virus corona (Covid-19).

Karena perusahaan tersebut terlalu bergantung pada sistem AI yang menurut Facebook sendiri kemungkinan tidak akan pernah menangkap lebih dari 10 hingga 20 persen konten.

Kemudian Haugen menyampaikan kepada komite bahwa dirinya 'sangat mendorong' mereformasi Bagian 230, bagian dari Undang-Undang (UU) Kepatutan Komunikasi AS yang membebaskan platform media sosial dari tanggung jawab atas apa yang diposting oleh penggunanya.

Haugen menilai Bagian 230 harus memberikan pengecualian terhadap keputusan tentang algoritma, sehingga memungkinkan perusahaan menghadapi konsekuensi hukum jika algoritma mereka ditemukan menyebabkan kerugian.

"Konten yang dibuat pengguna adalah sesuatu yang kurang dapat dikendalikan oleh perusahaan, namun perusahaan memiliki kendali 100 persen atas algoritma mereka. Facebook seharusnya tidak mendapatkan akses gratis atas pilihan yang dibuatnya untuk memprioritaskan pertumbuhan, viralitas, dan reaktivitas di atas keselamatan publik," tegas Haugen.

Sementara itu Senator Partai Demokrat dari negara bagian Colorado, John Hickenlooper (D-CO) bertanya 'apakah keuntungan Facebook akan terpengaruh jika algoritma mempromosikan keamanan'

Haugen mengatakan bahwa itu tentu saja akan berdampak, karena saat pengguna melihat konten yang lebih menarik, bahkan jika itu lebih membuat mereka marah dibandingkan menarik, maka mereka akan menghabiskan lebih banyak waktu di platform itu.

Tentunya para pengguna ini akan menghasilkan lebih banyak dolar iklan untuk Facebook.

Namun Haugen kembali menegaskan bahwa menurutnya, platform itu masih akan tetap bisa menghasilkan keuntungan jika mengikuti langkah-langkah yang ia uraikan untuk memprioritaskan peningkatan keamanan pengguna.

Kisruh

Sebelumnya, mantan karyawan Facebook Francis Haugen jadi sorotan dunia. Dia blak-blakan membeberkan keburukan Facebook sebagai platform media sosial yang digunakan oleh ratusan juta orang di berbagai negara.

Namun faktanya banyak melakukan penyesatan publik, memicu ujaran kebencian, kekerasan dan misinformasi di mana-mana. Pemicu alias biang keroknya adalah kebijakan Facebook mengubah algoritmanya.

Sebelum membeberkan namanya sebagai karyawan anonim yang mengajukan laporan kepada penegak hukum federal Amerika Serikat (AS), nama Frances Haugen masih belum menjadi sorotan.

Meskipun sejak bulan lalu, Facebook sangat penasaran terkait siapa sosok yang berani mengambil penelitian internal perusahaannya.

Namun saat Francis Haugen mengakui bahwa dirinya yang melaporkan keluhan tersebut, inilah yang akhirnya membuat namanya tidak hanya disorot oleh raksasa jejaring sosial itu, namun juga dicari masyarakat dunia.

Frances Haugen memang menyampaikan keluhan terkait penelitian Facebook yang menunjukkan adanya 'penguatan ujaran kebencian, informasi yang salah dan kerusuhan politik', namun perusahaan itu ternyata menyembunyikan apa yang telah mereka ketahui.

Sebuah keluhan lainnya menuduh bahwa platform Instagram yang diakuisisi Facebook telah merugikan gadis remaja.

Baca juga: Layanan Down, Harga Saham Facebook Langsung Anjlok 5 Persen

Apa yang dikeluhkan Haugen ini memang belum pernah terjadi sebelumnya, karena ini adalah 'harta karun penelitian Facebook' yang ia ambil saat berhenti pada Mei lalu.

Francis Haugen1
Francis Haugen.

Dikutip dari CBS News, Selasa (5/10/2021), dokumen-dokumen itu muncul kali pertama pada bulan lalu di The Wall Street Journal.

Baca juga: Pakar Keamanan Siber: Gangguan Whatsapp, Facebook dan Instagram Diduga Karena Human Error

Namun pada Senin malam, Frances Haugen akhirnya mengungkapkan identitasnya untuk menjelaskan alasan mengapa dirinya menjadi pelapor Facebook.

"Hal yang saya lihat berulang kali di Facebook adalah adanya konflik kepentingan antara apa yang baik untuk publik dan apa yang baik untuk Facebook. Dan Facebook, berulang kali, memilih untuk mengoptimalkan untuk kepentingannya sendiri, seperti menghasilkan lebih banyak uang," kata Haugen, dalam wawancara blak-blakannya.

Baca juga: Facebook Down 6 Jam, Karyawan dan Kontraktor Tak Bisa Akses Alat Kerja

Haugen yang kini berusia 37 tahun itu merupakan seorang Ilmuwan Data dari Iowa, dengan gelar di bidang Teknik Komputer dan gelar master di Harvard pada bidang bisnis.

Selama 15 tahun ia juga memiliki pengalaman bekerja untuk perusahaan teknologi besar, termasuk Google dan Pinterest.

"Saya telah melihat banyak jejaring sosial, dan Facebook jauh lebih buruk dibandingkan apapun yang pernah saya lihat sebelumnya," tegas Haugen.

Ia merasa yakin dengan keputusannya untuk keluar dari Facebook, meskipun banyak orang di luar sana menginginkan posisinya atau sekadar bergabung di raksasa jejaring sosial itu.

"Bayangkan, anda tahu apa yang terjadi di dalam Facebook dan anda tidak tahu siapapun di luar sana, saya tahu seperti apa masa depan saya jika saya terus berada di dalam Facebook, orang demi orang telah mengatasi hal ini di dalam Facebook dan membumikan diri mereka sendiri," papar Haugen.

Baca juga: Facebook, Instagram, dan Whatsapp Pulih Kembali Setelah 6 Jam Tumbang

Ia kemudian menjelaskan kapan dan bagaimana dirinya bisa mengambil semua dokumen itu dari perusahaan tersebut. "Pada suatu saat di tahun 2021, saya menyadari 'Oke, saya harus melakukan ini secara sistemik'," tutur Haugen.

Francis Haugen secara diam-diam menyalin puluhan ribu halaman penelitian internal Facebook.

Dari amatannya atas halaman penelitian internal Facebook yang dia dapatkan, Francis Haugen menemukan bukti menunjukkan bahwa Facebook telah berbohong kepada publik tentang apa yang disebut 'membuat kemajuan yang signifikan' dalam melawan kebencian, kekerasan dan informasi yang salah.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved