Selasa, 7 Oktober 2025

GPDRR Lahirkan Tujuh Rekomendasi Agenda Bali untuk Resiliensi Bencana

GPDRR ke-7 ini mengangkat tema besar 'From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a Covid-19 Transformed World'.

ist
Acara Forum The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 yang digelar di BNDCC, Bali 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, BALI - Saat ini dunia menghadapi berbagai ancaman kemanusiaan, mulai dari wabah virus hingga bencana ekologis yang dapat berdampak buruk pada kelangsungan hidup manusia.

Terkait bencana ekologis, didefinisikan sebagai peristiwa bencana terhadap lingkungan alam yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Faktor aktivitas manusia inilah yang membedakan antara bencana lingkungan dari gangguan lainnya seperti bencana alam maupun tindakan perang yang disengaja seperti bom nuklir.

Baca juga: Puan: Indonesia Rawan Bencana Harus Jadi Kesadaran Pentingnya Mitigasi

Untuk menghadapi berbagai ancaman terhadap kemanusiaan, termasuk bencana ekologis, maka event bertaraf internasional Forum The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 pun digelar.

GPDRR ke-7 ini mengangkat tema besar 'From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a Covid-19 Transformed World'.

Sebagai tuan rumah, Indonesia mengusung tema 'Memperkuat Kemitraan Menuju Resiliensi Berkelanjutan'.

Dalam pidatonya pada acara penutupan global GPDRR, Presiden Ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri meminta dunia untuk bersatu dan memperkuat solidaritas.

Hal ini penting dilakukan demi menghadapi berbagai ancaman bagi kemanusiaan, satu diantaranya bencana ekologis.

Baca juga: Kepala BNPB Sampaikan Tujuh Rekomendasi Terkait Kebencanaan di GPDRR

"Eksploitasi alam yang tidak terkendali jadi ancaman bagi kemanusiaan dan peradaban manusia. Kita sering tidak menyadari bencana tersebut," kata Megawati secara virtual.

Disaksikan ribuan delegasi asing dari 185 negara, ia pun mengusulkan agar dunia dapat memperkuat Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) serta memperkuat kemitraan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) antarnegara demi meningkatkan kesiapsiagaan global dalam menghadapi bencana.

Perwakilan Khusus Sekjen UNDRR, Mami Mizutori kemudian menyampaikan bahwa agenda ini memang sengaja tidak menggunakan istilah 'Bencana Alam' sebagai kampanyenya.

Hal itu karena UNDRR meyakini bahwa bencana alam sebenarnya merupakan hal yang seharusnya tidak ada.

Bagi UNDRR, bahaya akan berubah menjadi suatu bencana jika didasarkan pada keputusan manusia.

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno: Indonesia akan Tampilkan Pariwisata Tangguh Bencana untuk Delegasi GPDRR

"Berita baiknya adalah karena keputusan manusia lah yang membuat bencana lebih mengerikan, keputusan manusia juga yang dapat membalikkan kecenderungan ini, mengurangi dampak bahaya, mengurangi dampak bencana ketika menimpa kita," tegas Mizutori.

UNDRR pun menyampaikan apresiasinya terhadap Indonesia yang menghargai keragaman dalam segi apapun, termasuk memberikan kesempatan pada mereka yang memiliki keterbatasan fisik untuk ikut bergabung dalam forum tersebut.

Mizutori merasa bangga melihat jumlah peserta penyandang disabilitas meningkat dua kali lipat dari pertemuan sebelumnya.

"Saya sangat bangga bahwa Platform Global ini benar-benar mencerminkan pendekatan seluruh masyarakat dari Kerangka Sendai, dan tentu saja kami memiliki orang-orang dari seluruh dunia," jelas Mizutori.

Ia pun mengucapkan terima kasih untuk momentum kali ini yang dianggap sebagai salah satu hal terbaik dalam konferensi tersebut.

"Sekali lagi saya harus berterima kasih kepada Indonesia untuk ini. Dan saya percaya bahwa ini akan menjadi salah satu warisan indah yang dapat kita tinggalkan di sini, di pusat konferensi ini," kata Mizutori.

Sementara itu, Perwakilan dari Aliansi Disabilitas Internasional (IDA), Elham Youssefian menyampaikan bahwa pihaknya masih meyakini pendekatan seluruh masyarakat (whole society) dan seluruh pemerintah (whole government) dapat digunakan sebagai solusi utama dalam mengurangi risiko bencana.

Baca juga: Ketua DPR Dorong Perempuan Lebih Banyak Dilibatkan dalam Program Penanggulangan Bencana

"Tetapi pendekatan whole society yang kami maksud adalah semua masyarakat, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan, ras, disabilitas, status adat, warna kulit, agama, kemiskinan, status ekonomi, atau status pengungsi atau pengungsi," tegas Youssefian.

Youssefian kemudian menekankan bahwa melalui pendekatan whole government, pihaknya berharap setiap sektor pemerintah dapat terlibat dan memiliki rencana spesifik terkait 'bagaimana cara mereka untuk terlibat dan apa yang ingin mereka lakukan'.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menyimpulkan pembahasan dalam rangkaian agenda tersebut.

"Presiden Indonesia sebagai tuan rumah mendorong masyarakat internasional untuk meningkatkan kerja sama dalam manajemen risiko bencana melalui kolaborasi berdasarkan prinsip-prinsip penguatan budaya sadar bencana dan edukasi untuk pengurangan risiko. Kedua, investasi pada sains teknologi," kata Suharyanto saat upacara penutupan GPDRR di BNDCC, Bali, pada Jumat malam (27/5/2022).

Platform Global ini merupakan seruan bagi negara-negara untuk mempercepat implementasi seluruh prioritas Kerangka Sendai guna menghentikan laju peningkatan dampak dan risiko bencana.

Baca juga: Indonesia Berbagi Pengalaman Bangun Ketahanan Bisnis dan  Komunitas di GPDRR Bali

Suharyanto menambahkan, rekomendasi utama yang dihasilkan adalah penerapan pendekatan 'Think Resilience' pada semua bentuk investasi dan pengambilan keputusan, mengintegrasikan kebijakan pengurangan risiko bencana melalui pendekatan Pentahelix.

Dalam rangkaian agenda yang mempertemukan seluruh delegasi dari berbagai negara di Bali Nusa Dua Conventions Center (BNDCC), Bali itu, lahirlah 7 rekomendasi agenda Bali untuk resiliensi bencana, meliputi:

Rekomendasi pertama, yakni pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan pada kebijakan-kebijakan utama pembangunan, pembiayaan, legislasi, dan rencana pencapaian pascaagenda 2030.

Kedua, perubahan sistemik yang dapat memperhitungkan kerugian yang sesungguhnya dari bencana dan kerugian dari ketiadaan aksi, serta membandingkannya dengan investasi dalam pengurangan risiko bencana.

Ketiga, platform global yang diselenggarakan antara COP 26 dan 27 beberapa waktu lalu, mencermati tingkat emisi saat ini jauh melebihi upaya mitigasi.

Platform global meminta pemerintah menghormati komitmen yang dibuat pada kesepakatan di Glasgow untuk meningkatkan pembiayaan dan dukungan terhadap adaptasi dan resiliensi.

Meningkatkan pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi keadaan darurat seraya meningkatkan dan mencapai ambisi iklim tujuan global tentang adaptasi.

Keempat, menerapkan pendekatan partisipatif dan berbasis HAM, untuk memasukkan semua sesuai prinsip 'Tidak ada apa-apa tentang kita, tanpa kita' dalam perencanaan risiko bencana dan implementasinya pada masyarakat yang berisiko.

Baca juga: Kepala BNPB Sampaikan Tujuh Rekomendasi Terkait Kebencanaan di GPDRR

"Harus ada komitmen ulang terhadap keterlibatan masyarakat dan pengurangan risiko bencana yang digerakkan oleh masyarakat serta mendukung struktur lokal yang ada dan membangun resiliensi," jelas Suharyanto.

Kelima, platform global memberikan rekomendasi yang dapat mendukung pelaksanaan seruan Sekretaris Jenderal Perserikata Bangsa-bangsa (PBB), untuk memastikan setiap orang di muka bumi dilindungi oleh sistem peringatan dini dalam jangka waktu 5 tahun ke depan.

"Mekanisme koordinasi yang lebih baik antara para pemangku kepentingan, akan memperkuat sistem peringatan dini multibahaya khususnya di negara-negara negara berkembang pulau kecil dan wilayah Afrika," kata Suharyanto.

Keenam, potensi pembelajaran dan pandemi virus corona (Covid-19) harus diterapkan sebelum jendela peluang tersebut tertutup, untuk mendorong sistem manajemen risiko bencana yang adaptif dan responsif dengan kolaborasi multi-pemangku kepentingan disertai dengan empati, solidaritas, kerja sama, dan semangat kesukarelaan khususnya untuk mengatasi ketidakadilan.

Ketujuh, pelaporan yang komprehensif dan sistematis terhadap semua target kerangka kerja Sendai untuk memahami dengan jelas tantangan dan hambatan.

"Hal itu penting guna implementasi dan mempercepat upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada 2030," pungkas Suharyanto.

Selama pertemuan tersebut, Indonesia telah mendorong peningkatan kerja sama internasional.

Kolaborasi tersebut diharapkan berjalan berdasarkan prinsip penguatan budaya sadar bencana dan edukasi untuk pengurangan risiko.

Rangkaian pertemuan GPDRR ke-7 secara resmi berakhir pada Jumat, setelah dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo, Rabu (25/5/2022) lalu.

Sementara itu, sebagai tuan rumah GPDRR selanjutnya, Kepala Bantuan Kemanusiaan Swiss, Manuel Bessler mengatakan bahwa pihaknya akan belajar dari konferensi yang dihelat di Indonesia.

"Saya sangat senang mengumumkan bahwa GPDRR ke-8 akan diadakan lagi di Jenewa pada tahun 2025," pungkas Bessler.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved