Polisi Tembak Polisi
Irfan Widyanto Dicecar Jaksa Soal Surat Perintah Pengambilan DVR CCTV dari Bareskrim Polri
Terdakwa Irfan Widyanto mengaku tidak mendapat surat perintah (sprin) untuk mengambil DVR CCTV dari Bareskrim Polri.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Irfan Widyanto mengaku tidak mendapat surat perintah untuk mengambil DVR CCTV dari Bareskrim Polri.
Hal itu diungkapkan Irfan saat menjadi saksi dalam perkara obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
Awalnya, jaksa bertanya terkait prosedur pengambilan DVR CCTV yang dikira Irfan untuk kepentingan hukum itu.
Irfan hanya mengaku pengambilan DVR itu atas perintah Ari Cahya Nugraha yang saat itu menjabat sebagai Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri.
"Saudara mengambil itu kan ada prosedur, ya diawali ini kan bukan seketika sudah ada jeda waktu. Sudah ada surat perintah kepada saudara dari Bareskrim?" kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
"Saya saat itu datang ke Duren Tiga atas perintah Kanit (Ari Cahya) saya langsung," jawab Irfan.
"Saya tanya ada surat perintah tertulis dari Bareskrim?" ungkap jaksa.
"Saya tidak tahu," tutur Irfan.
"Saudara ada memegang surat perintah dari Bareskrim untuk melaksanakan tugas itu?" tanya jaksa kembali.
"Tidak ada," jawab Irfan.
"itu yang penting, penting sakali?" cecar jaksa.
Baca juga: Sapaan Chuck Putranto ke Irfan yang Hendak Ambil DVR CCTV: Mau ke Mana Adik Asuh?
"Karena itu kewenangan Kanit saya," ucap Irfan.
Jaksa pun kembali mencecar Irfan terkait surat perintah manakala baru mendapatkannya setelah proses pengambilan DVR tersebut dilakukan.
Namun, Irfan kembali menyebut tidak ada surat perintah dari Bareskrim Polri terkait pengambilan DVR CCTV tersebut.
"Iya, kan setiap ada tindakan hukum kan harus ada surat perintah. Oke tidak ada surat perintah. Setelah kejadian ada nggak surat perintah menyusul, kepada saudara yang diberikan setelah saudara ambil adakah surat perintah ada tidak?" ucap jaksa.
"Tidak ada," tegas Irfan.
"Sampai hari ini ada surat perintah?" ungkap jaksa.
"Tidak ada, biasanya surat administrasi..," ucap Irfan.
"Saudara itu yang ditanya itu ada surat perintah tidak?" potong hakim.
"Tidak ada," ucap Irfan.
"Yasudah," singkat hakim.
Irfan Mengira Ambil DVR untuk Kepentingan Hukum
Sebelumnya, Terdakwa, Irfan Widyanto menyebut perintah untuk mengambil DVR CCTV Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan hanya untuk kepentingan hukum.
Hal ini dikatakan Irfan saat menjadi saksi dalam sidang perkara penghalangan penyidikan atau obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya kepada Irfan apakah sudah mengetahui peristiwa tembak-menembak yang diskenariokan Ferdy Sambo di rumah dinasnya sebelum mengambil DVR CCTV.
Irfan mengaku sudah mendengar cerita soal peristiwa tembak-menembak itu di hari tewasnya Brigadir J pada 8 Juli 2022.
Baca juga: AKP Irfan Widyanto Pinjam Uang Teman Saat Beli DVR CCTV Pengganti di Kompleks Rumah Ferdy Sambo
"Sebelum diambil, saudara sudah tahu ada kejadian tembak menembak atau penembakan di rumah 46 (rumah dinas Ferdy Sambo)?" tanya jaksa.
"Saya tahu dari dengar, karena tanggal 8 saya datang," jawab Irfan.
"Maksudnya, di rumah 46 ada penembakan?" ucap jaksa.
"Saya tahu dari dengar," ungkap Irfan.
"Sebelum diambil CCTV saudara sudah tahu?" tutur jaksa.
"Sudah tahu," ucap Irfan.
Diketahui, saat Brigadir J tewas, malam harinya eks Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, Ari Cahya mengajak Irfan ke rumah dinas Ferdy Sambo. Namun, Irfan mengaku tidak masuk ke dalam rumah.
Atas dasar itu, Irfan mengira perintah pengambilan DVR CCTV itu hanya untuk kepentingan hukum dari kasus yang awalnya disebut tembak-menembak itu.
"Saya tidak tahu, yang jelas sepengetahuan saya saat itu karena saya tidak ikut masuk, saya hanya mendengar ada kejadian apa, ada kejadian tembak menembak antara anggota polisi, dan itu H+1 baru keesokan harinya," jelas Irfan.
"Sehingga keyakinan saya atau pemahamannya saya, saya mendapat perintah tersebut berarti untuk kepentingan mungkin kepentingan hukum," sambung Irfan.
"Kepentingan hukum?" tanya jaksa.
"Siap," jawab Irfan.
"Kepentingan hukum, kalau di Bareskrim itu berarti untuk menemukan alat bukti bagian dari itu?" tanya jaksa kembali.
"Siap, saya kan tidak tahu apakah, karena yang perintah Paminal apakah itu untuk kepentingan prosedur Paminal atau kebutuhan prosedur reserse," lanjut Irfan.
Irfan Hubungi Pengusaha CCTV
Pengusaha CCTV Tjong Djiu Fung alias Afung dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Kamis (3/11/2022).
Afung merupakan orang yang diminta oleh terdakwa Irfan Widyanto untuk mengganti DVR CCTV yang berada di Komplek Polri Duren Tiga pasca penembakan Brigadir Yosua.
Dalam sidang tersebut, Afung membeberkan awal mula dirinya dihubungi oleh Irfan Widyanto, kata dia peristiwa itu terjadi sekitar pukul 15.00 WIB di hari Jumat 8 Juli 2022.
"Jadi pertama saya di WA oleh saudara Irfan dan dia mengatakan 'izin pak afung, saya irfan'. Terus saya bilang gini 'ada yang bisa saya bantu?' lalu dia bilang 'saya irfan mau ada...pergantian dua unit DVR CCTV. Saya bilang bisa," kata Afung dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dari situ, Irfan menanyakan harga terkait dengan CCTV yang dijual oleh Afung. Afung lantas menanyakan spesifikasi jenis kamera dan mesin DVR CCTV yang dibutuhkan oleh Irfan.
Kata dia, berdasarkan rincian yang dijelaskan oleh Irfan, jenis kamera CCTV yang diinginkan yakni merupakan pabrikan China.
"Lalu dalam sepengetahuan saya itu, itu adalah mesin merk china biasa toko-toko ada karena sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena saya tahu itu cuma mesin china dan saya tau," ucap Afung.
Singkatnya, kedua pihak itu sepakat perihal pergantian perangkat DVR CCTV bahkan hingga pembelian harddisk.
Saat itu, Afung langsung diminta oleh Irfan datang ke lokasi yang diminta, yakni di kawasan Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan sekitar pukul 17.00 WIB sore.
Setibanya di lokasi, Afung diminta untuk masuk ke posko keamanan komplek yang lokasinya tepat berseberangan dengan rumah dinas Ferdy Sambo atau lokasi kejadian penembakan.
Afung langsung melakukan pengecekan, ternyata didapat sebagian besar CCTV yang terpasang di komplek itu sejatinya masih hidup dan berfungsi.
"Di sana saya sebagai teknisi di lapangan itu saya memperhatikan posisi kamera yang nyala itu ada beberapa titik, saya memperhatikan kamera nomor 1 dan 8 itu mati yang bisa diartikan dalam DVR itu ada dua unit atas sama bawah," kata dia.
"Itu masih hidup (kamera dan DVR nya)," jawab Afung.
Mendengar keterangan itu, jaksa penuntut umum lantas menanyakan apakah kamera itu merekam atau sekedar hidup saja.
Namun, Afung tidak dapat mengenali secara detail apakah kamera itu merekam atau tidak, pastinya kata dia, kamera itu hidup dan minta untuk diganti.
"Kalau merekam saya tidak jelas, karena intinya pekerjaan saya tidak mengambil bagian untuk mengetahui apa," ucap Afung lantas dipotong oleh jaksa.
"Saksi tidak nanya kenapa diganti?" tanya jaksa.
Baca juga: AKP Irfan Widyanto Pinjam Uang Teman Saat Beli DVR CCTV Pengganti di Kompleks Rumah Ferdy Sambo
"Tidak pak," jawab Afung.
"Yang saksi lihat masih hidup, masih nyala?" tanya lagi jaksa.
"Masih nyala," tukas Afung.