Tanggapi Tes Wawasan Kebangsaan, Peneliti ICW: Legalitas Bermasalah dan Substansi Banyak yang Keliru
Peneliti ICW, Kurnia menilai tes wawasan kebanggsaan (TWK) itu tidak memiliki legalitas dan substansinya juga banyak yang keliru.
TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai tes wawasan kebanggsaan (TWK) itu tidak memiliki legalitas.
Tidak hanya itu, Kurnia menilai substansi TWK juga banyak yang keliru.
Hal tersebut diungkapkan Kurnia dalam tayangan TribunNews dalam Program Panggung Demokrasi, Kamis (3/6/2021).
Menurut Kurnia, tes wawasan kebangsaan ini merupakan tindakan yang ilegal.
Kurnia mengatakan, TWK merupakan skenario akhir dari sejumlah pihak terutama pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendegradasi KPK.
Baca juga: Fadli Zon Soroti Pegawai KPK Dilantik Bertepatan di Hari Lahir Pancasila, Singgung Polemik TWK
Baca juga: Komnas HAM Belum Pastikan Adanya Pelanggaran HAM dalam Polemik TWK Pegawai KPK
"Sangat jelas sekali tes wawasan kebangsaan ini merupakan skenario akhir dari sejumlah pihak, terutama pimpinan KPK untuk semakin mendegradasi KPK."
"Sebab kita bisa melihat TWK itu sebenarnya adalah tindakan yang ilegal," terang Kurnia.
Hal tersebut diungkapkan Kurnia lantaran dirinya menilai TWK tidak memiliki dasar hukumnya.
Menurut Kurnia, dasar penyelenggaraan TWK hanya ada di tataran internal KPK saja.
"Karena tidak ada cantolan hukumnya, itu hanya masuk di tataran internal KPK," terang Kurnia.
Bahkan, dikonfirmasi langsung oleh anggota Komisi III DPR RI, di dalam UU Baru ataupun Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2020 itu, tidak dikenal adanya TWK.
Namun, yang ada hanya sekedar pengalihan status kepegawaaian.
Baca juga: Sikap Istana Soal Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Lulus TWK
"Tapi kalau kita melihat regulasi dari atasnya, baik itu UU Baru ataupun Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2020, sebenernya tidak dikenal adanya tes yang disebutkan."
"Dalam undang-undang hanya sekedar pengalihan status kepegawaian, dan itu dikonfirmasi langsung oleh anggota Komisi III DPR RI," sebut Kurnia.
Kurnia mengatakan, tes yang dibuat dengan BKN atau KPK itu tidak sama dengan tes CPNS biasa.
Tak hanya itu, Kurnia menyampaikan, semestinya tidak ada mekanisme tes seperti TWK kepada ke 75 pegawai yang lama berkarier di KPK.
"Yang harus kita ketahui 75 orang yang dikatakan non aktif, atau yang sekarang 51 orang ini itu merupakan pegawai yang lama berkarier di KPK."
"Sudah puluhan tahun dan semestinya tidak ada mekanisme tes seperti ini," terang Kurnia.
Baca juga: 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Akan Lakukan Hal Ini setelah Pelantikan ASN Tetap Terlaksana
Hal tersebut lantaran pada saat mereka akan masuk ke KPK melalui program 'Indonesia Memanggil', semestinya telah melewati serangkaian tes.
Selanjutnya, ketika mereka sudah terpilih, mereka pasti telah menjalani program induksi.
Dalam program induksi, terdapat pemberian materi yang lengkap, baik materi tentang bela negara maupun tentang wawasan kebangsaan.
"Karena mereka dulu ketika ingin masuk ke KPK bahkan hingga saat ini melalui program 'Indonesia Memanggil' itu melewati serangkaian tes."
"Dan ketika mereka sudah terpilih, mereka menjalani program induksi yang didalamnya lengkap sekali materinya, ada materi tentang bela negara ada wawasan tentang kebangsaan," ujar peneliti ICW itu.
Tak hanya itu, Kurnia juga mengatakan, substansi TWK sangat jauh dari substansi penilaian wawasan kebangsaan.
Terlebih, terdapat pertanyaan yang menyangkut dalam ranah privasi.
Baca juga: TWK Tuai Polemik, Komnas HAM RI Akan Panggil Pimpinan KPK, BKN dan BNPT Pekan Depan
Misalnya, terkait dengan pertanyaan lepas jilbab bagi umat Muslim dan pendonoran darah dari satu agama lain.
"Tentang substansi di TWK, bagaimana mungkin pertanyaan-pertanyaan yang absurd seperti itu, misalnya ditanyakan lebih masuk dalam ranah privasi."
"Ditanyakan terkait dengan apakah kalau perempuan itu lepas jilbab, apakah mau menerima donor darah dari agama lain."
"Tentu itu sangat jauh dari menilai wawasan kebangsaan dari setiap warga negara," ujar Kurnia.
Sehingga, dirinya menilai TWK memiliki banyak kekeliruan terhadap penerapan substansinya.
"Maka dari itu, tidak hanya karena dari legalitasnya yang bermasalah tapi substansinya pun banyak yang keliru," terang Kurnia.
Tanggapan Istana Soal Pemberhentian 51 Pegawai KPK Tak Lulus TWK
Dikutip dari Tribunnews.com, Kamis (3/6/2021), Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko enggan menanggapi lebih banyak soal pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Moeldoko mengatakan, hal tersebut menjadi urusan internal KPK.
"Itu sudah urusan internal lah, kan arahan Presiden sudah disampaikan. Urusannya dari pimpinan ke internal," kata Moeldoko usai rapat dengan Komisi II DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Moeldoko mengatakan, nasib 51 pegawai KPK justru menjadi kewenangan BKN.
Saat disinggung apakah Istana akan memanggil BKN hingga pimpinan KPK, Moeldoko menjawab bahwa setiap lembaga punya kebijakan masing-masing.
"Enggak. Itu sudah, kebijakan internal itu kan ada di masing-masing kementerian/lembaga," ujarnya.
Diketahui, Ketua KPK resmi melantik 1.271 pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung Juang KPK pada hari ini, Selasa (1/6/2021).
Adapun 75 lainnya dinyatakan tidak lolos TWK.
51 orang di antaranya diputuskan tak lagi bisa bekerja di KPK, dan 24 orang sisanya bisa kembali bertugas dengan syarat dibina terlebih dulu.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Chaerul Umam)