Kasus Suap di Kemenkumham
Laporkan Wamenkumham hingga Kini Tersangka, Ketua IPW Ngaku Korban Kriminalisasi dan Ungkap Keanehan
Dibalik status tersangka Wamenkumham Eddy Hiariej, Ketua IPW sebagai pelapor ngaku jadi korban kriminalisasi dan ungkap ada keanehan saat pemeriksaan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wamenkumham RI Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) atau Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Adalah Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso yang melaporkan Wamenkumkam Eddy Hiariej ke KPK atas tuduhan gratifikasi senilai Rp 7 miliar.
Setelah dilaporkan pada 14 Maret 2023, dan dua kali memeriksa Wamenkumkam Eddy Hiariej akhirnya kasus naik ke penyidikan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membenarkan Wamenkumham Eddy Hiariej sudah berstatus sebagai tersangka.
Selain Wamenkumham, Alex menyebut ada tiga pihak lainnya yang dijadikan sebagai tersangka.
Alex mengatakan surat perintah penyidikan (sprindik) sudah ditandatangani pimpinan KPK sekira dua minggu lalu.
Namun, Alex tidak memerinci tiga tersangka lainnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengatakan, pihaknya menerapkan pasal suap dan gratifikasi dalam mengusut kasus yang menyeret nama Wamenkumham Eddy Hiariej.
"Oh double, ada pasal suap ada pasal gratifikasinya," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, dikutip Selasa (7/11/2023).
Atas laporannya terhadap Wamenkumkam Eddy Hiariej, Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso sempat blak-blakan bawa dirinya merupakan korban kriminalisasi hingga ada keanehan saat dia diperiksa KPK.
Ketua IPW Merasa Dirinya Korban Kriminalisasi dari Kasus Wamenkumham
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai dirinya menjadi korban kriminalisasi dari YAR, aspri Wamenkumham.
Dirinya beralasan karena dalam kasus pelaporan dugaan pemerasan dan penerimaan uang, pihaknya hanya melaporkan Wamenkumham EOSH ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saudara YAR yang tidak dilaporkan telah melaporkan saya, itu kriminalisasi dan pembungkaman terhadap aktivis antikorupsi. Kecuali saudara Wamen EOSH melaporkan saya. Karena saya tidak pernah menyebutkan saudara YAR melakukan tindak pidana korupsi," ujarnya kepada wartawan, Jumat (14/4/2023).
Sebagaimana diketahui saat ini korban dugaan pemerasan Wamenkumham pengusaha tambang Helmut Hermawan masih mendekam di tahanan Polda Sulsel dalam kondisi sakit karena tidak diizinkan menjalani pengobatan oleh Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Helmi Kwarta Rauf.
Untuk itu, pihaknya juga meminta Bareskrim Polri untuk menghentikan laporan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh aspri Wamenkumham.
Jika pelaporan ditindaklanjuti, kata dia, maka sama saja telah membungkam kebebasan sipil untuk turut serta dalam pemberantasan tidak pidana Korupsi.
Berdasarkan Surat Edaran No B/345/11/2005/Bareskrim tertanggal 7 Maret 2005 perihal Permohonan Perlindungan Saksi atau Pelapor yang ditujukan kepada Kapolda se-Indonesia, mengimbau jajaran kepolisian di berbagai daerah agar mendahulukan penanganan laporan kasus korupsi.
"Artinya jika terus dilanjutkan maka penyidik Bareskrim telah melanggar aturannya sendiri. Maka laporan pencemaran nama baik dari pihak-pihak yang merasa dinistakan namanya karena dilaporkan atas dugaan kasus korupsi ya harus ditunda terlebih dahulu," ujarnya.
Menurutnya, surat edaran tersebut yang notabene merupakan tindak lanjut surat pemimpin KPK tanggal 31 Januari 2005 perihal Permohonan Perlindungan Saksi atau Pelapor yang ditujukan ke Kapolri.
Sekaligus pengejawantahan lebih lanjut spirit Pasal 41 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Peran Serta Masyarakat atau dibuka ruang partisipasi publik mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Selain itu, pihaknya mendesak agar KPK serius menindaklanjuti laporan IPW terkait dugaan korupsi Wamenkumham EOSH.
"Dengan menaikkan status ke penyelidikan, penyidikan dan melakukan tindakan pencekalan terhadap EOSH," kata dia.

Sebelumnya, Sugeng juga bakal melaporkan YAR ke Bareskrim Mabes Polri terkait dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga menyeret nama Wamenkumham EOSH.
"Kami akan melaporkan saudara YAR dugaan TPPU di mabes polri. Ya kita merencanakan lapor TPPU, karena kemarin kan kita ngga melaporkan dia. Sekarang kan saya diingatkan supaya lapor balik," kata Sugeng.
Pelaporan tersebut dilakukan karena adanya permintaan dari pihak EOSH yang mengakibatkan terjadinya aliran dana senilai Rp7 miliar melalui asisten pribadi Wamenkumham EOSH, yaitu YAR.
Pemberian uang tersebut dilakukan pada bulan April dan Mei 2022 lalu sebesar Rp4 miliar dengan dua kali transfer, yang masing-masing senilai Rp2 miliar.
Selanjutnya, terdapat adanya pemberian uang tunai pada Agustus 2022 sebesar Rp3 miliar dalam bentuk mata uang dolar AS. Uang itu disebut diterima oleh YAR di ruangannya yang diduga atas arahan Wamen EOSH.
Ketua IPW Sebut Ada Kejanggalan saat Pemeriksaannya di KPK
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyebut ada kejanggalan pada saat dirinya memberikan klarifikasi terkait dugaan gratifikasi Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej).
Itu disampaikannya saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2023).
Kejanggalan itu, lanjut dia, lantaran dirinya dan Wamenkumham datang pada hari yang sama ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberi klarifikasi.
“Saya melihat ini ada sesuatu yang sangat janggal. Ketika saya diklarifikasi, hari itu juga wamen datang,” ucap Sugeng.
Sugeng bilang, jika dirinya dan Wamenkumham dimintai keterangan pada hari yang sama.
Maka, lanjut dia, KPK tidak memiliki waktu untuk menelaah keterangan.
“Kapan menelaah punya saya untuk ditanyakan kepada yang beraangkutan. Bagaimana ini sistemnya ini,” ucapnya.
Menurut dia, mekanisme yang tepat ialah KPK terlebih dahulu mendengar keterangan terlapor, baru kemudian diklarifikasi kepada pihak terduga.
“Kan kalau sistem yang baik, yang melaporkan didengar dulu, ditelaah, kemudian dia baru mengkonfirmasi hal-hal itu. Itu sistem yang baik.”
“Tapi saya dengar katanya cuma 10 menit, apa bener atau tidak saya tidak tahu. Mungkin juga ditolak di dalam saya tidak tahu,” papar Sugeng.
Ia pun berharap KPK memproses pengaduannya terkait dugaan gratifikasi Wamenkumham tersebut.
Sebab, Sugeng mengklaim dirinya memiliki bukti yang kuat.
“Bukti saya kuat. Oleh karena itu, saya selalu melibatkan publik. Karena kontrol terhadap lembaga ini penting juga ya KPK ya,” tuturnya.
Untuk informasi, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dan Wamenkumham Eddy Hiariej datang di hari yang sama, pada Senin (20/3/2023) lalu.
Ada tiga poin yang disampaikan Sugeng ke KPK pada kedatangannya tersebut.
“Satu, penerimaan dana sebesar Rp4 miliar dalam dua kali pengiriman, yaitu bulan April 2022 sebesar Rp2 miliar, dan juga bulan Mei 2022 sebesar Rp2 miliar yang dikirim dari satu perusahaan swasta kepada rekening YAR, yang adalah aspri dari Wamen EOSH," kata Sugeng lewat keterangan video, Senin (20/3/2023).
Kemudian yang kedua, lanjut Sugeng, ia juga menyampaikan ke KPK terkait adanya dugaan penerimaan dana tunai sebesar 3 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat kepada Eddy Hiariej.
Uang itu diberikan seseorang bernama HH kepada Eddy melalui aspri YAR.
"Kemudian yang kedua terkait adanya penerimaan dana tunai sebesar 3 miliar dalam bentuk dolar Amerika yang diserahkan oleh seorang bernama HH untuk kepentingan Wamen EOSH yang diterima asprinya juga bernama YAR," kata Sugeng.
Kemudian poin ketiga, dikatakan Sugeng, terkait adanya dugaan permintaan Eddy kepada HH melalui pesan WhatsApp (WA) untuk posisi komisaris sebuah perusahaan.
"Melalui chat yang menyatakan 'saya diwakili dua aspri saya yaitu YAR dan YAM', atas permintaan posisi komisaris pada Juli 2022 tersebut, diakomodasi oleh pengusaha HH dengan dimasukkan saudara YAM sebagai komisaris, dalam akta perusahaan sebagai komisaris," katanya.
"Dan sebagai tindak lanjutnya adalah adanya pembayaran honor selama dua bulan, September dan Oktober, sebesar Rp240 juta, jadi perbulan Rp120 juta, yang menurut informasi yang diperoleh IPW Rp20 juta untuk YAM dan Rp100 juta untuk Wamen EOSH," imbuhnya.
Wamenkumham Klarifikasi ke KPK Atas Inisiatif Sendiri
Wamen Eddy pun pada hari yang sama telah menyambangi KPK guna mengklarifikasi tuduhan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
Eddy menilai aduan IPW ke KPK soal dugaan dirinya menerima gratifikasi sebagai hal yang tendensius.
Meskipun demikian, dia menyatakan tak akan melaporkan balik lembaga swadaya masyarakat tersebut.
Eddy menyatakan bahwa dirinya melakukan klarifikasi ke KPK atas inisiatif sendiri.
"Atas inisiatif kami sendiri, kami melakukan klarifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atas aduan IPW yang tendensius mengarah kepada fitnah,” ucap Eddy usai menjalani klarifikasi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/3/2023).
Menurutnya klarifikasi dilakukan agar publik tidak gaduh atas laporan IPW Ia juga menganggap laporan itu bukanlah hal serius karena tudingan tersebut tidak benar.
“Kalo sesuatu yang tidak benar kenapa saya harus tanggapi serius? Tapi supaya ini tidak gaduh tidak goreng sana-sini saya harus melakukan klarifikasi,” kata dia.

Ketua IPW: Saya Memang Bukan Lawan Sepadan
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso merespons pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej).
Eddy Hiariej sebelumnya menyatakan tak akan melaporkan balik Sugeng.
Dikatakannya bahwa ada sejumlah alasan mengapa dirinya enggan melaporkan balik, di antaranya menyebut bahwa Sugeng bukan lawan yang sepadan.
“Dia bilang kalau mau perang cari lawan seimbang. Oh iya dong saya gak seimbang, wong saya cuma S1, dia profesor,” kata Sugeng saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2023).
Ia mengakui bahwa dirinya memang bukan lawan yang sepadan bagi seorang Eddy Hiariej sebagai Wamenkumham.
“Jadi memang kalau dikatakan oleh Wamen kalau mau perang cari lawan seimbang itu ada benarnya. Saya bukan siapa-siapa dibandingkan dengan pemegang kewenangan yang disimpangkan ini,” ucap Sugeng.
Kendati demikian, ia pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan kasus gratifikasi Rp7 miliar oleh Eddy Hiariej melalui dua astisten pribadinya.
“Tapi KPK saya minta serius loh ya. karena saya melihat ini ada sesuatu yang sangat janggal,” tuturnya.
Wamenkumham Eddy Hiariej sebelumnya mengatakan, jika dirinya melaporkan Sugeng berarti masuk dalam sistem peradilan pidana artinya akan masuk ke mode berperang.
Menurutnya, Sugeng bukanlah lawan yang seimbang akan hal tersebut.
"Kalau berperang kan kita harus cari lawan yang seimbang," ujar Eddy.
Berawal dari Laporan Ketua IPW ke KPK
Kasus ini berawal dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret 2023 lalu.
Pada saat itu, Sugeng melaporkan Eddy terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 7 miliar.
Sugeng menjelaskan ada tiga peristiwa yang dianggapnya sebagai perbuatan pidana.
Pertama terkait dugaan pemberian uang Rp 4 miliar yang diduga diterima Eddy lewat asisten pribadinya, Yogi Ari Rukmana.
Pada saat itu, Sugeng pun turut menunjukkan bukti elektronik saat berbicara itu.
Bukti elektronik itu berupa tangkapan layar sebuah chat di mana Eddy Hiariej mengakui Yogi Ari Rukmana dan seorang pengacara bernama Yoshi Andika Mulyadi.
"Pemberian ini dalam kaitan seorang bernama HH (Helmut Hermawan) yang meminta konsultasi hukum kepada Wamen EOSH. Kemudian oleh Wamen diarahkan untuk berhubungan dengan saudara ini namanya ada di sini (bukti transfer), PT-nya apa namanya ada," tutur Sugeng saat itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Sementara peristiwa kedua yaitu adanya pemberian dana tunai sejumlah Rp 3 miliar pada Agustus 2022 dalam pecahan dolar AS yang diterima oleh Yosi.
"Diduga (pemberian uang) atas arahan saudara Wamen EOSH. Pemberian diberikan oleh saudara HH, Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM)," kata Sugeng.
Baca juga: IPW Apresiasi Wamenkumham Eddy Hiariej Ditetapkan Jadi Tersangka, Desak KPK Usut Aliran Dana 2 Aspri
Sugeng pun menduga pemberian uang Rp 3 miliar itu terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.
Kemudian, pada 13 September 2022, pengesahan badan hukum PT CLM justru dihapus.
Alhasil, kata Sugeng, justru muncul pengesahan susunan direksi baru PT CLM dengan seseorang berinisial ZAS sebagai direktur utama (dirut).
Dalam hal ini, Sugeg mengatakan ZAS dan HH tengah bersengketa kepemilikan saham PT CLM.
Namun, HH sudah ditahan oleh Polda Sulawesi Selatan.
"Jadi, saudara HH sebagai pemilik IUP menjadi kecewa sehingga melalui saksi advokat berinisial A menegur saudara Wamen EOSH, 'tindakan Anda tidak terpuji, bakik badan lah gitu ya,'," kata Sugeng.
Lalu terkait pemberian uang dengan total Rp 7 miliar itu, Sugeng mengatakan justru dikembalikan oleh Yogi ke PT CLM via transfer.
Dengan pengembalian ini, Sugeng menduga memang ada upaya gratifikasi terhadap Eddy.
"Apa artiya? Yang penerimaan tunai Rp 3 miliar terkonfirmasi diakui. Tetapi, pada tanggal 17 Oktober pukul 14.36 dikirim kembali oleh PT CLM ke rekening bernama YAM, Aspri juga dari saudara Wamen EOSH, itu perbuatan kedua," beber Sugeng.
Selanjutnya, peristiwa terakhir terkait adanya komunikasi antara Helmut dan Eddy yang disebut Sugeng meminta agar Yogi dan Yosi ditempatkan sebagai Komisaris PT CLM.
"Kemudian diakomodasi dengan adanya akta notaris. Satu orang yang tercantum, saudara YAR. Ini aktanya ya. Jadi, ada tiga perbuatan. Uang Rp4 miliar, Rp3 miliar kemudian permintaan tercantum. Ini bukti-bukti yang kami lampirkan dalam laporan kami ke KPK," pungkas Sugeng. (tribun network/thf/Tribunnews.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.