Terkait Pembuatan RUU HIP, Muhammadiyah : DPR Ambil Kesempatan Dalam Kesempitan
RUU HIP selesai dibahas DPR pada tanggal 23 April 2020 saat sebagian besar umat Isalam sedang bersiap memasuki bulan ramadan
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menilai proses pembentukan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) bermasalah.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan berdasarkan laporan notulen rapat, RUU HIP selesai dibahas DPR pada tanggal 23 April 2020.
Saat itu sebagian besar umat Isalam sedang bersiap memasuki bulan Ramadan untuk menunaikan ibadah puasa.
Sebagian besar masyarakat tengah sibuk mengantisipasi penyebaran wabah virus corona (Covid-19).
“Seperti ada kesengajaan seolah-olah DPR ingin menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Ini sesuatu yang tidak seharusnya terjadi,” ujar Abdul Mu’ti dalam webinar daring ‘Peran Umat Islam dalam mengawal RUU HIP’, Senin (6/7/2020).
Baca: PP Muhammadiyah: Tidak Ditariknya RUU HIP dari Prolegnas Bisa Picu Konflik Horizontal
Oleh karena itu, dengan tegas PP Muhammadiyah menolak Pembahasan RUU HIP dilanjutkan pada tahap berikut, apalagi untuk disahkan jadi undang-undang.
Abdul Mu’ti juga mendorong sejumlah pihak, baik pemerintah ataupun DPR menghentikan pembahasan RUU HIP.
“Pembuatan undang-undang itu harus memenuhi asas keterbukaan yang melibatkan masyarakat dan juga menyampaikan kepada publik untuk mendapatkan tanggapan,” lanjutnya
Dalam proses pembentukan RUU HIP ini, Abdul menilai justru menimbulkan kontroversi serta penolakan keras dari masyarakat.
Baca: Berkah di Balik Polemik RUU HIP, Mereka yang Awalnya Pro-Negara Agama Kini Jadi Jubir Pancasila
Pancasila menurut Abdul juga merupakan fundamental norm, atau norma yang esensial. Jika RUU HIP disahkan, maka bisa menurunkan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
"Dengan dibuat Undang-Undang inj justru Pancasila itu kedudukannya akan sama dengan UU lainnya, padahal di dalam sistem hukum kita itu Pancasila yang tertinggi," ujarnya.
Lebih lanjut, Muhammadiyah menilai tidak dicantumkannya TAP MPRS No XXV/1966 merupakan masalah serius dalam pembentukan RUU HIP.
Meniadakan TAP MPRS tersebut dalam pembentukan RUH HIP menurutnya termasuk masalah serius.
“Padahal secara jelas dinyatakan pertentangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan Pancasila," ujarnya.
Abdul mengatakan pihaknya di PP Muhammadiyah masih terus akan mengkaji dan menginventarisasi berbagai macam problematika yang ada di dalam RUU ini.
Muhammadiyah bertekad mengawal RUU tersebut dengan menyiapkan tim jihad konstitusi.