Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Kejagung Sebut Riza Chalid dan Jurist Tan Kini Berstatus Stateless Imbas Pencabutan Paspor

Kejagung menyatakan tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah Mohammad Riza Chalid kini berstatus tanpa kewarganegaraan alias stateless.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
BURONAN KORUPSI - Potret Kapuspenkum Kejaksaan Agung Anang Supriatna di Jakarta. Ia menyebut Mohammad Riza Chalid dan Jurist Tan kini berstatus tanpa kewarganegaraan alias stateless. 

Ringkasan Utama

  • Riza Chalid dan Jurist Tan berstatus stateless setelah paspor keduanya dicabut pemerintah
  • Riza Chalid dan Jurist Tan saat ini menjadi buronan setelah keduanya menyandang status tersangka di Kejaksaan Agung
  • Riza Chalid adalah tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina, sementara Jurist Tan berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook Kemendikbud


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
- Kejaksaan Agung menyatakan tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah sekaligus buronan Mohammad Riza Chalid kini berstatus tanpa kewarganegaraan alias stateless.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna menerangkan, selain Riza Chalid, status yang sama juga terjadi pada tersangka kasus korupsi pengadaan laptop chromebook yakni Jurist Tan.

Anang menjelaskan, status stateless kedua buronan tersebut merupakan konsekuensi dari dicabutnya paspor Riza dan Jurist  pihak Imigrasi.

"Sudah minta kita cabut paspornya ya (Riza Chalid). JT (Jurist Tan) pun sudah kita minta cabut. Supaya stateless kan," kata Anang kepada wartawan dikutip Senin (6/10/2025).

Terkait hal ini, Anang mengungkapkan bahwa pihaknya selaku aparat penegak hukum yang menangani kasus dua tersangka itu telah meminta Kementerian Imigrasi dan Permasyarakatan (Imipas) untuk mencabut paspor Riza dan Jurist Tan.

Baca juga: Kejaksaan Agung Terus Telusuri Aset Milik Raja Minyak Riza Chalid Hingga ke Luar Negeri

"Kita sudah minta dicabut, kalau Imigrasi kita sudah minta dicabut," jelasnya.

Selain itu, hal tersebut kata Anang bertujuan untuk mempersempit pergerakan Riza dan Jurist yang kini masih dalam proses pencarian.

Pasalnya menurut dia, saat ini Kejagung juga masih berupaya mengejar dua buronan itu dengan permintaan red notice kepada pihak Interpol.

"Red notice sudah diajukan ke Interpol di Pusat tinggal kita tunggu saja," ujarnya.

Baca juga: Isu Sosok Diduga Aktor Demo Rusuh di Indonesia, Nama Riza Chalid dan George Soros Mencuat

Menteri Imipas, Agus Andrianto juga telah menyatakan bahwa pihaknya telah mencabut paspor milik Riza Chalid dan Jurist Tan.

Dijelaskan Agus bahwa Pencabutan paspor terhadap raja minyak itu berdasarkan permintaan dari Kejaksaan Agung.

"Sejak awal minta dicekal dan kita koordinasi untuk pencabutan paspor (Riza Chalid). (Kemudian) disepakati untuk dicabut," kata Agus saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (30/7/2025) lalu.

Sedangkan terhadap Jurist Tan, Agus mengatakan pencabutan paspor milik eks Staf khusus Nadiem Makarim itu sudah dilakukan pihaknya sejak 4 Agustus 2025 atas permintaan dari Kejagung.

"(Paspor Jurist Tan sudah dicabut) sejak tanggal 4 Agustus sesuai permintaan Kejagung RI," ujar Agus saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (13/8/2025) lalu.

Agus mengatakan pencabutan paspor terhadap kedua orang itu merupakan permintaan dari pihak Kejaksaan Agung.

Kasus Riza Chalid

Kejagung menetapkan raja minyak Muhammad Riza Chalid (MRC) dan delapan orang lain sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk di PT Pertamina Persero tahun 2018-2023.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengungkapkan ada dua peran dari Riza Chalid dalam kasus ini.

Pertama, Riza berperan dalam mengintervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina.

Dalam kasus ini, dia melakukan intervensi dengan cara memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak.

Padahal, kala itu, PT Pertamina Tbk (Persero) dinilai tidak membutuhkan kerjasama tersebut.

"(Riza) melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang pada saat itu, PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025) lalu.

Kedua, Riza juga berperan dalam penghilangan skema kepemilikan terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama serta menetapkan kontrak yang sangat tinggi.

Namun, meski sudah ditetapkan menjadi tersangka, Qohar mengatakan Riza Chalid masih belum ditahan karena buron.

"Jadi dia sekarang keberadaannya diduga tidak di dalam Indonesia," ujarnya.

Qohar mengungkapkan buronnya Riza Chalid karena semenjak penyidikan dilakukan, yang bersangkutan tidak pernah hadir kendati sudah dipanggil tiga kali.

Dia menduga Riza berada di Singapura dan kini pihaknya masih berkoordinasi dengan perwakilan Kejaksaan RI di sana.

Adapun total undang-undang yang dilanggar oleh para tersangka sejumlah 15 aturan yang diantaranya adalah melanggar UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Lalu, mereka juga melanggar PP Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, Permen BUMN Nomor 09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN.

Riza Chalid dkk juga dijerat dengan pasal terkait korupsi yaitu Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus Jurist Tan

Jurist Tan adalah mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) era Nadiem Makarim.

Ia terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook yang merugikan negara hingga Rp1,98 triliun.

Dalam kasus ini, sudah ada lima orang tersangka termasuk Nadiem Makarim dan Jurist Tan.

Mereka disangkakan melanggar pasal primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Serta Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved