KPAI: Pemerintah Harus Lindungi dan Penuhi Hak Anak yang Direkrut Jaringan Teroris
KPAI meminta peran pemerintah dalam menangani anak-anak yang terpapar paham radikal dan terlibat jaringan terorisme.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta peran pemerintah dalam menangani anak-anak yang terpapar paham radikal dan terlibat jaringan terorisme.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, pemerintah harus memenuhi hak para anak yang sudah direkrut oleh jaringan teror termasuk hak atas pendidikan.
Hal itu diungkapkan Retno merespons terkait adanya penangkapan terhadap 16 anggota terduga teroris di Sumatera Barat yang aktif merekrut anak berusia di bawah umur ke dalam jaringannya.
"Maka anak yang sudah direkrut tersebut harus dilindungi dan dipenuhi hak haknya," kata Retno kepada Tribunnews.com, Kamis (31/3/2022).
"Seperti rehabilitasi psikologi, hak atas pendidikan atau melanjutkan sekolah dan dibantu integrasi dengan lingkungan tempat tinggalnya," sambungnya.
Baca juga: MUI Minta Kepolisian dan Pemerintah Duduk Bersama Ormas Islam dalam Upaya Berantas Terorisme
Retno menegaskan, hal itu tertuang dan diatur dalam Undang-Undang yakni Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Iya itu amanah UU, Dalam UU Perlindungan anak dan UU Sistem peradilan pidana anak," kata dia.
KPAI menyatakan, anak yang memiliki masalah dalam kehidupan pribadinya rentan terpapar paham radikal sehingga akhirnya masuk dalam jaringan terorisme.
"Yang disasar anak-anak yang memiliki masalah, misalnya kesulitan ekonomi, kesulitan belajar, kurang perhatian keluarga, ada masalah dengan keluarga, dan lain-lain," kata Retno.
Retno menyatakan, upaya dengan merekrut anak-anak agar masuk jaringan terorisme merupakan modus yang sudah lama dilakukan.
Baca juga: BNPT: NII Induk Terorisme di Indonesia, Membahayakan Kedaulatan Negara
Bahkan biasanya mereka cenderung menargetkan pelajar di sekolah umum seperti SMA atau SMK.
"Rekruitmen dengan melibatkan anak-anak adalah modus yang sudah lama digunakan, biasanya masuk ke sekolah-sekolah umum seperti SMA dan SMK," ucapnya.
Tak hanya itu, pemahaman agama yang terbatas juga diyakininya menjadi faktor besar lain yang membuat anak-anak bisa terpapar paham tersebut.
Namun parahnya, sosok yang merekrut tersebut kerap kali dilakukan pihak yang berada di sekitar sekolahan, seperti halnya tenaga pengajar atau guru.
"Sementara secara pemahaman agama bisa jadi terbatas. Perekrut biasanya masuk melalui alumni, guru, dan lain-lain," kata Retno.
Baca juga: Densus 88 Dalami Struktur Kelompok 16 Orang Teroris NII Yang Ditangkap di Sumbar
Terlebih kata dia, perilaku intoleran di ranah anak-anak dapat dengan mudah dipengaruhi oleh perekrut.
Hal tersebut hanya dengan cara dimasuki pikiran-pikiran yang setuju dengan tindak kekerasan atas nama kebaikan dan agama.
"Sikap dan perilaku intoleran di kalangan anak-anak mudah dipengaruhi atau dimasuki pikiran-pikiran intoleran dan setuju kekerasan atas nama agama," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 AntiTeror Polri menggelar operasi senyap penangkapan teroris di wilayah Sumatera Barat pada Jumat (25/3/2922) pekan lalu.
Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan, 16 tersangka terorisme di wilayah Sumbar itu berasal dari kelompok Negara Islam Indonesia (NII).
Ia juga membeberkan bahwa 16 tersangka teroris itu ditetapkan sebagai tersangka lantaran ingin menggulingkan pemerintahan yang sah.
Polisi menyebut mereka berniat menggulingkan pemerintah dengan memanfaatkan situasi jika terjadi kekacauan.
"Memiliki niat menggulingkan pemerintahan yang sah apabila NKRI sedang dalam keadaan kacau atau chaos," kata Aswin saat dikonfirmasi, Senin (28/3/2022).
Aswin menyebut para tersangka itu juga bertekad mengubah ideologi Pancasila dengan syariat Islam. Pada saat yang sama, mereka juga aktif merekrut anggota baru dari kalangan anak-anak di bawah umur.
"Melakukan perekrutan anggota secara masif di wilayah Sumatera Barat dengan melibat anak-anak di bawah umur," kata Aswin.
Aswin mengatakan para tersangka itu juga aktif melakukan kegiatan i'dad atau latihan ala militer secara rutin lewat berbagai kegiatan.
"Merencanakan persiapan logistik berupa persenjataan," jelasnya.
Namun, Aswin tidak merinci lebih lanjut lokasi yang dijadikan tempat latihan.
Dia hanya menjelaskan bahwa penangkapan 16 tersangka itu dilakukan untuk mengungkap struktur jaringan NII di tingkat pusat hingga daerah.
"Terhubung dengan kelompok teror di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Bali," kata dia.